Oleh I Ketut Sutika
Denpasar (Antara Bali) - I Gusti Nyoman Wiratha, Ama. Pd (69) sejak bocah mempunyai kesenangan mengumandangkan ayat-ayat suci agama Hindu berupa kekawin, kekidung dan menembangkan lagu daerah Bali lainnya.
Pria kelahiran Banjar Pengeyehan, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, 31 Desember 1943 itu, memiliki suara nyaring dan merdu.
Pensiunan guru sekolah dasar (SD) yang mengabdikan diri dalam bidang pendidikan selama 40 tahun (1963-2003) memiliki ratusan bahkan ribuan anak binaan yang pernah diajar mewirama, tersebar di berbagai pelosok pedesaan di Kabupaten Tabanan, yang oleh muridnya diwariskan kembali kepada orang lain.
Ilmunya terus menular, karena muridnya adalah guru-guru dari sekolah berbagai jenjang pendidikan, termasuk pegawai negeri lain kursus kidung dan kekawin yang digelar Pemerintah Kabupaten Tabanan.
Suami dari Gusti Ayu Made Megawati itu mulai gemar belajar sastra Bali, sekaligus mengembangkan pesantian di tengah-tengah masyarakat desa adat sejak setengah abad yang silam.
Ia mengajarkan masyarakat sekitarnya menembangkan lagu-lagu daerah Bali jenis pupuh sinom, ginada, pangkur, kekawin dan dharmagita, disamping mengajarkan Bahasa Jawa Kuno.
I Gusti Nyoman Wiratha yang dipercaya sebagai Ketua Widya Sabha Kabupaten Tabanan sejak tahun 1997 hingga sekarang mengolah babad dan buku-buku lainnya menjadi geguritan.
Banyak karya seni sastra yang dihasilkan ayah dua putra itu, antara lain babad arya kepakisan, arya kenceng dan sudamala, disamping pernah sebagai pembina sloka, dharma gita tingkat nasional di Solo tahun 1993.
Selain itu juga pembina duta seni Bali dalam mengikuti Utsawa Dharma Gita tingkat nasional di Lampung tahun 2005, tahun 2008 di Kendari, Sulawesi Selatan dan kegiatan serupa yang dilaksanakan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB)
Ayah dari Gusti Putu Wiadnyana dan Gusti Made Wijaya, S.Sos tertarik menekuni seni sastra, berawal dari begitu terkesima mendengar suara merdunya orang-orang sekitar tempat tinggalnya menembangkan lagu-lagu Bali jenis pupuh sinom, ginada, pangkur dan kekawin.
Ikuti alunan suara
I Gusti Nyoman Wiratha, mengabdikan diri pada seni sastra Bali sejak usia dini, saat hatinya begitu tergerak mengikuti alunan suara yang merdu, dengan harapan bisa menirunya.
Sejak saat itu pria enerjik aktif belajar dari sejumlah guru yang membinanya secara tulus iklas, hingga akhirnya mengabdikan seluruh jiwa dan raganya untuk seni sastra Bali.
Meskipun kini usianya sudah lanjut, namun sosok Gusti Nyoman Wiratha masih tetap tampak sehat dan sebagai pembina dan aktif dalam organisasi persantian dalam lingkungan masyarakat sekitarnya.
Walaupun piawai mengumandangkan syair-syair, namun tak henti-hentinya belajar mendalami sastra agama yang sanggup memberikan tuntunan, kesenangan dan ketenangan batin.
Ia cukup kreatif dalam mengembangkan dan pelestarian seni budaya Bali serta memiliki kecintaan dan kepedulian terhadap pelestarian warisan seni budaya bangsa yang bersumber dari seni sastra daerah.
Oleh sebab itu dalam setiap kesempatan, termasuk istri dana anaknya terutama kegiatan upacara adat dan keagamaan di pura maupun yang dilaksanakan oleh keluarga, akan mengumandangkan suaranya untuk mekidung atau mekekawin
Dedikasi dan pengabdiannya untuk seni sastra Bali setelah memasuki masa pensiun lebih dimanfaatkan, dengan menularkan keahliannya kepada siapa saja yang berminat.(IGT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
Denpasar (Antara Bali) - I Gusti Nyoman Wiratha, Ama. Pd (69) sejak bocah mempunyai kesenangan mengumandangkan ayat-ayat suci agama Hindu berupa kekawin, kekidung dan menembangkan lagu daerah Bali lainnya.
Pria kelahiran Banjar Pengeyehan, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, 31 Desember 1943 itu, memiliki suara nyaring dan merdu.
Pensiunan guru sekolah dasar (SD) yang mengabdikan diri dalam bidang pendidikan selama 40 tahun (1963-2003) memiliki ratusan bahkan ribuan anak binaan yang pernah diajar mewirama, tersebar di berbagai pelosok pedesaan di Kabupaten Tabanan, yang oleh muridnya diwariskan kembali kepada orang lain.
Ilmunya terus menular, karena muridnya adalah guru-guru dari sekolah berbagai jenjang pendidikan, termasuk pegawai negeri lain kursus kidung dan kekawin yang digelar Pemerintah Kabupaten Tabanan.
Suami dari Gusti Ayu Made Megawati itu mulai gemar belajar sastra Bali, sekaligus mengembangkan pesantian di tengah-tengah masyarakat desa adat sejak setengah abad yang silam.
Ia mengajarkan masyarakat sekitarnya menembangkan lagu-lagu daerah Bali jenis pupuh sinom, ginada, pangkur, kekawin dan dharmagita, disamping mengajarkan Bahasa Jawa Kuno.
I Gusti Nyoman Wiratha yang dipercaya sebagai Ketua Widya Sabha Kabupaten Tabanan sejak tahun 1997 hingga sekarang mengolah babad dan buku-buku lainnya menjadi geguritan.
Banyak karya seni sastra yang dihasilkan ayah dua putra itu, antara lain babad arya kepakisan, arya kenceng dan sudamala, disamping pernah sebagai pembina sloka, dharma gita tingkat nasional di Solo tahun 1993.
Selain itu juga pembina duta seni Bali dalam mengikuti Utsawa Dharma Gita tingkat nasional di Lampung tahun 2005, tahun 2008 di Kendari, Sulawesi Selatan dan kegiatan serupa yang dilaksanakan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB)
Ayah dari Gusti Putu Wiadnyana dan Gusti Made Wijaya, S.Sos tertarik menekuni seni sastra, berawal dari begitu terkesima mendengar suara merdunya orang-orang sekitar tempat tinggalnya menembangkan lagu-lagu Bali jenis pupuh sinom, ginada, pangkur dan kekawin.
Ikuti alunan suara
I Gusti Nyoman Wiratha, mengabdikan diri pada seni sastra Bali sejak usia dini, saat hatinya begitu tergerak mengikuti alunan suara yang merdu, dengan harapan bisa menirunya.
Sejak saat itu pria enerjik aktif belajar dari sejumlah guru yang membinanya secara tulus iklas, hingga akhirnya mengabdikan seluruh jiwa dan raganya untuk seni sastra Bali.
Meskipun kini usianya sudah lanjut, namun sosok Gusti Nyoman Wiratha masih tetap tampak sehat dan sebagai pembina dan aktif dalam organisasi persantian dalam lingkungan masyarakat sekitarnya.
Walaupun piawai mengumandangkan syair-syair, namun tak henti-hentinya belajar mendalami sastra agama yang sanggup memberikan tuntunan, kesenangan dan ketenangan batin.
Ia cukup kreatif dalam mengembangkan dan pelestarian seni budaya Bali serta memiliki kecintaan dan kepedulian terhadap pelestarian warisan seni budaya bangsa yang bersumber dari seni sastra daerah.
Oleh sebab itu dalam setiap kesempatan, termasuk istri dana anaknya terutama kegiatan upacara adat dan keagamaan di pura maupun yang dilaksanakan oleh keluarga, akan mengumandangkan suaranya untuk mekidung atau mekekawin
Dedikasi dan pengabdiannya untuk seni sastra Bali setelah memasuki masa pensiun lebih dimanfaatkan, dengan menularkan keahliannya kepada siapa saja yang berminat.(IGT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012