Startup menjadi salah satu usaha yang berkembang pesat dalam beberapa waktu terakhir dan menjadi semakin pesat lagi di masa pandemi yang mengandalkan setiap aktivitas di ruang digital.
Founder sekaligus COO dari startup Xendit yaitu Tessa Wijaya yang kini fokus pada usaha payment gateway membagikan beberapa tipsnya bagi para pemula yang akan merintis startup agar bisa mencapai predikat unicorn.
Hal pertama yang harus dimiliki adalah berani melangkah baik anda sebagai perempuan atau pun laki-laki dan menganggap kedudukan anda setara.
Baca juga: "Startup" lokal kembangkan aplikasi belajar daring untuk sekolah/kampus
"Bahwa ada anggapan bidang matematika, science, tech itu didominasi laki-laki. Janganlah wanita takut. Kita itu semua sama. Jadi jalanin dulu saja, jangan takut. Kalau tidak berani maju bagaimana bisa membuat hasil yang bagus?," kata Tessa dalam konferensi pers virtual Gerakan Nasional "Ignition 1000 Startup Digital", Sabtu.
Selanjutnya sebagai pemula yang merintis usaha startup anda harus bisa memiliki ketahanan dan kemampuan beradaptasi yang baik.
Saat anda mengalami kegagalan, sebagai perintis usaha startup digital anda harus menjadikan kegagalan itu sebagai pembelajaran.
Anggapan kegagalan adalah akhir tidak lagi berlaku, Tessa menceritakan butuh pivot hingga lebih dari dua kali untuk akhirnya jenis layanan yang ia kembangkan bisa berhasil dan mencetak perusahaannya Xendit menjadi unicorn seperti saat ini.
Startup tentunya harus hadir membawa solusi yang nyata dan bisa digunakan oleh banyak masyarakat sebagai tolak ukur persiapannya bisnisnya matang.
Baca juga: UU Cipta Kerja jadi angin segar "startup" digital
Pada saat masa uji coba, anda tidak perlu berlama- lama mengembangkan produk dan cukup beri produk atau layanan dengan standar minimum atau disebut Tessa sebagai Minimum Valueable Product (MVP).
"Saat founder startup membuat produk uji coba memakan waktu 6-8 bulan. Bisa-bisa dia keburu telat karena ternyata akhirnya sudah banyak solusi yang sama. Jadi setidaknya paling lama produk itu 1 bulan harus sudah jadi," kata Tessa.
Ketika MVP sudah diujicobakan, anda bisa lebih cepat mengetahui kekurangan dan kelebihan produk dari masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam proses uji coba itu.
Ia menitikberatkan agar pendiri startup tidak bosan mencari dan mendengarkan masyarakat yang nantinya akan menjadi konsumen yang menggunakan produk startup.
"Tidak ada yang bisa mengganti peran dari mendengarkan dan berbicara ke pelanggan. Pasti akan menemukan banyak masalah dan tantangan. Tapi agar produk bisa sukses itu perlu terus ditanya ulang agar produknya diterima baik pelanggan. Ini hal paling penting untuk startup," kata Tessa.
Xendit merupakan startup terbaru di Indonesia yang mendapatkan predikat unicorn setelah mendapatkan suntikan dana dari investor senilai 150 juta dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
Founder sekaligus COO dari startup Xendit yaitu Tessa Wijaya yang kini fokus pada usaha payment gateway membagikan beberapa tipsnya bagi para pemula yang akan merintis startup agar bisa mencapai predikat unicorn.
Hal pertama yang harus dimiliki adalah berani melangkah baik anda sebagai perempuan atau pun laki-laki dan menganggap kedudukan anda setara.
Baca juga: "Startup" lokal kembangkan aplikasi belajar daring untuk sekolah/kampus
"Bahwa ada anggapan bidang matematika, science, tech itu didominasi laki-laki. Janganlah wanita takut. Kita itu semua sama. Jadi jalanin dulu saja, jangan takut. Kalau tidak berani maju bagaimana bisa membuat hasil yang bagus?," kata Tessa dalam konferensi pers virtual Gerakan Nasional "Ignition 1000 Startup Digital", Sabtu.
Selanjutnya sebagai pemula yang merintis usaha startup anda harus bisa memiliki ketahanan dan kemampuan beradaptasi yang baik.
Saat anda mengalami kegagalan, sebagai perintis usaha startup digital anda harus menjadikan kegagalan itu sebagai pembelajaran.
Anggapan kegagalan adalah akhir tidak lagi berlaku, Tessa menceritakan butuh pivot hingga lebih dari dua kali untuk akhirnya jenis layanan yang ia kembangkan bisa berhasil dan mencetak perusahaannya Xendit menjadi unicorn seperti saat ini.
Startup tentunya harus hadir membawa solusi yang nyata dan bisa digunakan oleh banyak masyarakat sebagai tolak ukur persiapannya bisnisnya matang.
Baca juga: UU Cipta Kerja jadi angin segar "startup" digital
Pada saat masa uji coba, anda tidak perlu berlama- lama mengembangkan produk dan cukup beri produk atau layanan dengan standar minimum atau disebut Tessa sebagai Minimum Valueable Product (MVP).
"Saat founder startup membuat produk uji coba memakan waktu 6-8 bulan. Bisa-bisa dia keburu telat karena ternyata akhirnya sudah banyak solusi yang sama. Jadi setidaknya paling lama produk itu 1 bulan harus sudah jadi," kata Tessa.
Ketika MVP sudah diujicobakan, anda bisa lebih cepat mengetahui kekurangan dan kelebihan produk dari masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam proses uji coba itu.
Ia menitikberatkan agar pendiri startup tidak bosan mencari dan mendengarkan masyarakat yang nantinya akan menjadi konsumen yang menggunakan produk startup.
"Tidak ada yang bisa mengganti peran dari mendengarkan dan berbicara ke pelanggan. Pasti akan menemukan banyak masalah dan tantangan. Tapi agar produk bisa sukses itu perlu terus ditanya ulang agar produknya diterima baik pelanggan. Ini hal paling penting untuk startup," kata Tessa.
Xendit merupakan startup terbaru di Indonesia yang mendapatkan predikat unicorn setelah mendapatkan suntikan dana dari investor senilai 150 juta dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021