Gubernur Bali Wayan Koster mematangkan rencana pembangunan kawasan Pusat Kebudayaan Bali di Kabupaten Klungkung dengan melakukan konsultasi publik bersama tokoh-tokoh masyarakat setempat dan pemangku kepentingan terkait.
"Secara konsep perencanaan, ada tiga konsep yaitu konsep utama pembangunan kawasan Pusat Kebudayaan Bali dengan merencanakan tempat yang dapat menjadi inventarisasi warisan Kebudayaan masa lalu diintegrasikan dengan kebutuhan pengetahuan dan teknologi masa kini, dan masa yang akan datang, sehingga nilai-nilai luhur budaya dapat terwarisi secara berkelanjutan," kata Koster dalam acara konsultasi publik di Semarapura, Klungkung, Senin.
Dalam pemaparannya, Koster menjelaskan kawasan Pusat Kebudayaan Bali yang berlokasi di Eks Galian C Gunaksa, Kabupaten Klungkung ini semula merupakan wilayah yang rusak, tergenang dan terbengkalai.
Hal itu karena setelah Gunung Agung di Kabupaten Karangasem pada tahun 1963 meletus, menjadikan lahan persawahan yang subur tersebut tertutup aliran lahar dingin Gunung Agung lebih dari 300 hektare.
Untuk mewujudkan Pusat Kebudayaan Bali, pihaknya melalui Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Bali telah melakukan penetapan lokasi kawasan pembangunan dengan luas mencapai 334, 62 hektare yang terdiri dari Pemukiman Desa Tangkas Eksisting sebanyak 11,19 hektare, Penetapan Lokasi (Penlok) Tahap I seluas 110,31 hektare, dan Penlok Tahap II dengan luas 213,12 hektare.
Dalam pembangunan Pusat Kebudayaan Bali, lanjut Koster, juga terdapat konsep edukasi, konservasi, rekreasi, dan pembangunan ramah lingkungan yang berkelanjutan dan pembangunan terintegrasi berbasis teknologi informasi.
Kemudian ada juga konsep infrastruktur terintegrasi dan ramah lingkungan, dengan adanya perhubungan darat (jalan, kereta LRT dan ART), Perhubungan Laut (Pelabuhan Gunaksa, Marina), dan pengembangan infrastruktur yang aman dan ramah lingkungan.
Baca juga: Pusat Kebudayaan Bali "disuntik" Rp2,5 triliun dari dana PEN
Koster menambahkan, di setiap pembangunannya juga akan selalu berpedoman pada ajaran Trisakti Bung Karno yakni Berdaulat di bidang Politik, Berdikari di bidang Ekonomi, dan Berkepribadian dalam bidang Kebudayaan.
"Dalam masterplan pembangunan kawasan Pusat Kebudayaan Bali mengusung konsep Tri Mandala dan Sat Kerthi, yang terdiri dari Wana Kerthi dengan pembangunan taman hutan raya dan taman rekreasi. Selanjutnya Danu Kerthi, dengan pembangunan danau, serta "estuary dam" ujarnya.
Untuk Atma Kerthi terdapat bangunan Catus Patha, Jagat Kerthi terdapat bangunan Panggung Terbuka. Sedangkan Jana Kerthi ini merupakan Pusat Kebudayaan Bali dengan memiliki area pendukung lainnya, dan Segara Kerthi merupakan laut, dan marina.
"Jadi saya berkeinginan untuk mengangkat martabat kebudayaan Bali, karena dalam sejarah Bali di Klungkung, ini adalah tempat masa keemasan Kebudayaan Bali yang saat itu terjadi di era Kerajaan Gelgel dengan Raja Dalem Waturengong," kata mantan Anggota DPR-RI tiga periode ini.
Oleh karena itu, ucap dia, harus dilakukan upaya perlindungan dan penataan, sekaligus mengembangkan wilayah ini menjadi bermanfaat untuk masyarakat Bali dan Klungkung khususnya.
Dalam Konsultasi Publik Rencana Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali di Kabupaten Klungkung tersebut, turut juga dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta, Ketua DPRD Klungkung Anak Agung Gde Anom, Kepala Perangkat Daerah di lingkungan Pemprov Bali, para Kelompok Ahli Pembangunan Provinsi Bali, dan Kepala Kanwil BPN Provinsi Bali.
Kemudian ada juga Tim Persiapan Pengadaan Tanah Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali di Kabupaten Klungkung, Camat Klungkung dan Camat Dawan, hingga Para Perbekel di Desa Tangkas, Desa Jumpai, Desa Gunaksa, Desa Sampalan Klod, dan Perbekel di Desa Gelgel.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Secara konsep perencanaan, ada tiga konsep yaitu konsep utama pembangunan kawasan Pusat Kebudayaan Bali dengan merencanakan tempat yang dapat menjadi inventarisasi warisan Kebudayaan masa lalu diintegrasikan dengan kebutuhan pengetahuan dan teknologi masa kini, dan masa yang akan datang, sehingga nilai-nilai luhur budaya dapat terwarisi secara berkelanjutan," kata Koster dalam acara konsultasi publik di Semarapura, Klungkung, Senin.
Dalam pemaparannya, Koster menjelaskan kawasan Pusat Kebudayaan Bali yang berlokasi di Eks Galian C Gunaksa, Kabupaten Klungkung ini semula merupakan wilayah yang rusak, tergenang dan terbengkalai.
Hal itu karena setelah Gunung Agung di Kabupaten Karangasem pada tahun 1963 meletus, menjadikan lahan persawahan yang subur tersebut tertutup aliran lahar dingin Gunung Agung lebih dari 300 hektare.
Untuk mewujudkan Pusat Kebudayaan Bali, pihaknya melalui Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Bali telah melakukan penetapan lokasi kawasan pembangunan dengan luas mencapai 334, 62 hektare yang terdiri dari Pemukiman Desa Tangkas Eksisting sebanyak 11,19 hektare, Penetapan Lokasi (Penlok) Tahap I seluas 110,31 hektare, dan Penlok Tahap II dengan luas 213,12 hektare.
Dalam pembangunan Pusat Kebudayaan Bali, lanjut Koster, juga terdapat konsep edukasi, konservasi, rekreasi, dan pembangunan ramah lingkungan yang berkelanjutan dan pembangunan terintegrasi berbasis teknologi informasi.
Kemudian ada juga konsep infrastruktur terintegrasi dan ramah lingkungan, dengan adanya perhubungan darat (jalan, kereta LRT dan ART), Perhubungan Laut (Pelabuhan Gunaksa, Marina), dan pengembangan infrastruktur yang aman dan ramah lingkungan.
Baca juga: Pusat Kebudayaan Bali "disuntik" Rp2,5 triliun dari dana PEN
Koster menambahkan, di setiap pembangunannya juga akan selalu berpedoman pada ajaran Trisakti Bung Karno yakni Berdaulat di bidang Politik, Berdikari di bidang Ekonomi, dan Berkepribadian dalam bidang Kebudayaan.
"Dalam masterplan pembangunan kawasan Pusat Kebudayaan Bali mengusung konsep Tri Mandala dan Sat Kerthi, yang terdiri dari Wana Kerthi dengan pembangunan taman hutan raya dan taman rekreasi. Selanjutnya Danu Kerthi, dengan pembangunan danau, serta "estuary dam" ujarnya.
Untuk Atma Kerthi terdapat bangunan Catus Patha, Jagat Kerthi terdapat bangunan Panggung Terbuka. Sedangkan Jana Kerthi ini merupakan Pusat Kebudayaan Bali dengan memiliki area pendukung lainnya, dan Segara Kerthi merupakan laut, dan marina.
"Jadi saya berkeinginan untuk mengangkat martabat kebudayaan Bali, karena dalam sejarah Bali di Klungkung, ini adalah tempat masa keemasan Kebudayaan Bali yang saat itu terjadi di era Kerajaan Gelgel dengan Raja Dalem Waturengong," kata mantan Anggota DPR-RI tiga periode ini.
Oleh karena itu, ucap dia, harus dilakukan upaya perlindungan dan penataan, sekaligus mengembangkan wilayah ini menjadi bermanfaat untuk masyarakat Bali dan Klungkung khususnya.
Dalam Konsultasi Publik Rencana Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali di Kabupaten Klungkung tersebut, turut juga dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta, Ketua DPRD Klungkung Anak Agung Gde Anom, Kepala Perangkat Daerah di lingkungan Pemprov Bali, para Kelompok Ahli Pembangunan Provinsi Bali, dan Kepala Kanwil BPN Provinsi Bali.
Kemudian ada juga Tim Persiapan Pengadaan Tanah Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali di Kabupaten Klungkung, Camat Klungkung dan Camat Dawan, hingga Para Perbekel di Desa Tangkas, Desa Jumpai, Desa Gunaksa, Desa Sampalan Klod, dan Perbekel di Desa Gelgel.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020