Polda Bali mengungkap alur dugaan tindak pidana korupsi dana Lembaga Pengkreditan Desa (LPD) Desa Adat Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, yang melibatkan tersangka Ngurah S (63) selakau mantan ketua LPD Desa Adat Ungasan tahun 2013-2017.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabidhumas) Polda Bali Kombes. Pol Stefanus Satake Bayu Setianto di Denpasar, Rabu, mengatakan modus operandi yang dipakai tersangka adalah dengan mengeluarkan kredit kepada nasabah yang nilainya besar, agar tidak melampaui batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dengan cara memecah pinjaman tersebut ke beberapa nama nasabah.

"Nama nasabah yang digunakan sebagai peminjam adalah nama-nama keluarga atau family peminjam; serta nasabah yang diberikan pinjaman bukan merupakan warga Desa Adat Ungasan," kata Satake Bayu.

Kemudian, lanjutnya, tersangka juga melaporkan pengeluaran dana yang tidak sesuai dengan fisik dan harga perolehan atas investasi atau pemberian aset di Desa Adat Tanak Awu dan Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.

Selain itu, jumlah pengeluaran yang dilaporkan lebih kecil dari dana LPD Desa Adat Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Bandung, atas investasi atau pemberian aset di Desa Mertak, Kecamatan Pucut, Kabupaten Lombok Tengah.

Setelah dihitung secara rinci, penyidik menemukan aset proyek perumahan di Desa Tanak Awu yang dibeli secara global dengan harga perolehan yang dihitung melebihi harga beli secara global.

Baca juga: 95 anggota Negara Islam Indonesia di Bali ikrar setia NKRI

Fakta lain, lanjut Satake Bayu, investasi atau pembelian aset di Desa Mertak tersebut dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan dana LPD Desa Adat Ungasan telah lunas dibayar sesuai dengan jumlah aset atau tanah yang dibeli. Namun, faktanya harga tanah yang dibeli belum lunas dibayar.

Kemudian, tersangka menggunakan dana LPD Desa Adat Ungasan yang dikemas seolah-olah dalam bentuk kredit dan kemudian jaminan atas kredit tersebut ditarik atau diambil kembali. Dalam pengungkapan tersebut, polisi mengamankan 15 alat bukti.

Terhadap perbuatan tersebut, pelaku dijerat dengan pasal (2) Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara paling singkat adalah empat tahun dan paling lama 20 tahun; serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak adalah satu miliar rupiah.

Terkait kasus tersebut, polisi menyelamatkan aset negara berupa sertifikat hak milik sebanyak 42 sertifikat, dengan nilai kurang lebih Rp23 miliar. Selain itu, polisi juga menyita tiga surat tanah senilai Rp23 miliar serta uang sebanyak Rp80 juta.

"Jadi, saat ini tersangka sudah kami laksanakan penahanan. Selanjutnya, kami akan melaksanakan pelimpahan ke Kejaksaan," jelas Satake Bayu.

Baca juga: Polda Bali turunkan 180 personel siagakan DWG ke-3 di Nusa Dua

Sementara itu, Kasubdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Bali AKBP Gusti Ayu Putu Suinaci mengatakan penyidik telah menyita beberapa aset tanah yang ada kaitannya dengan perbuatan pelaku.

"Semua atas nama LPD, seluruhnya ya. Jadi hanya di dalam pertanggungjawaban itu pengeluarannya itu tidak balance antara pengeluaran dengan laporan pertanggungjawabannya," kata Gusti Ayu Putu Suinaci.

Akibat perbuatan tersebut, LPD Ungasan mengalami kerugian kurang lebih Rp26 miliar.

"Kami masih mendalami kasus tersebut karena di dalam pekerjaannya, (tersangka) tidak mungkin melakukannya sendiri, tetapi kita masih melakukan pendalaman untuk lebih memastikan peran masing-masing orang yang dimaksud," ujarnya.

Pewarta: Rolandus Nampu

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022