Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyampaikan rencana menjadikan lima kantor wilayah (kanwil) Kementerian Hukum dan HAM di tingkat provinsi sebagai tempat uji coba (pilot project) pembukaan layanan penerbitan Sertifikat Apostille.
Menurut Yasonna, layanan itu memberi kemudahan bagi masyarakat terutama mereka yang membutuhkan legalisasi dokumen untuk keperluan di negara lain sehingga tiap kanwil perlu dipersiapkan mampu memberi pelayanan itu.
“Nanti ada pilot project di lima kanwil,” kata Yasonna usai acara peluncuran Layanan Apostille Kemenkumham di Badung, Bali, Selasa.
Walaupun demikian, Yasonna belum dapat menyampaikan kanwil mana saja yang dipilih untuk menjadi “pilot project” layanan penerbitan Sertifikat Apostille itu.
Sejauh ini, permohonan dapat dilakukan di mana saja melalui aplikasi atau datang secara langsung ke kantor wilayah Kemenkumham.
Baca juga: Kemenkumham: Bali jadi "pilot project" KI dan wisata
Namun, penerbitan sertifikat tetap hanya dapat dilakukan di Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham RI di Jakarta.
Yasonna menjelaskan penerbitan Sertifikat Apostille masih dilakukan secara terpusat, karena kertas yang digunakan bukan jenis biasa, melainkan jenis khusus yang dilengkapi perangkat tertentu untuk keperluan identifikasi misalnya hologram.
“Itu kertas (sertifikat) tidak sembarangan, pakai hologram, (agar) tidak memberi kesempatan (pihak lain untuk) memalsukan (sertifikat tersebut),” kata Yasonna.
Kemenkumham di Badung, Bali, Selasa meresmikan layanan penerbitan Sertifikat Apostille sebagai bukti legalisasi 66 jenis dokumen yang diakui dan dianggap sah oleh otoritas di 121 negara.
Sertifikat Apostille merupakan dokumen yang menunjukkan keabsahan asal mula (origin) dokumen beserta tanda tangan pejabat yang mengesahkan dokumen misalnya seperti ijazah, akta lahir, akta cerai, surat kuasa, dan surat kematian.
Baca juga: Menkumham: Pancasila sebagai perekat keberagaman
Keberadaan sertifikat itu merupakan tindak lanjut dari Konvensi Apostille yang disepakati oleh negara-negara dalam pertemuan The Hague Conference on Private International Law (HCCH) pada 5 Oktober 1961.
Indonesia resmi bergabung dalam Konvensi Apostille pada 5 Oktober 2021 setelah Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah RI No. 2 Tahun 2021. Regulasi itu menjadikan Indonesia sebagai bagian dari 121 negara yang tunduk pada Konvensi Apostille dan mengakui legalisasi dokumen menggunakan Sertifikat Apostille.
Direktur Jenderal AHU Kemenkumham Cahyo R. Muzhar saat acara peresmian melaporkan kepada Yasonna layanan itu mulai diakses publik sejak 4 Juni 2022 untuk 66 jenis dokumen yang diterbitkan oleh 12 institusi.
Per 13 Juni 2022, ada 2.918 permohonan penerbitan Sertifikat Apostille yang diterima oleh Ditjen AHU Kemenkumham.
“Sebagian besar dokumen yang dimohonkan adalah dokumen notaris terkait kegiatan bisnis, dokumen pendidikan seperti ijazah dan transkrip nilai, serta dokumen kependudukan seperti akta kelahiran dan akta pernikahan,” kata Cahyo.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
Menurut Yasonna, layanan itu memberi kemudahan bagi masyarakat terutama mereka yang membutuhkan legalisasi dokumen untuk keperluan di negara lain sehingga tiap kanwil perlu dipersiapkan mampu memberi pelayanan itu.
“Nanti ada pilot project di lima kanwil,” kata Yasonna usai acara peluncuran Layanan Apostille Kemenkumham di Badung, Bali, Selasa.
Walaupun demikian, Yasonna belum dapat menyampaikan kanwil mana saja yang dipilih untuk menjadi “pilot project” layanan penerbitan Sertifikat Apostille itu.
Sejauh ini, permohonan dapat dilakukan di mana saja melalui aplikasi atau datang secara langsung ke kantor wilayah Kemenkumham.
Baca juga: Kemenkumham: Bali jadi "pilot project" KI dan wisata
Namun, penerbitan sertifikat tetap hanya dapat dilakukan di Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham RI di Jakarta.
Yasonna menjelaskan penerbitan Sertifikat Apostille masih dilakukan secara terpusat, karena kertas yang digunakan bukan jenis biasa, melainkan jenis khusus yang dilengkapi perangkat tertentu untuk keperluan identifikasi misalnya hologram.
“Itu kertas (sertifikat) tidak sembarangan, pakai hologram, (agar) tidak memberi kesempatan (pihak lain untuk) memalsukan (sertifikat tersebut),” kata Yasonna.
Kemenkumham di Badung, Bali, Selasa meresmikan layanan penerbitan Sertifikat Apostille sebagai bukti legalisasi 66 jenis dokumen yang diakui dan dianggap sah oleh otoritas di 121 negara.
Sertifikat Apostille merupakan dokumen yang menunjukkan keabsahan asal mula (origin) dokumen beserta tanda tangan pejabat yang mengesahkan dokumen misalnya seperti ijazah, akta lahir, akta cerai, surat kuasa, dan surat kematian.
Baca juga: Menkumham: Pancasila sebagai perekat keberagaman
Keberadaan sertifikat itu merupakan tindak lanjut dari Konvensi Apostille yang disepakati oleh negara-negara dalam pertemuan The Hague Conference on Private International Law (HCCH) pada 5 Oktober 1961.
Indonesia resmi bergabung dalam Konvensi Apostille pada 5 Oktober 2021 setelah Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah RI No. 2 Tahun 2021. Regulasi itu menjadikan Indonesia sebagai bagian dari 121 negara yang tunduk pada Konvensi Apostille dan mengakui legalisasi dokumen menggunakan Sertifikat Apostille.
Direktur Jenderal AHU Kemenkumham Cahyo R. Muzhar saat acara peresmian melaporkan kepada Yasonna layanan itu mulai diakses publik sejak 4 Juni 2022 untuk 66 jenis dokumen yang diterbitkan oleh 12 institusi.
Per 13 Juni 2022, ada 2.918 permohonan penerbitan Sertifikat Apostille yang diterima oleh Ditjen AHU Kemenkumham.
“Sebagian besar dokumen yang dimohonkan adalah dokumen notaris terkait kegiatan bisnis, dokumen pendidikan seperti ijazah dan transkrip nilai, serta dokumen kependudukan seperti akta kelahiran dan akta pernikahan,” kata Cahyo.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022