Kementerian keuangan resmi menambah 627 klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang menerima insentif pajak sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 149 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9 Tahun 2021 tentang insentif pajak untuk wajib pajak terdampak pandemi corona virus disease 2019. Beleid ini berlaku tanggal 26 Oktober 2021.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan KLU yang ditambahkan tersebut terdampak COVID-19 tapi belum mendapatkan insentif yang tercantum dalam PMK Nomor 82 Tahun 2021.

"Penambahan 627 KLU tidak bersifat mendadak karena penerbitan PMK 149/2021 sudah melalui diskusi dan pembahasan bersama Kemenko Perekonomian dan beberapa asosiasi terkait," kata Yon dalam Media Gathering Direktorat Jenderal Pajak di Bali, Rabu.

Penerbitan ini bertujuan menjawab kebutuhan dunia usaha yang belum mendapatkan insentif pajak. Penerbitan ini juga menyesuaikan dengan perkembangan pemulihan ekonomi dari dampak COVID-19.

"Waktu terbitnya PMK 82/2021 belum ada varian delta. Maka setelahnya ekonomi mendadak berubah, kebutuhan itu kemudian dibicarakan lagi ada dan keluarlah PMK 149/2021 yang sebelumnya telah melewati beberapa pertimbangan,” tutur Yon.

Baca juga: Realisasi penerimaan pajak di KPP Denpasar capai 67 persen

Ia memastikan kebijakan ini tidak akan mempengaruhi penerimaan ppajak negara arena sebagian besar insentif bersifat penundaan pembayaran pajak yang pada akhirnya akan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk dibayarkan tahun depan.

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DPJ Neilmaldrin Noor menambahkan bahwa PMK ini diterbitkan dengan mempertimbangkan belum berakhirnya pandemi COVID-19 sehingga beberapa sektor usaha juga masih tertatih-tatih.

“Pemerintah terus mengamati dan mengevaluasi sektor-sektor mana yang masih lambat pemulihannya untuk diberikan dukungan dan insentif,” imbuh Neilmaldrin.


Fasilitas kantor
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yon Arsal mengatakan pemerintah akan memungut pajak terhadap fasilitas yang diterima karyawan dari tempatnya bekerja, seperti mobil dan rumah dari kantor.

Pengenaan pajak terhadap fasilitas ini dilakukan seiring dengan perubahan aturan terkait penghasilan natura dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang sebelumnya tidak dikenakan pajak.

"Karena fasilitasnya bukan uang, maka selama ini tidak dihitung sebagai penghasilan dan tidak punya penghasilan saat mengisi SPT. Ini yang diubah," kata Yon Arsal dalam temu media Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu di Bali itu.

Baca juga: DJP: Selaras, Kebijakan "ultimum remedium" UU HPP dengan UU Cipta Kerja

Dalam UU HPP, pemerintah mengubah tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi menjadi lebih progresif, di mana PPh OP hanya dikenakan bagi OP dengan penghasilan di atas Rp60 juta. Di samping itu PPh OP dengan penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun dikenakan PPh sebesar 35 persen atau lebih tinggi dari sebelumnya 30 persen.

Untuk menambah progresivitas itu, DJP pun memajaki penghasilan natura yang bernilai tinggi. Selama ini DJP tidak memajaki natura tersebut karena menilainya bukan penghasilan.
 

"Misalnya saya orang sangat kaya, kemudian saya punya 13 perusahaan. Saya tidak menerima gaji dari perusahaan, tapi dari perusahaan satu saya minta mobil, dari perusahaan dua, saya minta fasilitas rumah. Sekarang kan tarif pajaknya sudah beda nih, OP mungkin saya masuk ke 35 persen," ucap Yon.

Namun Yon menegaskan pajaknya tidak dihitung dari harga mobil atau harga rumah yang didapat. Untuk fasilitas rumah misalnya, DJP akan menghitung pajak dari perkiraan biaya sewa mobil dan rumah tersebut.

"Nanti kita hitung aturannya terkait berapa harga sewa seharusnya atau minimalnya atau harga penggantian yang sewajarnya, lah. Nah itulah yang menjadi penghasilan," ujar Yon.

Di sisi lain, ada beberapa natura yang dikecualikan dari pungutan pajak yaitu makanan atau minuman bagi seluruh pegawai, natura di daerah tertentu, natura karena keharusan pekerjaan seperti seragam, dan natura yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes.

Pewarta: Sanya Dinda Susanti

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021