Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) memfasilitasi pelaksanaan audit surveillance terhadap ITDC The Nusa Dua Bali, pada 6 - 8 Mei 2021 guna memperkuat branding dan reputasi dari destinasi tersebut.
Plt. Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf sekaligus sebagai lead auditor, Frans Teguh, dalam keterangannya, di Jakarta, Minggu, mengatakan audit surveillance merupakan tahapan monitoring performansi dan evaluasi dari lembaga sertifikasi kepada destinasi yang telah menerima sertifikasi sebelum jangka waktu sertifikasi berakhir.
“Hal ini untuk memastikan bahwa pengelola destinasi tetap berkomitmen dan ‘comply’ dalam menerapkan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan sesuai dengan standar kriteria yang menjadi acuan dalam skema sertifikasi yakni Permenpar Nomor 14 tahun 2016 tentang Pedoman Standar Destinasi Pariwisata Berkelanjutan Indonesia,” kata Frans Teguh.
Hal ini juga sejalan dengan arahan Menparekraf Sandiaga Uno agar pengembangan destinasi pariwisata harus mengedepankan platform inovasi, adaptasi dan kolaborasi dengan semakin meningkatkan partisipasi masyarakat dan para pemangku kepentingan dan berkontribusi dalam kegiatan kepariwisataan berkelanjutan.
Audit surveillance ini dilakukan oleh LS-Pro ISTC sebagai lembaga sertifikasi yang berada dalam naungan Kemenparekraf dan merupakan bagian dari Dewan Kepariwisataan Berkelanjutan Indonesia (Indonesia Sustainable Tourism Council).
Baca juga: ITDC wujudkan pariwisata berkelanjutan dengan kendaraan listrik
Seperti diketahui sertifikasi Pariwisata Berkelanjutan untuk ITDC diberikan sejak September 2019. Sertifikasi ini berlaku 3 tahun sampai dengan September 2022. Dalam kurun waktu tersebut diperlukan monitoring dan pengawasan terhadap performansi destinasi Nusa Dua.
Ia menjelaskan terdapat empat standar kategori dalam pengukuran dan monitoring ini, antara lain pengelolaan berkelanjutan, keberlanjutan sosial ekonomi, budaya, dan ekologi.
“Capain performansi dilakukan agar ITDC tetap mempertahankan reputasi dan kualitas orkestrasi tata kelola destinasi,” kata Frans.
Selain itu, skema dan sistem pemantauan efisiensi energi, ‘carbon footprint’ dan jejak ekologi, untuk menuju ‘green destination’ juga perlu didorong implementasinya. Karena pada dasarnya, ITDC sudah mulai mengunakan transportasi elektrik dan sistem pengelolaan lingkungan.
“ITDC diharapkan semakin meningkatkan tata kelola pariwisata dengan melakukan penguatan Destination Management Organization dan Destination Governance. Hal ini dimaksudkan agar Nusa Dua tampil sebagai destinasi yang memiliki ‘sense of place’, ‘holistic experience’, terpercaya atau kredibel dan tetap menjadi ‘top of mind’ bagi pasar domestik dan mancanegara,” ungkapnya.
Baca juga: The Nusa Dua bidik wisatawan domestik saat libur Nyepi
Pada kesempatan itu, Managing Director The ITDC Nusa Dua, I Gusti Ngurah Ardita menyampaikan bahwa pelaksanaan audit surveillance yang dilaksanakan oleh ISTC serta difasilitasi oleh Kemenparekraf ini sangat membantu ITDC selaku pengelola Kawasan The Nusa Dua.
Ini untuk memantau implementasi program “sustainable tourism” yang diterapkan dalam pelaksanaan manajemen tata kelola kawasan dan penyediaan, serta pemeliharaan infrastruktur yang ramah lingkungan, termasuk pelaksanaan kerja sama dengan lingkungan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan dan menjaga pelestarian budaya yang menjadi modal utama pariwisata Bali.
“Pemenuhan terhadap aspek kepariwisataan berkelanjutan dan implementasi konsep CHSE sekaligus akan meningkatkan ‘value’ Kawasan The Nusa Dua sebagai destinasi pariwisata yang terintegrasi dan dapat menjadi kebanggaan, serta ‘role model’ bagi kawasan lainnya di Indonesia yang hendak dikembangkan dengan prinsip berkelanjutan,” ujar I Gusti Ngurah.
Tahapan pelaksanaan audit surveillance ini, dimulai dengan penyampaian maksud dan tujuan oleh “lead auditor”, dilanjutkan dengan paparan yang disampaikan oleh Managing Director ITDC Nusa Dua.
Lalu, wawancara verifikasi dengan para pemangku kepentingan yang hadir, meliputi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Jero Bendesa Desa Adat Bualu, Desa Adat Benoa, Kelompok Paguyuban masyarakat sekitar, Perwakilan Dinas LHK, Dinas Pariwisata Kabupaten, Bali MICE, Pihak Keamanan (TNI dan Polri), dan lainnya.
Baca juga: Vaksinasi COVID-19 dapat yakinkan wisatawan kunjungi Bali
Dalam penyampaian hasil audit, lead auditor menyampaikan apresiasi tinggi kepada pengelola ITDC atas keberhasilannya dalam mempertahankan serta meningkatkan upaya keberlanjutan di destinasi.
Para auditor memberikan catatan “good points” atas capaian ITDC, antara lain sistem tanggap keselamatan dan bahaya kesehatan, kegiatan promosi yang akurat terkait situasi normal baru, dan terdapat video yang mempromosikan bagaimana penerapan CHSE guna meraih kepercayaan wisatawan.
Selain itu, pengelolaan lingkungan di ITDC Nusa Dua sudah berjalan dengan baik. Kawasan bersih, hijau, dan indah, dilengkapi dengan beragam tanaman di taman ataupun di masing-masing properti yang dikelola hotel.
Beberapa “best practices” dalam kategori lingkungan yang telah dilakukan ITDC yaitu konservasi flora dan fauna lokal, pengelolaan limbah cair (IPAL), dan limbah padat atau sampah (“composting” dan pengelolaan B3), pemanfaatan air bersih secara optimal melalui metode “Sea Water Reverse Osmosis” (SWRO) dan “Reuse Treated Wastewater” tanpa menggunakan air bersumber dari sumur bor.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
Plt. Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf sekaligus sebagai lead auditor, Frans Teguh, dalam keterangannya, di Jakarta, Minggu, mengatakan audit surveillance merupakan tahapan monitoring performansi dan evaluasi dari lembaga sertifikasi kepada destinasi yang telah menerima sertifikasi sebelum jangka waktu sertifikasi berakhir.
“Hal ini untuk memastikan bahwa pengelola destinasi tetap berkomitmen dan ‘comply’ dalam menerapkan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan sesuai dengan standar kriteria yang menjadi acuan dalam skema sertifikasi yakni Permenpar Nomor 14 tahun 2016 tentang Pedoman Standar Destinasi Pariwisata Berkelanjutan Indonesia,” kata Frans Teguh.
Hal ini juga sejalan dengan arahan Menparekraf Sandiaga Uno agar pengembangan destinasi pariwisata harus mengedepankan platform inovasi, adaptasi dan kolaborasi dengan semakin meningkatkan partisipasi masyarakat dan para pemangku kepentingan dan berkontribusi dalam kegiatan kepariwisataan berkelanjutan.
Audit surveillance ini dilakukan oleh LS-Pro ISTC sebagai lembaga sertifikasi yang berada dalam naungan Kemenparekraf dan merupakan bagian dari Dewan Kepariwisataan Berkelanjutan Indonesia (Indonesia Sustainable Tourism Council).
Baca juga: ITDC wujudkan pariwisata berkelanjutan dengan kendaraan listrik
Seperti diketahui sertifikasi Pariwisata Berkelanjutan untuk ITDC diberikan sejak September 2019. Sertifikasi ini berlaku 3 tahun sampai dengan September 2022. Dalam kurun waktu tersebut diperlukan monitoring dan pengawasan terhadap performansi destinasi Nusa Dua.
Ia menjelaskan terdapat empat standar kategori dalam pengukuran dan monitoring ini, antara lain pengelolaan berkelanjutan, keberlanjutan sosial ekonomi, budaya, dan ekologi.
“Capain performansi dilakukan agar ITDC tetap mempertahankan reputasi dan kualitas orkestrasi tata kelola destinasi,” kata Frans.
Selain itu, skema dan sistem pemantauan efisiensi energi, ‘carbon footprint’ dan jejak ekologi, untuk menuju ‘green destination’ juga perlu didorong implementasinya. Karena pada dasarnya, ITDC sudah mulai mengunakan transportasi elektrik dan sistem pengelolaan lingkungan.
“ITDC diharapkan semakin meningkatkan tata kelola pariwisata dengan melakukan penguatan Destination Management Organization dan Destination Governance. Hal ini dimaksudkan agar Nusa Dua tampil sebagai destinasi yang memiliki ‘sense of place’, ‘holistic experience’, terpercaya atau kredibel dan tetap menjadi ‘top of mind’ bagi pasar domestik dan mancanegara,” ungkapnya.
Baca juga: The Nusa Dua bidik wisatawan domestik saat libur Nyepi
Pada kesempatan itu, Managing Director The ITDC Nusa Dua, I Gusti Ngurah Ardita menyampaikan bahwa pelaksanaan audit surveillance yang dilaksanakan oleh ISTC serta difasilitasi oleh Kemenparekraf ini sangat membantu ITDC selaku pengelola Kawasan The Nusa Dua.
Ini untuk memantau implementasi program “sustainable tourism” yang diterapkan dalam pelaksanaan manajemen tata kelola kawasan dan penyediaan, serta pemeliharaan infrastruktur yang ramah lingkungan, termasuk pelaksanaan kerja sama dengan lingkungan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan dan menjaga pelestarian budaya yang menjadi modal utama pariwisata Bali.
“Pemenuhan terhadap aspek kepariwisataan berkelanjutan dan implementasi konsep CHSE sekaligus akan meningkatkan ‘value’ Kawasan The Nusa Dua sebagai destinasi pariwisata yang terintegrasi dan dapat menjadi kebanggaan, serta ‘role model’ bagi kawasan lainnya di Indonesia yang hendak dikembangkan dengan prinsip berkelanjutan,” ujar I Gusti Ngurah.
Tahapan pelaksanaan audit surveillance ini, dimulai dengan penyampaian maksud dan tujuan oleh “lead auditor”, dilanjutkan dengan paparan yang disampaikan oleh Managing Director ITDC Nusa Dua.
Lalu, wawancara verifikasi dengan para pemangku kepentingan yang hadir, meliputi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Jero Bendesa Desa Adat Bualu, Desa Adat Benoa, Kelompok Paguyuban masyarakat sekitar, Perwakilan Dinas LHK, Dinas Pariwisata Kabupaten, Bali MICE, Pihak Keamanan (TNI dan Polri), dan lainnya.
Baca juga: Vaksinasi COVID-19 dapat yakinkan wisatawan kunjungi Bali
Dalam penyampaian hasil audit, lead auditor menyampaikan apresiasi tinggi kepada pengelola ITDC atas keberhasilannya dalam mempertahankan serta meningkatkan upaya keberlanjutan di destinasi.
Para auditor memberikan catatan “good points” atas capaian ITDC, antara lain sistem tanggap keselamatan dan bahaya kesehatan, kegiatan promosi yang akurat terkait situasi normal baru, dan terdapat video yang mempromosikan bagaimana penerapan CHSE guna meraih kepercayaan wisatawan.
Selain itu, pengelolaan lingkungan di ITDC Nusa Dua sudah berjalan dengan baik. Kawasan bersih, hijau, dan indah, dilengkapi dengan beragam tanaman di taman ataupun di masing-masing properti yang dikelola hotel.
Beberapa “best practices” dalam kategori lingkungan yang telah dilakukan ITDC yaitu konservasi flora dan fauna lokal, pengelolaan limbah cair (IPAL), dan limbah padat atau sampah (“composting” dan pengelolaan B3), pemanfaatan air bersih secara optimal melalui metode “Sea Water Reverse Osmosis” (SWRO) dan “Reuse Treated Wastewater” tanpa menggunakan air bersumber dari sumur bor.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021