Universitas Airlangga Surabaya bersama Kobe University, Jepang, menemukan alat pendeteksi (reagen) novel corona virus (2019-nCov) atau virus corona.
"Kami dan Kobe University telah menemukan reagen virus corona. Permasalahan ketersediaan alat pendeteksi di Indonesia ini sempat menjadi kekhawatiran dari masyarakat," ujar Rektor Unair Prof Mohammad Nasih di Surabaya, Senin.
Selain di Unair, kata dia, reagen juga telah dimiliki Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Balitbangkes.
Baca juga: Kemenhub buat skenario antisipasi penyebaran virus corona
Pria asal Gresik tersebut menambahkan reagen temuan Unair dapat mengidentifikasi pasien yang sudah suspect terjangkit virus berasal dari Wuhan, China, itu.
"Masyarakat yang ingin kepastian bisa memanfaatkan lembaga kami untuk mengonfirmasi ada atau tidaknya virus. Identifikasinya tidak lama, hanya dalam hitungan jam, tetapi mekanisme sudah sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organization)," ucap guru besar akuntansi tersebut.
Dengan identifikasi secara spesifik, Nasih berharap ke depannya dapat menghasilkan riset penanganan dan pencegahan akan virus ini. "Sekarang di Indonesia mau menemukan obatnya masih susah, karena kami belum mengetahui jenis mutasi virus ini seperti apa," katanya.
Baca juga: Kelelawar justru tak terinfeksi virus berbahaya
Ia menyatakan, akurasi reagen ini mencapai 99 persen, sebab ada reagen yang berasal dari parameter positif tertular virus. "Jadi pemeriksaannya dari dahak, kalau memang hasilnya sama dengan parameter yang positif maka akan dilakukan penanganan khusus," tuturnya.
Penanganan khusus ini termasuk kesediaan tim khusus dan ruang isolasi di RS Unair dan RSUD Dr Soetomo Surabaya. Jika ada suspect bisa dibawa ke Unair dan yang dari RSUD Dr Soetomo sebelumnya juga dibawa ke Unair, meskipun masih memakai reagen yang lama.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Kami dan Kobe University telah menemukan reagen virus corona. Permasalahan ketersediaan alat pendeteksi di Indonesia ini sempat menjadi kekhawatiran dari masyarakat," ujar Rektor Unair Prof Mohammad Nasih di Surabaya, Senin.
Selain di Unair, kata dia, reagen juga telah dimiliki Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Balitbangkes.
Baca juga: Kemenhub buat skenario antisipasi penyebaran virus corona
Pria asal Gresik tersebut menambahkan reagen temuan Unair dapat mengidentifikasi pasien yang sudah suspect terjangkit virus berasal dari Wuhan, China, itu.
"Masyarakat yang ingin kepastian bisa memanfaatkan lembaga kami untuk mengonfirmasi ada atau tidaknya virus. Identifikasinya tidak lama, hanya dalam hitungan jam, tetapi mekanisme sudah sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organization)," ucap guru besar akuntansi tersebut.
Dengan identifikasi secara spesifik, Nasih berharap ke depannya dapat menghasilkan riset penanganan dan pencegahan akan virus ini. "Sekarang di Indonesia mau menemukan obatnya masih susah, karena kami belum mengetahui jenis mutasi virus ini seperti apa," katanya.
Baca juga: Kelelawar justru tak terinfeksi virus berbahaya
Ia menyatakan, akurasi reagen ini mencapai 99 persen, sebab ada reagen yang berasal dari parameter positif tertular virus. "Jadi pemeriksaannya dari dahak, kalau memang hasilnya sama dengan parameter yang positif maka akan dilakukan penanganan khusus," tuturnya.
Penanganan khusus ini termasuk kesediaan tim khusus dan ruang isolasi di RS Unair dan RSUD Dr Soetomo Surabaya. Jika ada suspect bisa dibawa ke Unair dan yang dari RSUD Dr Soetomo sebelumnya juga dibawa ke Unair, meskipun masih memakai reagen yang lama.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020