Jakarta (Antara Bali) - Pernyataan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang tingginya biaya politik pemberian dana talangan Bank Century mengindikasikan bahwa presiden tahu dan terlibat langsung dalam merumuskan kebijakan penyelamatan bank bermasalah itu.
        
"Dengan demikian, KPK harus memanggil dan mendengarkan kesaksian Presiden SBY," kata anggota komisi III DPR Bambang Soesatyo di Jakarta, Minggu.
        
Sebelumnya dalam sebuah acara di kantor pusat Bank BRI, Jumat (10/8) pekan lalu, SBY menyatakan bahwa jika Bank Century tidak ditolong, Indonesia bisa mengalami krisis ekonomi seperti periode krisis 1997-1998. Esensi pernyataan ini mencerminkan sikap dan pendirian SBY terhadap kondisi Bank Century sebelum menerima dana talangan.
        
Apalagi, katanya, mantan Ketua KPK Antasari Azhar juga mengungkapkan bahwa pada Oktober 2008, Presiden SBY pernah memimpin sebuah rapat yang membahas skenario pencairan dana talangan Rp6,7 triliun untuk Bank Century.
          
Antasari sendiri mengaku hadir dalam rapat di ruang kerja presiden itu. Menurut Bambang, fakta yang diungkap Antasari ini sejalan dengan pernyataan sikap presiden.
         
Menurut Bambang, pemberian dana talangan untuk menyehatkan bank tidak akan berkonsekuensi pada biaya politik jika 'bailout' itu tidak dilatarbelakangi rekayasa, penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan pihak lain, dan tidak menimbulkan kerugian bagi negara.
        
Selain itu, kata Bambang, ukuran Bank Century dalam konteks industri perbankan juga harus jelas benar, jika diasumsikan bahwa perekonomian Indonesia akan masuk perangkap krisis jika bank yang sarat masalah itu tidak di-bailout.
         
"Bailout Bank Century otomatis menimbulkan biaya politik yang tinggi karena sarat rekayasa, diwarnai penyalahgunaan wewenang, dan merugikan negara. Penilaian ini bukan asal-asalan, melainkan penilaian resmi dari institusi negara bernama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," kata Bambang.(*/M038)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012