I Made Andika Putra, pemilik Pagi Motley yang merupakan studio pencelupan kain berbahan pewarna alami di Desa Sembiran, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, mengaku usahanya makin sukses menembus pasar luar negeri di tengah situasi pandemi COVID-19.
"Selama pandemi, omzet kami justru naik dari di atas Rp100 juta hingga Rp200 juta perbulan. Sedangkan sebelum pandemi rata-rata omzet kami maksimal Rp100 juta perbulan," kata Andika Putra saat ditemui di studionya di Singaraja, Buleleng, Jumat.
Usaha pencelupan kain berbahan pewarna alami dan juga sejumlah produk tekstil jadi lainnya berupa baju hingga interior rumah telah dilakoninya sejak Agustus 2019 dengan menggandeng hingga 10-15 orang warga sekitar desa.
"Astungkara (atas karunia Tuhan-red) pandemi tidak menjadi kendala buat kami, namun permintaan malah naik. Beberapa pembeli kami dari luar negeri juga akan datang langsung ke Bali dalam waktu dekat, apalagi dengan dibukanya pariwisata Bali untuk wisman mulai 14 Oktober ini," ucapnya.
Andika melihat peningkatan permintaan pasar untuk produknya, karena pandemi ini menjadikan masyarakat dunia kian sadar pentingnya usaha yang berkelanjutan yang tetap menjaga kelestarian lingkungan dan tidak sampai merusak alam.
Ia menyebut pewarna alami yang digunakan untuk mencelup kain seperti daun mangga untuk warna kuning, serabut kelapa untuk warna coklat, daun ketapang untuk warna hitam, kayu secang untuk warna merah dan untuk warga biru mengunakan pohon strobilanthes cusia atau akrab dikenal dengan nama kecibeling.
"Saya sengaja memilih usaha ini karena prospeknya bagus dan pemainnya tidak cukup banyak. Tidak saja memproduksi produk artisan, tetapi kami dapat memproduksi massal ukuran 100-200 meter," katanya saat menerima rombongan awak media peserta Capacity Building Media yang digelar oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali itu.
Permintaan jasa pencelupan kain di Pagi Motley dengan tarif dari Rp75 ribu hingga Rp250 ribu per meter itu datang berbagai negara seperti Jepang, California, Korea, Selandia Baru, Amerika Serikat dan sejumlah negara di Benua Eropa.
Andika mengaku akses pemasarannya semakin bagus setelah menjadi salah satu UMKM binaan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali.
Sementara itu, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Rizki Ernadi Wimanda mengatakan pihaknya secara aktif mendukung UMKM binaannya agar dapat semakin berkembang.
"Tidak saja dalam bentuk alat produksi, tetapi kami juga rutin memberikan pelatihan agar siap onboarding, dan mengikutkan binaan kami dalam berbagai ajang pameran bergengsi," ujar Rizki.
Hingga saat ini ada sekitar 32 UMKM yang menjadi binaan dan mitra dari KPwBI Bali. "Rata-rata kami bina sekitar 2-3 tahun, dan ketika sudah bisa mandiri, sudah mendapatkan cukup ilmu, maka akan kami lepas serta digantikan dengan UMKM lainnya," kata Rizki.
Rizki mengaku senang karena UMKM binaan BI bisa tetap eksis dan malah mengalami peningkatan permintaan di tengah kondisi pandemi COVID-19.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Selama pandemi, omzet kami justru naik dari di atas Rp100 juta hingga Rp200 juta perbulan. Sedangkan sebelum pandemi rata-rata omzet kami maksimal Rp100 juta perbulan," kata Andika Putra saat ditemui di studionya di Singaraja, Buleleng, Jumat.
Usaha pencelupan kain berbahan pewarna alami dan juga sejumlah produk tekstil jadi lainnya berupa baju hingga interior rumah telah dilakoninya sejak Agustus 2019 dengan menggandeng hingga 10-15 orang warga sekitar desa.
"Astungkara (atas karunia Tuhan-red) pandemi tidak menjadi kendala buat kami, namun permintaan malah naik. Beberapa pembeli kami dari luar negeri juga akan datang langsung ke Bali dalam waktu dekat, apalagi dengan dibukanya pariwisata Bali untuk wisman mulai 14 Oktober ini," ucapnya.
Andika melihat peningkatan permintaan pasar untuk produknya, karena pandemi ini menjadikan masyarakat dunia kian sadar pentingnya usaha yang berkelanjutan yang tetap menjaga kelestarian lingkungan dan tidak sampai merusak alam.
Ia menyebut pewarna alami yang digunakan untuk mencelup kain seperti daun mangga untuk warna kuning, serabut kelapa untuk warna coklat, daun ketapang untuk warna hitam, kayu secang untuk warna merah dan untuk warga biru mengunakan pohon strobilanthes cusia atau akrab dikenal dengan nama kecibeling.
"Saya sengaja memilih usaha ini karena prospeknya bagus dan pemainnya tidak cukup banyak. Tidak saja memproduksi produk artisan, tetapi kami dapat memproduksi massal ukuran 100-200 meter," katanya saat menerima rombongan awak media peserta Capacity Building Media yang digelar oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali itu.
Permintaan jasa pencelupan kain di Pagi Motley dengan tarif dari Rp75 ribu hingga Rp250 ribu per meter itu datang berbagai negara seperti Jepang, California, Korea, Selandia Baru, Amerika Serikat dan sejumlah negara di Benua Eropa.
Andika mengaku akses pemasarannya semakin bagus setelah menjadi salah satu UMKM binaan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali.
Sementara itu, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Rizki Ernadi Wimanda mengatakan pihaknya secara aktif mendukung UMKM binaannya agar dapat semakin berkembang.
"Tidak saja dalam bentuk alat produksi, tetapi kami juga rutin memberikan pelatihan agar siap onboarding, dan mengikutkan binaan kami dalam berbagai ajang pameran bergengsi," ujar Rizki.
Hingga saat ini ada sekitar 32 UMKM yang menjadi binaan dan mitra dari KPwBI Bali. "Rata-rata kami bina sekitar 2-3 tahun, dan ketika sudah bisa mandiri, sudah mendapatkan cukup ilmu, maka akan kami lepas serta digantikan dengan UMKM lainnya," kata Rizki.
Rizki mengaku senang karena UMKM binaan BI bisa tetap eksis dan malah mengalami peningkatan permintaan di tengah kondisi pandemi COVID-19.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021