Gianyar (Antara Bali) - Penulis asal Australia John Stowell meluncurkan buku raksasa untuk mengenang Walter Spies, pelukis berdarah Jerman yang memperkenalkan Bali kepada para seniman Eropa pada 1930-an.
Buku berukuran 50x40 cm itu diluncurkan di Museum Puri Lukisan, Ubud, Kabupaten Gianyar, Jumat. "Saya sudah merancang buku ini sejak 1983 karena saya tertarik dengan perjuangan sang pelukis Walter Spies," kata mengawali acara bedah buku di Ubud itu.
Spies menjadi inspirasi bagi Stowell sehingga menghabiskan waktunya untuk melakukan penelitian di Jerman dan mengumpulkan data-data penting lainnya.
Buku setebal 326 halaman itu berisi karya Spies yang belum disentuh oleh penulis dan dipublikasikannya. "Kami menerbitkan buku ini hanya 150 eksemplar dan satu buku kami hargai Rp50 juta," katanya.
Dalam acara tersebut, Tjokorda Putra Sukawati selaku penglingsir Puri Ubud mengemukakan bahwa Walter Spies telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjalanan keluarga Puri Ubud.
Spies pertama kali datang ke Ubud pada April 1925 atas undangan punggawa kerajaan Ubud, Tjokorda Raka Sukawati.
"Pada saat itu Spies masih menjadi Direktur Orkestra Keraton Yogyakarta,†kata Putra Sukawati itu.
Setelah beberapa kali kunjungan ke Ubud, akhirnya Spies lebih betah tinggal di Puri Ubud dan membangun rumah di Campuhan pada 1930.
Bekas rumah yang ditempati Spies di Puri Ubud akhirnya ditempati oleh rekannya yang juga pelukis terkenal berkebangsaan Belanda Johan Rudolf Bonnet pada 1929.
Kemudian, Spies bersama Bonnet dan Tjokorda Agung Sukawati serta pelukis terkenal I Gusti Nyoman Lempad membuat perkumpulan seni pada 1936.
Perkumpulan seni itu dinamakan Pithamaha. Dari perkumpulan seni itu lahirlah Museum
Puri Lukisan.(IPA/M038/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
Buku berukuran 50x40 cm itu diluncurkan di Museum Puri Lukisan, Ubud, Kabupaten Gianyar, Jumat. "Saya sudah merancang buku ini sejak 1983 karena saya tertarik dengan perjuangan sang pelukis Walter Spies," kata mengawali acara bedah buku di Ubud itu.
Spies menjadi inspirasi bagi Stowell sehingga menghabiskan waktunya untuk melakukan penelitian di Jerman dan mengumpulkan data-data penting lainnya.
Buku setebal 326 halaman itu berisi karya Spies yang belum disentuh oleh penulis dan dipublikasikannya. "Kami menerbitkan buku ini hanya 150 eksemplar dan satu buku kami hargai Rp50 juta," katanya.
Dalam acara tersebut, Tjokorda Putra Sukawati selaku penglingsir Puri Ubud mengemukakan bahwa Walter Spies telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjalanan keluarga Puri Ubud.
Spies pertama kali datang ke Ubud pada April 1925 atas undangan punggawa kerajaan Ubud, Tjokorda Raka Sukawati.
"Pada saat itu Spies masih menjadi Direktur Orkestra Keraton Yogyakarta,†kata Putra Sukawati itu.
Setelah beberapa kali kunjungan ke Ubud, akhirnya Spies lebih betah tinggal di Puri Ubud dan membangun rumah di Campuhan pada 1930.
Bekas rumah yang ditempati Spies di Puri Ubud akhirnya ditempati oleh rekannya yang juga pelukis terkenal berkebangsaan Belanda Johan Rudolf Bonnet pada 1929.
Kemudian, Spies bersama Bonnet dan Tjokorda Agung Sukawati serta pelukis terkenal I Gusti Nyoman Lempad membuat perkumpulan seni pada 1936.
Perkumpulan seni itu dinamakan Pithamaha. Dari perkumpulan seni itu lahirlah Museum
Puri Lukisan.(IPA/M038/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012