Oleh  I Ketut Sutika

Denpasar (Antara Bali) - Sosok wanita berwajah ayu itu membaringkan diri di kursi panjang, beberapa saat memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Denpasar, sehingga ketua majelis hakim menjadi berang atas perilakunya tersebut.

Schapelle Leigh Corby, mantan mahasiswi Beauty Therapy College Gold Coast Clt D Australia saat itu hari Kamis, 14 April 2005, mengaku sakit dan ketika dibangunkan oleh penerjemahnya mau muntah-muntah.

Dr Cony Pangkahila, dokter keluarga segera mendapat tugas untuk memeriksa kesehatan penyelundup 4,2 kilogram mariyuana dari Australia ke Bali lewat Bandara Ngurah Rai.

Dokter itu kemudian menjelaskan kepada majelis hakim, bahwa kondisi kesehatan Corby kurang baik, kepalanya pusing dan mengalami stres dengan tekanan darah 110/160.

Oleh sebab itu perlu diberikan istirahat satu hingga dua hari sambil menjalani perawatan di rumah sakit, sehingga proses persidangan dihentikan sementara. Itulah sekilas tentang proses persidangan Corby yang lebih dikenal dengan Ratu Mariyuana, hingga akhirnya divonis selama 20 tahun penjara.

Dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar yang berlangsung lebih dari lima bulan itu, Corby selalu tampil beda. Setiap penampilan dalam persidangan itu mendapat perhatian besar dari wartawan dalam dan luar negeri.

Bahkan sejumlah televisi Australia menyiarkan langsung jalannya persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Linton Sirait, SH.

Corby diseret ke meja hijau, setelah mengaku memiliki tas yang berisi papan selancar yang didalamnya ditemukan 4,2 kilogram mariyuana. Ia datang dari Australia ke Bali dengan menumpang pesawat Australia Airlines AQ 7829 mendarat di Bandara Ngurah Rai Bali pukul 15.00 waktu setempat pada hari Jumat 8 Oktober 2004.

Dari sejumlah bagasi yang diperiksa petugas Bea dan Cukai dengan menggunakan alat pemindai, salah satu di antaranya dicurigai, yang kemudian diisi tanda, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan.

Akibat bagasi tersebut belum diketahui siapa pemilik di antara penumpang yang terbang dari Brisbene, Australia itu, Corby kemudian datang dan mengaku bagasi yang antara lain berisi papan selancar dan 4,2 kg mariyuana itu sebagai miliknya.

Terbitkan buku

Saat diringkus di Bandara Ngurah Rai itu delapan tahun silam Corby baru berumur 27 tahun, sehingga sekarang usianya telah mencapai 35 tahun.

Selama menghuni Lapas Kelas II A di Kerobokan, Kabupaten Badung itu Corby hampir dua kali dalam setahun mendapat remisi bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI dan hari besar keagamaan.

Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menurut Humas Pengadilan Negeri Denpasar Amzer Simanjuntak telah menyetujui permohonan grasi Corby yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 22/G Tahun 2012, yang ditetapkan  15 Mei 2012.

Presiden memberikan grasi atau pengampunan terhadap Corby selama lima tahun, dari vonis hukuman 20 tahun menjadi 15 tahun penjara. Sementara pidana denda tetap harus dibayar sebagaimana ditetapkan pengadilan saat itu.

"Denda berupa uang sebesar Rp100 juta tetap harus dibayarkan dengan subsider kurungan enam bulan penjara. Selanjutnya putusan grasi ini akan diberikan kepada Corby melalui Kejaksaan Negeri Denpasar," ucapnya.

Pada 20 Juli 2005, Pengadilan Negeri Denpasar kembali membuka persidangan dalam tingkat banding dengan menghadirkan beberapa saksi baru. Kemudian pada 12 Oktober 2005, setelah melalui banding, hukuman Corby dikurangi lima tahun menjadi 15 tahun.

Namun, pada 12 Januari 2006, melalui putusan kasasi, Mahkamah Agung menghukum Corby menjadi 20 tahun penjara dengan alasan bahwa narkotika yang dia selundupkan ke Pulau Dewata termasuk kelas I atau tergolong berbahaya.

Dengan adanya grasi dan remisi yang telah dinikmati itu Corby akan menikmati pembebasan bersyarat pada September 2012.

Guru Besar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof Dr Drs Yohanes Usfunan, SH, MA menilai pemberian grasi terhadap Corby terkesan diistimewakan.

Perlakuan istimewa itu sangat kontradiktif disaat pemerintah Indonesia gencar memberantas kejahatan narkoba yang mengganggu kelangsungan hidup bangsa dan negara ini.

Padahal pemerintah seharusnya konsisten dalam memerangi kejahatan narkoba dan tidak ada kompromi dengan memberikan grasi kepada penyelundup benda haram.

Meskipun demikian pemberian grasi itu memang tidak bisa diganggu gugat, karena merupakan hak prerogratif Presiden. Pemberian grasi itu didasarkan atas pertimbangan kemanusiaan.

"Meskipun demikian karena Corby terkesan mendapat keistimewaan dibanding napi lainnya hal itu patut disesalkan dan mudah-mudahan tidak terulang lagi terhadap pelaku kejahatan lainnya di masa mendatang," harap Prof Usfunan yang juga konsultan UNDP PBB di Timor Leste untuk bidang pembuatan Undang-Undang.(*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012