Wabah penyakit radang paru-paru berat yang disebabkan oleh virus corona jenis baru (COVID-19) tidak selamanya berwujud musibah.
Bagi sebagian orang wabah penyakit bisa saja menjadi berkah tersendiri tanpa harus menari-nari di atas penderitaan orang lain.
Di China daratan sebagai tempat pertama kali berjangkitnya virus mematikan itu telah memberikan anugerah tersendiri bagi orang-orang yang bekerja sebagai pengantar makanan atau kurir logistik.
Penghasilan mereka berlipat sejak pemerintah setempat mengeluarkan imbauan pada tanggal 24 Januari 2020 untuk tidak keluar rumah guna menghindari paparan virus tersebut.
Keberadaan kurir dan pemberi jasa pengantaran makanan bagaikan dewa penolong bagi sebagian besar masyarakat daratan yang memilih mengurung diri di dalam rumah daripada berisiko terinfeksi COVID-19.
Baca juga: Pemkot Denpasar gandeng desa/lurah/banjar cegah COVID-19
Demikian pula yang dirasakan beberapa tenaga kerja Indonesia yang berada di Taiwan. Dalam 2 bulan terakhir, majikan melarang para pekerjanya dari Indonesia itu untuk keluar rumah atau area pabrik sesuai dengan imbauan pemerintah setempat.
Sebagian di antara mereka ada yang mendapatkan kompensasi dari larangan tersebut meskipun ada juga yang harus menerima konsekuensinya.
"Memang ada pengaruh pada penghasilan saya dalam 2 bulan terakhir," kata Tarnia Tari yang sudah 14 tahun bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Taipei saat dihubungi ANTARA, Minggu.
Selain gaji rutin bulanan yang angkanya hampir menyentuh 18.000 dolar Taiwan atau sekitar Rp8,5 juta, pekerja migran asal Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, itu masih mendapatkan uang lembur sebesar 600 dolar Taiwan (Rp285.000) per hari dari majikannya.
Pada bulan-bulan sebelum wabah, Tari tidak pernah mengambil jatah lembur karena aktivitasnya di kepengurusan Fatayat Cabang Istimewa Taiwan dan Satuan Tugas Buruh Migran Indonesia di Taipei sangat padat.
"Namun, sejak adanya corona ini, majikan tidak mengizinkan saya keluar rumah sehingga setiap Minggu yang biasanya saya libur kerja menjadi lembur kerja," tuturnya.
Berkah dari wabah juga dirasakan oleh Agus Susanto yang sudah 19 tahun bekerja di industri silikon di Taipei.
"Dalam 2 bulan terakhir ini, kerja lembur saya sudah mencapai 110 jam," ujar pekerja migran asal Kabupaten Tulungagung, Jatim, itu.
Kalau per jam lembur dibayar 166 dolar Taiwan, sejak awal COVID-19 berjangkit sampai saat ini dia sudah bisa mengantongi pendapatan ekstra sebesar 18.200 dolar Taiwan (Rp8,6 juta).
Baca juga: Kapal pesiar "Viking Sun" berlabuh di Benoa-Bali setelah pengecekan COVID-19
Itu pun belum termasuk pendapatan rutin bulanan yang berdasarkan peraturan baru gaji tenaga kerja asing lapangan di Taiwan dinaikkan menjadi 23.800 dolar Taiwan (Rp11,3 juta).
Pendapatan ekstra yang mereka peroleh selama 2 bulan terakhir berjangkitnya COVID-19 tentu menambah pundi-pundi tabungan mereka.
Bagaimana tidak mudah menabung? Hampir semua toko, warung, dan pusat perbelanjaan di Pulau Formosa itu tutup.
Pengajian Ditangguhkan
Sejak pemerintah Taiwan mengeluarkan imbauan kepada warganya agar membatasi diri dari aktivitas di luar rumah, pusat-pusat keramaian di Taipei sontak sepi.
Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) menindaklanjutinya dengan surat edaran untuk melindungi sekitar 290.000 TKI yang mengadu nasib di berbagai daerah di Taiwan.
Taipei Main Station (TMS) pun sudah tidak lagi dijubeli para buruh migran asal Indonesia. TMS merupakan tempat berkumpulnya para TKI di Taiwan pada hari Sabtu dan Minggu, fungsinya persis Victoria Park di Hong Kong.
Di kawasan TMS terdapat sedikitnya 13 toko dan warung yang menjual beraneka ragam makanan, minuman, dan kebutuhan sehari-hari, khusus warga negara Indonesia.
Baca juga: COVID-19 capai 98.192 kasus, tingkat kematian tertinggi di Italia
Biasanya setiap libur akhir pekan, toko dan warung Indonesia itu bisa meraup pendapatan hingga ratusan ribu dolar Taiwan, kini hanya tersisa 5.000 dolar Taiwan.
Selain hub berbagai moda transportasi dan pusat perbelanjaan, TMS juga menjadi tempat pengajian umum yang digelar oleh sejumlah organisasi keagamaan dan majelis taklim para TKI.
ANTARA mencatat sedikitnya ada empat pengajian umum atau tablig akbar dengan menghadirkan penceramah dari Indonesia di TMS yang ditangguhkan akibat merebaknya virus corona itu.
Empat pengajian berskala besar di TMS yang dibatalkan penyelenggaraannya itu terjadi pada tanggal 16 Februari 2020 dengan penceramah K.H. Anwar Zahid, 8 Maret 2020 (K.H. Ali Shodiqin), 15 Maret 2020 (Ustaz Joko Tarub), dan 22 Maret 2020 (Habib Zainal Abidin).
Dalam kurun waktu setahun, halaman utama TMS yang berada di pusat Kota Taipei itu sudah penuh dengan jadwal pengajian umum para TKI sehingga pembatalan pada bulan Februari dan Maret tersebut akan berpengaruh pada jadwal-jadwal berikutnya.
Tidak hanya toko-toko Indonesia saja yang merugi, tetapi juga toko dan restoran lainnya di TMS karena mereka juga mendapatkan limpahan rezeki dari ribuan WNI yang biasanya hadir di setiap acara pengajian.
Pengelola TMS, penyedia tenda acara, dan persewaan perangkat audio visual yang semuanya dikelola oleh warga setempat itu juga terkena dampak dari pembatalan pengajian akbar tersebut.
Pembatalan tersebut bukanlah paksaan, melainkan bersifat imbauan, terlebih setelah ada seorang TKI yang dinyatakan positif terpapar COVID-19.
Baca juga: Konsul China : Tingkat kematian COVID-19 di Tiongkok sudah terkendali
Hindari aktivitas kegiatan yang dihadiri lebih dari 10 orang, kurangi frekuensi bepergian ke tempat umum, dan jauhi pusat keramaian, demikian di antara poin-poin imbauan yang ditandatangani Kepala KDEI Taipei Didi Sumedi pada tanggal 27 Februari setelah mendapat kepastian adanya seorang TKI asal Lampung yang positif COVID-19 itu.
Pemeritah Taiwan juga merilis nomor-nomor bus kota, kereta metro, dan taksi yang ditumpangi TKI tersebut dalam kurun waktu 16—19 Februari agar menjadi peringatan kewaspadaan bersama.
Kalau di China daratan, rilis nomor transportasi publik yang pernah ditumpangi warga positif COVID-19 itu disertai imbauan melapor ke rumah sakit terdekat bagi penumpang lain dalam kurun 14 hari terakhir.
"Sulit rasanya saya menyebut ini bagian dari berkah karena ada saudara-saudara lain yang terkena dampak dari musibah ini," ucap Tarnia Tari menutup perbincangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Bagi sebagian orang wabah penyakit bisa saja menjadi berkah tersendiri tanpa harus menari-nari di atas penderitaan orang lain.
Di China daratan sebagai tempat pertama kali berjangkitnya virus mematikan itu telah memberikan anugerah tersendiri bagi orang-orang yang bekerja sebagai pengantar makanan atau kurir logistik.
Penghasilan mereka berlipat sejak pemerintah setempat mengeluarkan imbauan pada tanggal 24 Januari 2020 untuk tidak keluar rumah guna menghindari paparan virus tersebut.
Keberadaan kurir dan pemberi jasa pengantaran makanan bagaikan dewa penolong bagi sebagian besar masyarakat daratan yang memilih mengurung diri di dalam rumah daripada berisiko terinfeksi COVID-19.
Baca juga: Pemkot Denpasar gandeng desa/lurah/banjar cegah COVID-19
Demikian pula yang dirasakan beberapa tenaga kerja Indonesia yang berada di Taiwan. Dalam 2 bulan terakhir, majikan melarang para pekerjanya dari Indonesia itu untuk keluar rumah atau area pabrik sesuai dengan imbauan pemerintah setempat.
Sebagian di antara mereka ada yang mendapatkan kompensasi dari larangan tersebut meskipun ada juga yang harus menerima konsekuensinya.
"Memang ada pengaruh pada penghasilan saya dalam 2 bulan terakhir," kata Tarnia Tari yang sudah 14 tahun bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Taipei saat dihubungi ANTARA, Minggu.
Selain gaji rutin bulanan yang angkanya hampir menyentuh 18.000 dolar Taiwan atau sekitar Rp8,5 juta, pekerja migran asal Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, itu masih mendapatkan uang lembur sebesar 600 dolar Taiwan (Rp285.000) per hari dari majikannya.
Pada bulan-bulan sebelum wabah, Tari tidak pernah mengambil jatah lembur karena aktivitasnya di kepengurusan Fatayat Cabang Istimewa Taiwan dan Satuan Tugas Buruh Migran Indonesia di Taipei sangat padat.
"Namun, sejak adanya corona ini, majikan tidak mengizinkan saya keluar rumah sehingga setiap Minggu yang biasanya saya libur kerja menjadi lembur kerja," tuturnya.
Berkah dari wabah juga dirasakan oleh Agus Susanto yang sudah 19 tahun bekerja di industri silikon di Taipei.
"Dalam 2 bulan terakhir ini, kerja lembur saya sudah mencapai 110 jam," ujar pekerja migran asal Kabupaten Tulungagung, Jatim, itu.
Kalau per jam lembur dibayar 166 dolar Taiwan, sejak awal COVID-19 berjangkit sampai saat ini dia sudah bisa mengantongi pendapatan ekstra sebesar 18.200 dolar Taiwan (Rp8,6 juta).
Baca juga: Kapal pesiar "Viking Sun" berlabuh di Benoa-Bali setelah pengecekan COVID-19
Itu pun belum termasuk pendapatan rutin bulanan yang berdasarkan peraturan baru gaji tenaga kerja asing lapangan di Taiwan dinaikkan menjadi 23.800 dolar Taiwan (Rp11,3 juta).
Pendapatan ekstra yang mereka peroleh selama 2 bulan terakhir berjangkitnya COVID-19 tentu menambah pundi-pundi tabungan mereka.
Bagaimana tidak mudah menabung? Hampir semua toko, warung, dan pusat perbelanjaan di Pulau Formosa itu tutup.
Pengajian Ditangguhkan
Sejak pemerintah Taiwan mengeluarkan imbauan kepada warganya agar membatasi diri dari aktivitas di luar rumah, pusat-pusat keramaian di Taipei sontak sepi.
Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) menindaklanjutinya dengan surat edaran untuk melindungi sekitar 290.000 TKI yang mengadu nasib di berbagai daerah di Taiwan.
Taipei Main Station (TMS) pun sudah tidak lagi dijubeli para buruh migran asal Indonesia. TMS merupakan tempat berkumpulnya para TKI di Taiwan pada hari Sabtu dan Minggu, fungsinya persis Victoria Park di Hong Kong.
Di kawasan TMS terdapat sedikitnya 13 toko dan warung yang menjual beraneka ragam makanan, minuman, dan kebutuhan sehari-hari, khusus warga negara Indonesia.
Baca juga: COVID-19 capai 98.192 kasus, tingkat kematian tertinggi di Italia
Biasanya setiap libur akhir pekan, toko dan warung Indonesia itu bisa meraup pendapatan hingga ratusan ribu dolar Taiwan, kini hanya tersisa 5.000 dolar Taiwan.
Selain hub berbagai moda transportasi dan pusat perbelanjaan, TMS juga menjadi tempat pengajian umum yang digelar oleh sejumlah organisasi keagamaan dan majelis taklim para TKI.
ANTARA mencatat sedikitnya ada empat pengajian umum atau tablig akbar dengan menghadirkan penceramah dari Indonesia di TMS yang ditangguhkan akibat merebaknya virus corona itu.
Empat pengajian berskala besar di TMS yang dibatalkan penyelenggaraannya itu terjadi pada tanggal 16 Februari 2020 dengan penceramah K.H. Anwar Zahid, 8 Maret 2020 (K.H. Ali Shodiqin), 15 Maret 2020 (Ustaz Joko Tarub), dan 22 Maret 2020 (Habib Zainal Abidin).
Dalam kurun waktu setahun, halaman utama TMS yang berada di pusat Kota Taipei itu sudah penuh dengan jadwal pengajian umum para TKI sehingga pembatalan pada bulan Februari dan Maret tersebut akan berpengaruh pada jadwal-jadwal berikutnya.
Tidak hanya toko-toko Indonesia saja yang merugi, tetapi juga toko dan restoran lainnya di TMS karena mereka juga mendapatkan limpahan rezeki dari ribuan WNI yang biasanya hadir di setiap acara pengajian.
Pengelola TMS, penyedia tenda acara, dan persewaan perangkat audio visual yang semuanya dikelola oleh warga setempat itu juga terkena dampak dari pembatalan pengajian akbar tersebut.
Pembatalan tersebut bukanlah paksaan, melainkan bersifat imbauan, terlebih setelah ada seorang TKI yang dinyatakan positif terpapar COVID-19.
Baca juga: Konsul China : Tingkat kematian COVID-19 di Tiongkok sudah terkendali
Hindari aktivitas kegiatan yang dihadiri lebih dari 10 orang, kurangi frekuensi bepergian ke tempat umum, dan jauhi pusat keramaian, demikian di antara poin-poin imbauan yang ditandatangani Kepala KDEI Taipei Didi Sumedi pada tanggal 27 Februari setelah mendapat kepastian adanya seorang TKI asal Lampung yang positif COVID-19 itu.
Pemeritah Taiwan juga merilis nomor-nomor bus kota, kereta metro, dan taksi yang ditumpangi TKI tersebut dalam kurun waktu 16—19 Februari agar menjadi peringatan kewaspadaan bersama.
Kalau di China daratan, rilis nomor transportasi publik yang pernah ditumpangi warga positif COVID-19 itu disertai imbauan melapor ke rumah sakit terdekat bagi penumpang lain dalam kurun 14 hari terakhir.
"Sulit rasanya saya menyebut ini bagian dari berkah karena ada saudara-saudara lain yang terkena dampak dari musibah ini," ucap Tarnia Tari menutup perbincangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020