Maestro dongeng Made Taro mengangkat pentas operet dan "satua" atau cerita berbahasa Bali berjudul "Halo Tuan" dengan diisi sejumlah permainan dan lagu tradisional Bali pada "Bulan Bahasa Bali 2020", Minggu.
"Mengajarkan bahasa Bali melalui permainan dan gending-gending (lagu-lagu), jauh akan lebih diingat oleh anak-anak," kata Made Taro usai pentas "Halo Tuan" dibawakan anak-anak Sanggar Kukuruyuk di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Minggu.
Pria kelahiran 1939 itu, tidak memungkiri anak-anak dan generasi milenial Bali saat ini cenderung mengalami kesulitan untuk berbahasa Bali dibandingkan dengan berbahasa Indonesia ataupun berbahasa Inggris.
"Memang anak-anak di sekolah diajarkan bahasa Bali, tetapi sayangnya bahasa ibu ini tidak digunakan sehari-hari, selain itu media informasi yang ada dan diterima anak-anak juga sebagian besar bahasa Indonesia," ucapnya.
Oleh karena itu, anak-anak dalam Sanggar Kukuruyuk yang didirikan sejak 15 Juni 1979 itu, dalam kesempatan mengisi "Bulan Bahasa Bali", mengangkat sejumlah permainan tradisional dengan diiringi gending Bali, seperti Kedis-kedisan, Siap-Siapan, Dadong Dauh, Ngalih Roang, dan Macan Mebaju Kambing.
"Halo Tuan" mengisahkan seorang wisatawan mancanegara yang melancong ke Bali ingin melihat "tajen" atau "cock fighting".
Tetapi, pemandu wisata menjelaskan bahwa di Bali tidak ada "tajen", yang ada adalah permainan tradisional (plalian) Siap-Siapan. Wisatawan itu tertarik dan akhirnya bukan saja menyaksiakan Siap-Siapan, tetapi juga "plalian" yang lainnya.
Melalui garapan yang ditampilkan sekitar 45 menit itu, pihaknya mengutamakan penghayatan anak-anak terhadap nilai-nilai moral, seperti kejujuran, disiplin, kebersamaan, percaya diri dan kemandirian, di samping juga pentingnya menjaga kelestarian alam.
Seperti halnya permainan Macan Mebaju Kambing, menceritakan seekor harimau ingin mencari mangsa dengan berpura-pura mengenakan baju kambing.
"Oleh karena ekosistem hutan yang rusak, macan terpaksa turun gunung, setelah melihat kambing yang sedang asyik bermain. Supaya dapat mangsa, macan itu mengganti bajunya menjadi baju kambing dan ikut bermain serta memangsa kambing," ucapnya.
Kambing lainnya akhirnya melapor kepada tuannya agar mencari harimau yang telah berbuat onar. Barulah akhirnya disadari karena ulah manusia yang merusak hutan yang menjadi habitat macan, sehingga macan sampai turun gunung.
Pentas dengan proses latihan 10 kali itu, melibatkan pemain 27 anak dari SD 8 Dauh Puri, Denpasar dan tukang "satua" atau pendongeng, Kadek Natia (SD Saraswati 3 Denpasar), serta diiiringi delapan penabuh yang membawakan alat musik cungklik, kendang, cengceng, suling, dan tumbung.
Made Taro pun turun serta memainkan alat musik, cunglik 8, pada acara yang disambut antusias pengunjung "Bulan Bahasa Bali 2020" di Taman Budaya Provinsi Bali tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Mengajarkan bahasa Bali melalui permainan dan gending-gending (lagu-lagu), jauh akan lebih diingat oleh anak-anak," kata Made Taro usai pentas "Halo Tuan" dibawakan anak-anak Sanggar Kukuruyuk di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Minggu.
Pria kelahiran 1939 itu, tidak memungkiri anak-anak dan generasi milenial Bali saat ini cenderung mengalami kesulitan untuk berbahasa Bali dibandingkan dengan berbahasa Indonesia ataupun berbahasa Inggris.
"Memang anak-anak di sekolah diajarkan bahasa Bali, tetapi sayangnya bahasa ibu ini tidak digunakan sehari-hari, selain itu media informasi yang ada dan diterima anak-anak juga sebagian besar bahasa Indonesia," ucapnya.
Oleh karena itu, anak-anak dalam Sanggar Kukuruyuk yang didirikan sejak 15 Juni 1979 itu, dalam kesempatan mengisi "Bulan Bahasa Bali", mengangkat sejumlah permainan tradisional dengan diiringi gending Bali, seperti Kedis-kedisan, Siap-Siapan, Dadong Dauh, Ngalih Roang, dan Macan Mebaju Kambing.
"Halo Tuan" mengisahkan seorang wisatawan mancanegara yang melancong ke Bali ingin melihat "tajen" atau "cock fighting".
Tetapi, pemandu wisata menjelaskan bahwa di Bali tidak ada "tajen", yang ada adalah permainan tradisional (plalian) Siap-Siapan. Wisatawan itu tertarik dan akhirnya bukan saja menyaksiakan Siap-Siapan, tetapi juga "plalian" yang lainnya.
Melalui garapan yang ditampilkan sekitar 45 menit itu, pihaknya mengutamakan penghayatan anak-anak terhadap nilai-nilai moral, seperti kejujuran, disiplin, kebersamaan, percaya diri dan kemandirian, di samping juga pentingnya menjaga kelestarian alam.
Seperti halnya permainan Macan Mebaju Kambing, menceritakan seekor harimau ingin mencari mangsa dengan berpura-pura mengenakan baju kambing.
"Oleh karena ekosistem hutan yang rusak, macan terpaksa turun gunung, setelah melihat kambing yang sedang asyik bermain. Supaya dapat mangsa, macan itu mengganti bajunya menjadi baju kambing dan ikut bermain serta memangsa kambing," ucapnya.
Kambing lainnya akhirnya melapor kepada tuannya agar mencari harimau yang telah berbuat onar. Barulah akhirnya disadari karena ulah manusia yang merusak hutan yang menjadi habitat macan, sehingga macan sampai turun gunung.
Pentas dengan proses latihan 10 kali itu, melibatkan pemain 27 anak dari SD 8 Dauh Puri, Denpasar dan tukang "satua" atau pendongeng, Kadek Natia (SD Saraswati 3 Denpasar), serta diiiringi delapan penabuh yang membawakan alat musik cungklik, kendang, cengceng, suling, dan tumbung.
Made Taro pun turun serta memainkan alat musik, cunglik 8, pada acara yang disambut antusias pengunjung "Bulan Bahasa Bali 2020" di Taman Budaya Provinsi Bali tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020