Perintis komunitas Petani Muda Keren Nengah Sumerta menginginkan pemerintah daerah dapat melakukan upaya nyata membantu para petani lokal bisa memenangkan persaingan dalam pemasaran produk-produk hasil pertanian.

"Contohnya saja untuk pisang dan pepaya yang dijual sejumlah ritel modern itu hingga saat ini masih didatangkan dari luar Bali, padahal kita juga memiliki produk pertanian yang berkualitas," kata Sumerta saat menyampaikan masukan dalam penyerapan aspirasi yang dilakukan secara virtual oleh anggota DPD RI Made Mangku Pastika, di Denpasar, Selasa.

Sumerta mengapresiasi sejumlah regulasi yang diterbitkan pemerintah daerah sebagai bentuk keberpihakan pada petani, seperti halnya Peraturan Gubernur Bali  Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali.

"Hanya saja, petani sejauh ini belum bisa mendapatkan manfaat langsung. Jangan sampai regulasi menjadi macan ompong dan petani kita tetap dijajah," ucap pria tamatan D3 Bahasa Inggris itu.

Tak hanya di ritel modern, dari survei kecil-kecilan yang pernah dilakukan, di pasar tradisional Banyuasri, Kabupaten Buleleng saja sekitar 85 persen sayurnya didatangkan dari Jawa Timur.

Demikian juga di Pasar Batukandik, Kota Denpasar setiap harinya itu masuk sebanyak 32 ton pisang yang didatangkan dari luar Bali. 

Oleh karena itu, ia bersama sekitar 200 petani milenial  dalam Petani Muda Keren tergugah untuk mengembangkan berbagai komoditas pertanian seperti pisang, mangga, manggis, buah naga, alpukat, kakao dan buah-buahan lainnya dengan mengadopsi teknologi dan sekaligus memanfaatkan aplikasi untuk pemasarannya. Tak hanya disuplai untuk pasar-pasar di Bali, juga sudah merambah pasar ekspor.

"Misalnya untuk penyiraman dengan sistem irigasi tetes yang disinergikan dengan aplikasi, tidak saja menghemat air hingga 80 persen, juga bisa menghemat penggunaan tenaga kerja. Dengan pemanfaatan teknologi, untuk menjadi petani sekarang itu tidak mesti harus seharian berjemur di lapangan," ucap mantan Wakil Kepala SMAN Bali Mandara itu.

Untuk di Desa Tembok, Kabupaten Buleleng, Petani Muda Keren bersinergi dengan sejumlah pihak juga memfasilitasi pembiayaan dan perawatan 1.968 pohon mangga milik petani setempat yang masing-masing senilai Rp450 ribu, serta nantinya petani juga tetap mendapatkan bagi hasil usaha.

Petani juga diedukasi dalam penggunaan pupuk organik, memanen yang memang matang pohon hingga dibantu akses pemasarannya.

Hal itu dilakukan untuk menjaga keberlangsungan pohon mangga petani setempat yang sebelumnya kerap dikontrakkan senilai Rp84 ribu setiap pohon pertahunnya kepada para pengepul.

Oleh pengepul, karena dieksploitasi berlebihan agar menghasilkan buah yang lebat dengan penggunaan pupuk kimia, akibatnya 47 persen pohon mangga dalam kurun waktu lima tahun akhirnya mati.

"Dari Rp450 ribu pembiayaan pohon mangga per pohon, petani akan menerima uang tunai di awal Rp100 ribu, memiliki hak mengambil sembako senilai Rp100 ribu yang bisa diambil di Bumdes, Rp100 ribu untuk penyediaan sarana pokok produksi, dan sisanya dibayarkan kepada tenaga kerja yang keliling merawat tanaman," ucapnya.

Sementara itu, Komang Edi Juliana, petani anggota Petani Muda Keren mengatakan masih diperlukan upaya untuk menggugah masyarakat Bali untuk menekuni pertanian. 

"Memang harus mengubah pertanian ke arah yang lebih mengasyikkan, lebih menguntungkan, dan seru," ucapnya sembari mengatakan sektor pertanianlah yang saat pandemi ini masih bisa bertahan.

Keengganan orang untuk bertani, lanjut dia, karena seringkali petani baru sumringah dengan hasil panen, justru sudah mendapat gempuran produk luar Bali sehingga harga-harga menjadi anjlok.

Sementara itu, anggota DPD RI Made Mangku Pastika mengatakan sebelumnya masyarakat Bali terkesan enggan untuk bertani karena kerap diidentikkan dengan pekerjaan yang kotor, kolot, hasilnya sedikit sehingga akhirnya hanya digeluti oleh mereka yang berusia lanjut.

"Setiap tahun pengangguran bertambah, untuk tamatan S1 saja pertahunnya di Bali sekitar 50 ribu orang. Kita taruh dimana mereka ini? Jika sebelumnya banyak yang bertumpu bekerja di kapal pesiar, tetapi karena pandemi 'kan tidak bisa juga," ucapnya.

Oleh karena itu, ujar Pastika, jalan yang paling mungkin ditempuh dengan bertani dan tentunya diperlukan contoh dari para petani milenial yang telah sukses, yang mengerti pasar, manajemen dan teknologi.

"Orang Bali itu memang seringkali inginnya ada contoh dulu yang berhasil, baru mereka mau ikut. Yang jelas, kita tetap harus optimis dan memberikan ruang bagi petani-petani kita untuk berkiprah lebih luas," ucap mantan Gubernur Bali dua periode itu. 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020