Kepala BNNP Bali Brigjen Pol Gde Sugianyar Dwi Putra meminta kepada para pecandu narkoba agar tidak takut melapor untuk menjalani rehabilitasi sampai pulih.
Pihaknya juga meminta agar seluruh pihak terutama orang terdekat dari pecandu tersebut tidak menutupi situasi sebenarnya dan segera mengarahkan melakukan rehabilitasi.
Dikatakannya, bahwa rehabilitasi dilakukan agar kondisi seseorang tersebut bisa pulih, dan melakukan aktivitas sosial dengan normal.
"Ini lah kenapa harus meyakinkan rehabilitasi dilakukan, karena kalau sudah kecanduan narkoba tidak ada istilah sembuh yang ada adalah pulih. Ya kalau orang sakit minum obat bisa sembuh, tapi kalau orang kena narkoba sudah mengenai sistem saraf bisa berujung kematian," jelasnya.
Proses rehabilitasi tidak bisa membuat kondisi menjadi seperti semula saat belum kecanduan narkotika, melainkan membantu mempertahankan kondisi sekitar 80 persen agar tidak menurun.
"Rehab itu tidak menjamin orang tidak memakai narkoba lagi, itu bisa jadi karena dipengaruhi oleh lingkungan dan situasi batin. Jadi harus mendapat dukungan dari orang terdekatnya, setelah rehab harus dijaga lagi sampai pulih produktif dan berfungsi sosial," katanya.
Selain itu, dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali sudah menyiapkan layanan rehabilitasi, salah satunya di RSJ Bangli dengan 15 tempat tidur, akan bertambah menjadi 100 tempat tidur.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Untuk pecandu lebih baik melapor secara sukarela ke BNN, tidak akan ditangkap dan dipidana, privasi dijaga, kalau sedang kuliah identitas seluruhnya tidak akan tersebar dan haknya juga terjaga, jadi jangan takut," kata Kepala BNNP Bali Brigjen Pol Gde Sugianyar Dwi Putra dalam kegiatan workshop Penguatan Kapasitas dalam mendukung Kota Tanggap Ancaman Narkoba di Badung, Bali, Kamis.
Pihaknya juga meminta agar seluruh pihak terutama orang terdekat dari pecandu tersebut tidak menutupi situasi sebenarnya dan segera mengarahkan melakukan rehabilitasi.
Dikatakannya, bahwa rehabilitasi dilakukan agar kondisi seseorang tersebut bisa pulih, dan melakukan aktivitas sosial dengan normal.
"Ini lah kenapa harus meyakinkan rehabilitasi dilakukan, karena kalau sudah kecanduan narkoba tidak ada istilah sembuh yang ada adalah pulih. Ya kalau orang sakit minum obat bisa sembuh, tapi kalau orang kena narkoba sudah mengenai sistem saraf bisa berujung kematian," jelasnya.
Proses rehabilitasi tidak bisa membuat kondisi menjadi seperti semula saat belum kecanduan narkotika, melainkan membantu mempertahankan kondisi sekitar 80 persen agar tidak menurun.
"Rehab itu tidak menjamin orang tidak memakai narkoba lagi, itu bisa jadi karena dipengaruhi oleh lingkungan dan situasi batin. Jadi harus mendapat dukungan dari orang terdekatnya, setelah rehab harus dijaga lagi sampai pulih produktif dan berfungsi sosial," katanya.
Sementara itu, berdasarkan penelitian BNN bersama LIPI Tahun 2019. Hasil prevalensi penyalah guna narkoba di Bali sebanyak 15.091 orang dan 90 persen diantaranya adalah pengguna sabu.
"Dari 15 ribu prevalensi ini kalau dibiarkan tidak ditangani maka percuma saja, karena dari sisi 'demand' terus ada, orang kalau sudah kecanduan mereka tidak takut kalau ditangkap atau bahkan tidak takut mati. Dengan direhabilitasi setidaknya kecanduan mereka teredam, sehingga permintaan barang itu berkurang," jelasnya.
Selain itu, dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali sudah menyiapkan layanan rehabilitasi, salah satunya di RSJ Bangli dengan 15 tempat tidur, akan bertambah menjadi 100 tempat tidur.
Dikatakannya, ada juga beberapa puskesmas menerima layanan wajib lapor, seperti Puskesmas Ubud 1 dan 2, Puskesmas Abiansemal 1, Puskesmas Kuta 1 dan 2, Puskesmas Tabanan 3, dan RSUP Sanglah, Denpasar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021