Oleh  Zeynita Gibbons

Tidak semua ilmuwan Indonesia di luar negeri mau pulang dan mengabdikan ilmunya di tanah air dengan berbagai alasan, namun tidak untuk Dr. Yanuar Nugroho, peneliti dan pengajar senior di Universitas Manchester, Inggris.

Pada awal Oktober, Mas Yanuar, demikian Dr Yanuar Nugroho biasa disapa rekan rekannya di Inggris, menulis surat kepada seluruh rekan yang dikenalnya, bahwa ia akan pulang ke tanah air dan akan membantu  Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP atau UKP4) yang dipimpin Prof. Dr. Kuntoro Mangkusubroto.

Banyak yang terkejut dengan pilihan Yanuar tersebut. "Saya memutuskan pulang dan bergabung dengan UKP4 meski pada saat yang sama, hanya selisih lima hari sebelum saya dipromosikan sebagai Senior Lecturer di Manchester Business School (MBS)," ujar Yanuar Nugroho kepada ANTARA London, baru baru ini.

Pada bulan Juni yang lalu, karena prestasinya yang luar biasa,  Yanuar dipromosikan sebagai Senior Lecturer di Manchester Business School (MBS).

Meski mendapat promosi luar biasa di MBS yang berarti juga meningkatnya kesejahteraan finansial, Yanuar justru memilih bergabung dengan UKP4 karena merasa mendapatkan kesempatan untuk berkontribusi secara lebih langsung dalam pembangunan di Indonesia.

Dikatakannya tugas barunya di UKP4 dirasa pas dengan latar belakang keilmuan dan kepedulian sosialnya, baik sebagai akademisi maupun pegiat masyarakat sipil baik di Indonesia maupun di UK.

Yanuar, sarjana Teknik Industri ITB 1990-1994, datang pertama kali ke Inggris saat mengambil MSc di bidang Sistem Teknik Informatika di UMIST (University of Manchester Institute of Science and Technology) atas beasiswa Chevening pada tahun 2000 dan lulus dengan predikat cum laude pada tahun 2001.

Ia kembali lagi ke Manchester tahun 2004 untuk meneruskan studi doctoral dalam bidang inovasi dan perubahan sosial yang diselesaikannya dalam dua tahun 10 bulan pada tahun 2007, yang membuatnya memegang rekor PhD tercepat di MBS.

Studi doktoralnya dibiayai dari banyak sumber seperti beasiswa dari Universitas Manchester, beasiswa dari almarhum Paus Johannes Paulus II di Vatikan, beasiswa dari Friedrich-Ebert Stiftung Jerman, dan beasiswa dari sebuah yayasan sosial di Swiss, di samping bekerja sebagai asisten di kampus.

Meski ngebut kuliah, Yanuar sebenarnya praktis melakukannya secara "part time", karena ia juga bekerja sebagai asisten peneliti selama studi PhD-nya, selain sempat menjadi penjaga toko besi "B&Q" di Inggris selama bulan-bulan awal studinya.

Karena prestasi dan kecepatan studinya yang mengesankan ini ia langsung mendapatkan postdoctoral fellowship di Manchester Institute of Innovation Research (MIOIR) di MBS selama 18 bulan. Namun penugasan ini kembali ia selesaikan hanya dalam waktu delapan bulan dan ia langsung diangkat sebagai peneliti tetap (Research Associate).

Penelitian Yanuar berkisar pada tema besar tentang pengaruh inovasi pada corak perubahan sosial, ekonomi, politik, budaya dan lingkungan.

Dengan keahlian ini Yanuar terlibat di lebih dari 18 penelitian yang dibiayai oleh Uni Eropa, Dewan Riset Inggris dan Eropa, serta pemerintah Inggris dalam kurun 2005-2010, selain tetap mengajar dan membimbing mahasiswa S1, S2, dan S3 di MBS.

Yanuar juga terlibat cukup intensif dalam analisis dan intervensi kebijakan pembangunan inklusif di UK dan Uni Eropa, khususnya yang terkait dengan teknologi informasi, energi, inovasi keuangan khususnya microfinance dan usaha kecil-menengah.

Yanuar sudah menerbitkan puluhan tulisan akademik hanya dalam waktu kurang dari lima  tahun seusai doktoralnya. Satu tulisannya tentang Knowledge Management memenangkan "Highly Commended Paper Winner 2012" dari Emerald Network of Excellence.

Atas berbagai capaian ilmiahnya ini, tahun 2009 Yanuar terpilih sebagai Akademisi Terbaik di MBS Univ Manchester (`Outstanding Academic of the Year 2009).


Hallsworth Fellowship

Tidak lama setelah itu, hanya berselang enam bulan, ia menjadi orang Asia pertama yang mendapatkan Hallsworth Fellowship yang sudah dianugerahkan sejak 1944 di bidang ilmu ekonomi-politik.

Riset Hallsworthnya adalah tentang dinamika inovasi `sektor ketiga¿ (masyarakat sipil, akar rumput) di Asia Tenggara, yang dilakukan 2010-2012. Karena capaian ini ia dipromosikan secara luar biasa menjadi Research Fellow pada tahun 2010.

Riset Hallsworth ini rupanya kembali membawanya dekat pada isu-isu negara berkembang di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Selama menjadi Hallsworth Fellow, Yanuar kembali terlibat dalam dinamika sosial di tanah air, khususnya masyarakat sipil, lewat berbagai risetnya yang lebih banyak dikenal publik di ranah media sosial (social media/socmed) dan media secara umum serta perubahan sosial yang terlibat di dalamnya.

Ia menulis laporan pertama tentang media sosial dan masyarakat sipil (Citizens in action) atas sponsor dari HIVOS Asia Tenggara dan memimpin tim peneliti konsorsium Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG)-HIVOS-Univ Manchester atas sponsor Ford Foundation yang mengkaji dinamika industri dan kebijakan media di Indonesia.

Yanuar juga menjadi tim penyeleksi hibah 1 juta dolar dan penasihat di bidang media di Ford Foundation Indonesia. Peran yang sama ia lakukan untuk fellowship kebijakan Google Asia Tenggara dan ICTWatch.

Dengan seluruh keterlibatan ini, tidak heran jika Yanuar memilih menerima tawaran dari UKP4 yang memungkinkannya membawa seluruh pengalamannya di UK ke Indonesia untuk terlibat langsung dalam pembangunan di tanah air, ketimbang memilih promosi sebagai akademisi di Inggris, meski hidup dan karier di sana mungkin lebih nyaman dan menjanjikan daripada di Indonesia.

Di UKP4 Yanuar mendapat banyak tugas dan tanggung jawab sebagai seorang Asisten Ahli. Salah satu tugas pokoknya adalah menyiapkan kajian tentang isu-isu strategis pembangunan di Indonesia di masa depan yang akan diajukan sebagai bahan penulisan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019.

Walau menyandang posisi sebagai Asisten Ahli di UKP4, saat ini Yanuar tetap berstatus sebagai Research Fellow MIOIR/MBS Univ Mancheter karena masih mempunyai tanggung jawab membimbing mahasiswa/i doctoral, menulis buku, dan menyiapkan proposal riset.

Meski MBS/Univ Manchester menginginkan Yanuar kembali ke Inggris setelah penugasannya di UKP4 selesai selama satu hingga dua tahun ini, ia sendiri dan keluarganya nampaknya lebih memilih kembali ke Indonesia selamanya, walau belum memutuskan akan bergabung dengan institusi pendidikan/riset yang mana.

Yanuar menikah dengan Dominika Oktavira Arumdati (33) yang selama ini selalu setia mendukung dan menyemangatinya. Mereka dikaruniai dua orang anak, Diandra Aruna Mahira (7) dan Linggar Nara Sindhunata (5).

Sementara ini keluarganya menetap di Pontianak, sebelum merencanakan pindah ke Yogyakarta awal tahun depan.

Bagi Yanuar dan keluarganya, kembali ke tanah air, setelah sekian lama di UK, adalah sebuah pilihan, bukan keterpaksaan atau karena tiadanya pilihan lain.(*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012