Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan realisasi pendapatan negara hingga 31 Desember 2020 sebesar Rp1.633,6 triliun atau 96,1 persen dari target perubahan APBN dalam Perpres 72/2020 yaitu Rp1.699,9 triliun atau terkontraksi 16,7 persen (yoy) dibandingkan 2019 sebesar Rp1.960,6 triliun.
"Tadinya Rp2.233,2 triliun kita revisi ke Rp1.699,9 triliun dan realisasinya Rp1.633 triliun. Pendapatan negara kita mengalami kontraksi 16,7 persen atau turun Rp327 triliun dibandingkan tahun lalu atau kalau dibandingkan desain APBN awal mengalami penurunan Rp599,6 triliun," katanya dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani menuturkan pendapatan negara turun karena penerimaan pajak terkontraksi hingga 19,7 persen (yoy) yaitu Rp1.070 triliun atau 89,3 persen dari target perubahan APBN dalam Perpres 72/2020 Rp1.198,8 triliun.
Pertumbuhan minus pada penerimaan pajak terjadi karena seluruh realisasi komponennya mengalami kontraksi yakni PPh migas Rp33,2 triliun atau 104,1 persen dari target Rp31,9 triliun dan turun hingga 43,9 persen dibanding periode sama tahun lalu Rp59,2 triliun.
Baca juga: Penerimaan pajak hingga 23 Desember 2020 capai Rp1.019,56 triliun
Untuk pajak nonmigas yang telah terealisasi Rp1.036,8 triliun atau 88,8 persen dari target dalam Perpres 72/2020 yakni Rp1.167 triliun turut terkontraksi hingga 18,6 persen dibanding 2019 sebesar Rp1.273,5 triliun.
Pajak nonmigas terkontraksi 18,6 persen karena penerimaan PPh nonmigas Rp560,7 triliun yang merupakan 87,8 persen dari target Rp638,5 triliun mengalami kontraksi 21,4 persen dibanding 2019 sebesar Rp713,1 triliun.
Kemudian, untuk pajak pertambahan nilai (PPN) turut mengalami kontraksi 15,6 persen karena penerimaannya hanya Rp448,4 triliun dibandingkan tahun lalu Rp531,6 triliun, namun telah memenuhi 88,4 persen dari target Rp507,5 triliun.
Untuk pajak bumi dan bangunan yang merupakan komponen dari pajak nonmigas terealisasi Rp21 triliun atau 155,9 persen dari target Rp13,4 triliun namun tetap mengalami kontraksi 0,9 persen dibanding tahun lalu Rp21,1 triliun.
Untuk pajak lainnya yang juga masuk dalam komponen pajak nonmigas ikut serta terkontraksi hingga 11,7 persen karena realisasinya hanya Rp6,8 triliun dibanding 2019 Rp7,7 triliun namun telah mencakup 90,6 persen dari target Rp7,5 triliun.
Sementara, untuk penerimaan kepabeanan dan cukai terealisasi Rp212,8 triliun atau 103,5 persen dari target Rp205,7 triliun namun masih terkontraksi 0,3 persen (yoy) dibanding periode sama 2019 yakni Rp213,5 triliun.
Pertumbuhan negatif pada penerimaan kepabeanan dan cukai terjadi karena pajak perdagangan internasional tumbuh minus 11,1 persen yaitu Rp36,5 triliun dibanding Rp41,1 triliun pada 2019 namun telah mencakup 108,9 persen dari target Rp33,5 triliun.
Pajak perdagangan internasional tersebut meliputi bea masuk Rp32,3 triliun yang merupakan 101,3 persen dari target dalam Perpres 72/2020 Rp31,83 triliun atau terkontraksi 14 persen dibandingkan periode sama tahun lalu Rp37,5 triliun.
Kemudian untuk bea masuk terealisasi Rp26,39 triliun dan merupakan 82,9 persen dari target dalam Perpres 72/2020 Rp31,83 triliun atau terkontraksi 12,49 persen dibandingkan periode sama tahun lalu Rp30,16 triliun.
Baca juga: Menkeu revisi proyeksi ekonomi RI 2020 tumbuh minus 2,2-1,7 persen
Sedangkan bea keluar mengalami tumbuh positif 19,5 persen yaitu realisasinya sebesar Rp4,2 triliun dibanding tahun lalu Rp3,5 triliun atau 255 persen dari target dalam Perpres 72/2020 Rp1,7 triliun.
Di sisi lain untuk realisasi cukai yang mencapai Rp176,3 triliun mampu tumbuh 2,3 persen (yoy) dibanding 2019 Rp172,4 triliun dan telah memenuhi 102,4 persen target dalam Perpres 72/2020 Rp172,2 triliun.
Selanjutnya, pendapatan negara juga ditunjang oleh realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp338,5 triliun atau 115,1 persen dari target dalam Perpres 72/2020 yaitu Rp294,1 triliun.
Realisasi PNBP tersebut berada pada zona negatif yaitu 17,2 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp409 triliun.
Di sisi lain, untuk penerimaan negara dari hibah mengalami peningkatan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yakni mencapai 123,7 persen atau dari Rp5,5 triliun menjadi Rp12,3 triliun.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Tadinya Rp2.233,2 triliun kita revisi ke Rp1.699,9 triliun dan realisasinya Rp1.633 triliun. Pendapatan negara kita mengalami kontraksi 16,7 persen atau turun Rp327 triliun dibandingkan tahun lalu atau kalau dibandingkan desain APBN awal mengalami penurunan Rp599,6 triliun," katanya dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani menuturkan pendapatan negara turun karena penerimaan pajak terkontraksi hingga 19,7 persen (yoy) yaitu Rp1.070 triliun atau 89,3 persen dari target perubahan APBN dalam Perpres 72/2020 Rp1.198,8 triliun.
Pertumbuhan minus pada penerimaan pajak terjadi karena seluruh realisasi komponennya mengalami kontraksi yakni PPh migas Rp33,2 triliun atau 104,1 persen dari target Rp31,9 triliun dan turun hingga 43,9 persen dibanding periode sama tahun lalu Rp59,2 triliun.
Baca juga: Penerimaan pajak hingga 23 Desember 2020 capai Rp1.019,56 triliun
Untuk pajak nonmigas yang telah terealisasi Rp1.036,8 triliun atau 88,8 persen dari target dalam Perpres 72/2020 yakni Rp1.167 triliun turut terkontraksi hingga 18,6 persen dibanding 2019 sebesar Rp1.273,5 triliun.
Pajak nonmigas terkontraksi 18,6 persen karena penerimaan PPh nonmigas Rp560,7 triliun yang merupakan 87,8 persen dari target Rp638,5 triliun mengalami kontraksi 21,4 persen dibanding 2019 sebesar Rp713,1 triliun.
Kemudian, untuk pajak pertambahan nilai (PPN) turut mengalami kontraksi 15,6 persen karena penerimaannya hanya Rp448,4 triliun dibandingkan tahun lalu Rp531,6 triliun, namun telah memenuhi 88,4 persen dari target Rp507,5 triliun.
Untuk pajak bumi dan bangunan yang merupakan komponen dari pajak nonmigas terealisasi Rp21 triliun atau 155,9 persen dari target Rp13,4 triliun namun tetap mengalami kontraksi 0,9 persen dibanding tahun lalu Rp21,1 triliun.
Untuk pajak lainnya yang juga masuk dalam komponen pajak nonmigas ikut serta terkontraksi hingga 11,7 persen karena realisasinya hanya Rp6,8 triliun dibanding 2019 Rp7,7 triliun namun telah mencakup 90,6 persen dari target Rp7,5 triliun.
Sementara, untuk penerimaan kepabeanan dan cukai terealisasi Rp212,8 triliun atau 103,5 persen dari target Rp205,7 triliun namun masih terkontraksi 0,3 persen (yoy) dibanding periode sama 2019 yakni Rp213,5 triliun.
Pertumbuhan negatif pada penerimaan kepabeanan dan cukai terjadi karena pajak perdagangan internasional tumbuh minus 11,1 persen yaitu Rp36,5 triliun dibanding Rp41,1 triliun pada 2019 namun telah mencakup 108,9 persen dari target Rp33,5 triliun.
Pajak perdagangan internasional tersebut meliputi bea masuk Rp32,3 triliun yang merupakan 101,3 persen dari target dalam Perpres 72/2020 Rp31,83 triliun atau terkontraksi 14 persen dibandingkan periode sama tahun lalu Rp37,5 triliun.
Kemudian untuk bea masuk terealisasi Rp26,39 triliun dan merupakan 82,9 persen dari target dalam Perpres 72/2020 Rp31,83 triliun atau terkontraksi 12,49 persen dibandingkan periode sama tahun lalu Rp30,16 triliun.
Baca juga: Menkeu revisi proyeksi ekonomi RI 2020 tumbuh minus 2,2-1,7 persen
Sedangkan bea keluar mengalami tumbuh positif 19,5 persen yaitu realisasinya sebesar Rp4,2 triliun dibanding tahun lalu Rp3,5 triliun atau 255 persen dari target dalam Perpres 72/2020 Rp1,7 triliun.
Di sisi lain untuk realisasi cukai yang mencapai Rp176,3 triliun mampu tumbuh 2,3 persen (yoy) dibanding 2019 Rp172,4 triliun dan telah memenuhi 102,4 persen target dalam Perpres 72/2020 Rp172,2 triliun.
Selanjutnya, pendapatan negara juga ditunjang oleh realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp338,5 triliun atau 115,1 persen dari target dalam Perpres 72/2020 yaitu Rp294,1 triliun.
Realisasi PNBP tersebut berada pada zona negatif yaitu 17,2 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp409 triliun.
Di sisi lain, untuk penerimaan negara dari hibah mengalami peningkatan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yakni mencapai 123,7 persen atau dari Rp5,5 triliun menjadi Rp12,3 triliun.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021