Anggota DPD Made Mangku Pastika mengingatkan Pemerintah Provinsi Bali dan masyarakat setempat untuk tidak terlena dengan berbagai pujian karena daerah itu dinilai telah berhasil dan layak menjadi contoh dalam menanggulangi COVID-19.
"Kita tidak boleh terlena dengan pujian yang membuat kita menjadi sombong. Bagaimana pun (COVID-19-red) ini belum berakhir. Pekerja migran kita juga banyak sekali yang masih di luar dan ini pasti akan pulang," kata Pastika membuka seminar via 'video conference ' bertajuk Paradigma Baru Pariwisata dalam Kondisi Pandemi COVID-19 di Denpasar, Sabtu.
Menurut mantan Gubernur Bali dua periode itu, Pemerintah Provinsi Bali beserta Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat dan tenaga medis khususnya serta berbagai pemangku kepentingan lainnya sudah berupaya keras menekan kasus COVID-19, sehingga angka kesembuhan kasus positif COVID-19 di Pulau Dewata cukup tinggi di atas 65 persen.
Bahkan, Presiden dan sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju seperti Menteri Keuangan dan Menko Maritim menyebutkan Bali layak dijadikan contoh dan menyebut-nyebut kesuksesan Bali. "Semua itu menjadi sinyal yang baik untuk Bali," ucap senator Dapil Bali itu.
Meskipun demikian, Pastika mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengatakan bahwa kita harus sudah mulai berdamai dengan COVID-19, tentunya semua tetap harus waspada.
"Kita tidak bisa ngotot lagi COVID-19 bulan ini habis (berakhir), atau bulan depannya. Kita tentu harus mulai mengambil posisi bersahabat. Kita harus menerima hidup berdampingan dengan COVID-19 dengan alam 'New Normal'. Kalau di Bali, ya Era Barunya dipercepat," ujarnya.
Menurut mantan Kapolda Bali itu, COVID-19 tidak bisa hanya dihindari karena dari sisi ekonomi, orang harus bekerja dan harus tetap makan. Hidup berdampingan itu artinya bukan menyerah, tetapi ekonomi masyarakat tetap harus berjalan, masyarakat harus tetap sehat dan tidak tertular dengan disiplin mematuhi protokol pencegahan COVID-19.
"Damai itu artinya kita tidak boleh marah-marah dengan kondisi seperti ini. Kita terus harus berusaha, kita tidak boleh menyerah. Persoalan rasa takut dan panik itu tidak perlu berlebihan. Kalau maunya COVID-19 kita harus rajin mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak ya kita ikuti," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali I Putu Astawa yang juga menjadi narasumber mengatakan bahwa pihaknya saat ini sedang menyusun SOP standar kepariwisataan yang baru dalam menyikapi pandemi COVID-19.
"Kami juga melibatkan Dinas Kesehatan untuk menentukan standar-standar minimumnya. Misalnya, apakah wisatawan ketika tiba di bandara harus di-rapid test, aturan transportasi penjemputan di bandara, bagaimana pelayanan di hotel, objek wisata, pertunjukan, hingga belanja oleh-oleh," ujarnya.
Menurut Astawa, jangan sampai pelayan menularkan COVID-19 kepada wisatawan atau sebaliknya. Setelah ada SOP pariwisata tersebut, kemudian barulah beranjak pada pemulihan citra pariwisata. "Jadi begitu ada pengumuman pariwisata boleh dibuka, kita sudah siap dengan berbagai rencana aksi," katanya.
Dia menambahkan meskipun Bali menyumbang devisa per tahun hingga Rp116 triliun berdasarkan hasil kajian Universitas Udayana, akibat pandemi COVID-19, Bali yang paling terpukul, sehingga pertumbuhan Bali sampai minus 1,24 persen, di tengah sekitar 1,1 juta penduduk Bali bekerja di sektor pariwisata.
Sedangkan maestro patung I Nyoman Nuarta, dari kediamannya di Bandung, Jawa Barat, mengatakan dengan sumbangan devisa dari Bali yang begitu besar semestinya pemerintah pusat bisa melihat bahwa pariwisata Bali yang spesial.
"Jadi, Bali tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya. Kalau kita tidak diurus dengan baik, 'kan rugi semuanya, tidak saja Bali," ucapnya.
Menurut pemahat dengan mahakaryanya Patung Garuda Wisnu Kencana itu, sudah seharusnya Bali bisa menuntut semacam dana darurat yang bisa disimpan agar Bali bisa bertahan setidaknya enam bulan dalam kondisi seperti ini.
"Kekuatan kita di pariwisata budaya. Namun sekarang yang paling dulu tumbang para seniman, padahal mereka yang membuat Bali begitu terkenal. Kita (Bali) memberikan devisa paling besar, tetapi kenapa Bali paling dulu tumbang di tengah pandemi seperti ini," katanya.
Dalam video conference yang diinisiasi oleh Pastika serangkaian masa resesnya itu, juga menghadirkan narasumber Ketua NCPI Bali Agus Maha Usada, dan sejumlah peserta diskusi dari kalangan akademisi, tokoh pariwisata dan pengusaha jasa pariwisata.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Kita tidak boleh terlena dengan pujian yang membuat kita menjadi sombong. Bagaimana pun (COVID-19-red) ini belum berakhir. Pekerja migran kita juga banyak sekali yang masih di luar dan ini pasti akan pulang," kata Pastika membuka seminar via 'video conference ' bertajuk Paradigma Baru Pariwisata dalam Kondisi Pandemi COVID-19 di Denpasar, Sabtu.
Menurut mantan Gubernur Bali dua periode itu, Pemerintah Provinsi Bali beserta Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat dan tenaga medis khususnya serta berbagai pemangku kepentingan lainnya sudah berupaya keras menekan kasus COVID-19, sehingga angka kesembuhan kasus positif COVID-19 di Pulau Dewata cukup tinggi di atas 65 persen.
Bahkan, Presiden dan sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju seperti Menteri Keuangan dan Menko Maritim menyebutkan Bali layak dijadikan contoh dan menyebut-nyebut kesuksesan Bali. "Semua itu menjadi sinyal yang baik untuk Bali," ucap senator Dapil Bali itu.
Meskipun demikian, Pastika mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengatakan bahwa kita harus sudah mulai berdamai dengan COVID-19, tentunya semua tetap harus waspada.
"Kita tidak bisa ngotot lagi COVID-19 bulan ini habis (berakhir), atau bulan depannya. Kita tentu harus mulai mengambil posisi bersahabat. Kita harus menerima hidup berdampingan dengan COVID-19 dengan alam 'New Normal'. Kalau di Bali, ya Era Barunya dipercepat," ujarnya.
Menurut mantan Kapolda Bali itu, COVID-19 tidak bisa hanya dihindari karena dari sisi ekonomi, orang harus bekerja dan harus tetap makan. Hidup berdampingan itu artinya bukan menyerah, tetapi ekonomi masyarakat tetap harus berjalan, masyarakat harus tetap sehat dan tidak tertular dengan disiplin mematuhi protokol pencegahan COVID-19.
"Damai itu artinya kita tidak boleh marah-marah dengan kondisi seperti ini. Kita terus harus berusaha, kita tidak boleh menyerah. Persoalan rasa takut dan panik itu tidak perlu berlebihan. Kalau maunya COVID-19 kita harus rajin mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak ya kita ikuti," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali I Putu Astawa yang juga menjadi narasumber mengatakan bahwa pihaknya saat ini sedang menyusun SOP standar kepariwisataan yang baru dalam menyikapi pandemi COVID-19.
"Kami juga melibatkan Dinas Kesehatan untuk menentukan standar-standar minimumnya. Misalnya, apakah wisatawan ketika tiba di bandara harus di-rapid test, aturan transportasi penjemputan di bandara, bagaimana pelayanan di hotel, objek wisata, pertunjukan, hingga belanja oleh-oleh," ujarnya.
Menurut Astawa, jangan sampai pelayan menularkan COVID-19 kepada wisatawan atau sebaliknya. Setelah ada SOP pariwisata tersebut, kemudian barulah beranjak pada pemulihan citra pariwisata. "Jadi begitu ada pengumuman pariwisata boleh dibuka, kita sudah siap dengan berbagai rencana aksi," katanya.
Dia menambahkan meskipun Bali menyumbang devisa per tahun hingga Rp116 triliun berdasarkan hasil kajian Universitas Udayana, akibat pandemi COVID-19, Bali yang paling terpukul, sehingga pertumbuhan Bali sampai minus 1,24 persen, di tengah sekitar 1,1 juta penduduk Bali bekerja di sektor pariwisata.
Sedangkan maestro patung I Nyoman Nuarta, dari kediamannya di Bandung, Jawa Barat, mengatakan dengan sumbangan devisa dari Bali yang begitu besar semestinya pemerintah pusat bisa melihat bahwa pariwisata Bali yang spesial.
"Jadi, Bali tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya. Kalau kita tidak diurus dengan baik, 'kan rugi semuanya, tidak saja Bali," ucapnya.
Menurut pemahat dengan mahakaryanya Patung Garuda Wisnu Kencana itu, sudah seharusnya Bali bisa menuntut semacam dana darurat yang bisa disimpan agar Bali bisa bertahan setidaknya enam bulan dalam kondisi seperti ini.
"Kekuatan kita di pariwisata budaya. Namun sekarang yang paling dulu tumbang para seniman, padahal mereka yang membuat Bali begitu terkenal. Kita (Bali) memberikan devisa paling besar, tetapi kenapa Bali paling dulu tumbang di tengah pandemi seperti ini," katanya.
Dalam video conference yang diinisiasi oleh Pastika serangkaian masa resesnya itu, juga menghadirkan narasumber Ketua NCPI Bali Agus Maha Usada, dan sejumlah peserta diskusi dari kalangan akademisi, tokoh pariwisata dan pengusaha jasa pariwisata.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020