Denpasar (Antara Bali) - Pengamat ekonomi Rizal Ramli mendorong pemerintah mengambil alih pembiayaan partai politik untuk meminimalisasi korupsi.
"Praktik korupsi dari pusat hingga daerah semakin meluas karena demokrasi di negara kita sudah mengarah pada demokrasi kriminal. Segala sesuatunya diukur dengan uang. Para pemimpin akhirnya dicetak menjadi mesin pengumpul uang oleh masing-masing partai yang mengusungnya," katanya di Denpasar, Rabu.
Akibat praktik demokrasi kriminal itu, lanjut dia, saat ini untuk maju menjadi calon bupati/wali kota dibutuhkan modal Rp5-10 miliar, sedangkan calon gubernur setidaknya harus menyediakan uang Rp50-500 miliar.
"Bukan menjadi rahasia lagi, akhirnya para kepala daerah ketika telah menjabat, tidak segan melakukan tindak korupsi untuk mempercepat balik modal dan membiayai parpolnya. Tindakan ini harus distop, jika tidak ingin semakin banyak keuangan negara yang dirugikan," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid itu.
Jika dibiarkan, maka lingkaran "setan" praktik korupsi di Indonesia akan menjadi bertambah panjang. "Saat ini saja, sekitar 30 persen bupati/wali kota di Indonesia dan 20 persen gubernur harus masuk penjara atas dugaan korupsi," ujarnya.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Praktik korupsi dari pusat hingga daerah semakin meluas karena demokrasi di negara kita sudah mengarah pada demokrasi kriminal. Segala sesuatunya diukur dengan uang. Para pemimpin akhirnya dicetak menjadi mesin pengumpul uang oleh masing-masing partai yang mengusungnya," katanya di Denpasar, Rabu.
Akibat praktik demokrasi kriminal itu, lanjut dia, saat ini untuk maju menjadi calon bupati/wali kota dibutuhkan modal Rp5-10 miliar, sedangkan calon gubernur setidaknya harus menyediakan uang Rp50-500 miliar.
"Bukan menjadi rahasia lagi, akhirnya para kepala daerah ketika telah menjabat, tidak segan melakukan tindak korupsi untuk mempercepat balik modal dan membiayai parpolnya. Tindakan ini harus distop, jika tidak ingin semakin banyak keuangan negara yang dirugikan," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid itu.
Jika dibiarkan, maka lingkaran "setan" praktik korupsi di Indonesia akan menjadi bertambah panjang. "Saat ini saja, sekitar 30 persen bupati/wali kota di Indonesia dan 20 persen gubernur harus masuk penjara atas dugaan korupsi," ujarnya.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012