Penglingsir International Society of Krishna Consciousness (ISKCON) di Indonesia IGA Jaya Rat, S.Sos atau yang biasa disapa Ajik Liong menolak tuduhan bahwa kegiatan Sampradaya Gaudiya Vaisnava (Hare Krishna) membuat polemik dan mengancam tradisi serta kebudayaan, khususnya lagi budaya Bali yang adiluhung.
"Jadi, saya sangat tak setuju dengan tuduhan seperti itu. Silakan buktikan kalau ada dan saya siap bertanggung jawab," kata Ajik Liong dalam keterangan persnya di Puri Kanginan Sading Badung, Senin.
Dia menegaskan, kalau ada orang mengatakan polemik yang terjadi biang keroknya dari sampradaya maka orang itu perlu berpikir ulang karena ajaran sampradaya yang diterapkan di Bali berkaitan dengan tujuan hidup mencapai moksa.
"Saya tertarik dengan belajar sampradaya karena ingin mencapai moksa, tidak ada kepentingan lain," ujar mantan anggota DPRD Badung yang kini juga sebagai Pengurus Gerindra Badung itu.
Menurut Ajik Liong, penganut sampradaya itu 99,9 persen orang Bali dan menjalankan adat serta budaya Bali. "Lantas dresta apa yang dirusak dan hilang. Jadi tidak benar sampradaya itu menghilangkan dresta Bali. Sampradaya itu pengetahuan Veda khusus tentang moksa. Semua sampradaya itu beragama Hindu dan menjalankan dresta Bali," ujar tokoh Puri Kanginan ini.
Ia justru mempertanyakan dresta Bali mana yang hilang. "Kami sampradaya akan ikut mencari dan menemukannya. Kalau dibilang hilang kan harus ada bukti yang hilang itu," ujar salah satu Panglingsir PSNKK (Pesemotonan Srhi Nararya Kreshna Kepakisan) ini.
Di sisi lain, ia mengaku maklum terkait ada yang menyerang bahkan sampai menutup ashram. Hal itu dianggap karena mereka belum paham.
Sampradaya menurutnya sangat menghormati pengetahuan yang ada dalam Veda. Karena itu ia yakin kalau mereka paham pengetahuan sampradaya maka takkan terjadi sampai penutupan.
"Sebab sampradaya ini dasar pengetahuannya adalah Veda. Penganut Veda sendiri adalah Hindu. Orang Hindu pelajari Veda. Dan sampradaya ini juga pelajari Veda. Jadi, apanya yang diragukan," ujarnya seraya menegaskan sampradaya ini cinta kasih kepada semua mahluk dan ntinya memberi kedamaian.
Sementara itu, Ketua ISKCON Indonesia Wayan Sudiara menambahkan, perlu memberi penjelasan terkait peristiwa demo terhadap sampradaya.
Ia bahkan menyesalkan aksi yang dinilai kurang tepat di saat sedang COVID-19 ada bencana alam di Bali dan tengah persiapan Mahasaba PHDI.
Ia mempertanyakan adanya pendapat kehadiran sampradaya menyebabkan hilangnya dresta. "Kalau betul ada yang hilang silakan lapor dan kami siap bertanggung jawab," ujarnya.
Dirinya merasa prihatin terhadap aksi demo dari Aliansi Hindu Nusantara yang menyampaikan aspirasi gerakan menolak Sampradaya Asing tersebut sebagai bagian Hindu Bali/Nusantara karena mengingat, Bali sebagai daerah pariwisata memerlukan kedamaian sehingga wksatawan berkenan datang ke Bali.
Belum lagi Bali sedang berduka karena korban gempa bumi yang terjadi pada Hari Sabtu (16/10).
"Sebaiknya energi difokuskan untuk mendukung keluarga korban agar bisa bangkit kembal, serta mendukung program pemulihan kesehatan dari pandemi COVID-19 dan membangkitkan ekonomi Bali.
Sedangkan tokoh lainnya yang juga anggota sampradaya Pendiri dan Pemilik Museum Ogoh Ogoh Mengwi The Ogoh Ogoh Bali mengatakan dalam sampradaya ini adat dan budaya (dresta) tetap dijalankan.
Dicontohkan kalau sesajen harus memakai "caru" tetap dijalankan. Yang tidak makan daging itu orangnya, sedangkan tata upacara tetap mengikuti dresta.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Jadi, saya sangat tak setuju dengan tuduhan seperti itu. Silakan buktikan kalau ada dan saya siap bertanggung jawab," kata Ajik Liong dalam keterangan persnya di Puri Kanginan Sading Badung, Senin.
Dia menegaskan, kalau ada orang mengatakan polemik yang terjadi biang keroknya dari sampradaya maka orang itu perlu berpikir ulang karena ajaran sampradaya yang diterapkan di Bali berkaitan dengan tujuan hidup mencapai moksa.
"Saya tertarik dengan belajar sampradaya karena ingin mencapai moksa, tidak ada kepentingan lain," ujar mantan anggota DPRD Badung yang kini juga sebagai Pengurus Gerindra Badung itu.
Menurut Ajik Liong, penganut sampradaya itu 99,9 persen orang Bali dan menjalankan adat serta budaya Bali. "Lantas dresta apa yang dirusak dan hilang. Jadi tidak benar sampradaya itu menghilangkan dresta Bali. Sampradaya itu pengetahuan Veda khusus tentang moksa. Semua sampradaya itu beragama Hindu dan menjalankan dresta Bali," ujar tokoh Puri Kanginan ini.
Ia justru mempertanyakan dresta Bali mana yang hilang. "Kami sampradaya akan ikut mencari dan menemukannya. Kalau dibilang hilang kan harus ada bukti yang hilang itu," ujar salah satu Panglingsir PSNKK (Pesemotonan Srhi Nararya Kreshna Kepakisan) ini.
Di sisi lain, ia mengaku maklum terkait ada yang menyerang bahkan sampai menutup ashram. Hal itu dianggap karena mereka belum paham.
Sampradaya menurutnya sangat menghormati pengetahuan yang ada dalam Veda. Karena itu ia yakin kalau mereka paham pengetahuan sampradaya maka takkan terjadi sampai penutupan.
"Sebab sampradaya ini dasar pengetahuannya adalah Veda. Penganut Veda sendiri adalah Hindu. Orang Hindu pelajari Veda. Dan sampradaya ini juga pelajari Veda. Jadi, apanya yang diragukan," ujarnya seraya menegaskan sampradaya ini cinta kasih kepada semua mahluk dan ntinya memberi kedamaian.
Sementara itu, Ketua ISKCON Indonesia Wayan Sudiara menambahkan, perlu memberi penjelasan terkait peristiwa demo terhadap sampradaya.
Ia bahkan menyesalkan aksi yang dinilai kurang tepat di saat sedang COVID-19 ada bencana alam di Bali dan tengah persiapan Mahasaba PHDI.
Ia mempertanyakan adanya pendapat kehadiran sampradaya menyebabkan hilangnya dresta. "Kalau betul ada yang hilang silakan lapor dan kami siap bertanggung jawab," ujarnya.
Dirinya merasa prihatin terhadap aksi demo dari Aliansi Hindu Nusantara yang menyampaikan aspirasi gerakan menolak Sampradaya Asing tersebut sebagai bagian Hindu Bali/Nusantara karena mengingat, Bali sebagai daerah pariwisata memerlukan kedamaian sehingga wksatawan berkenan datang ke Bali.
Belum lagi Bali sedang berduka karena korban gempa bumi yang terjadi pada Hari Sabtu (16/10).
"Sebaiknya energi difokuskan untuk mendukung keluarga korban agar bisa bangkit kembal, serta mendukung program pemulihan kesehatan dari pandemi COVID-19 dan membangkitkan ekonomi Bali.
Sedangkan tokoh lainnya yang juga anggota sampradaya Pendiri dan Pemilik Museum Ogoh Ogoh Mengwi The Ogoh Ogoh Bali mengatakan dalam sampradaya ini adat dan budaya (dresta) tetap dijalankan.
Dicontohkan kalau sesajen harus memakai "caru" tetap dijalankan. Yang tidak makan daging itu orangnya, sedangkan tata upacara tetap mengikuti dresta.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021