Korea Selatan akan ikut terlibat dalam proyek pembangunan Light Rapid Transit (LRT) sepanjang sekitar 3,5 km yang menghubungkan seruas jalan di kawasan Kuta dengan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.
Proyek pembangunan LRT dengan nilai investasi sekitar 400 juta dolar AS (sekitar Rp5 triliun) itu merupakan proyek PT Angkasa Pura I yang dibangun atas kerja sama dengan PT Nindya Karya (Persero), Korea Overseas Infrastructure & Urban Development Corporation (KIND) dan Korea Rail Network Authority (KRNA).
Realisasi proyek tersebut dimulai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Nindya Karya dengan KIND dan KRNA yang digelar oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Jakarta, Selasa.
Penandatanganan dilakukan oleh Plt Direktur Utama Nindya Karya Haedar A. Karim, Executive Director KIND Lim Han Gyu, Executive Director KRNA Son Byeong Doo serta disaksikan Deputi Perencanaan Penanaman Modal BKPM Ikmal Lukman.
"Investasi proyeknya kurang lebih Rp5 triliun, tapi ini masih (hitungan) pra-FS (feasibility study/studi kelayakan). Proyek ini murni B to B, jadi tidak ada loan (pinjaman). Artinya, kita pasang duit semua," kata Haedar.
Haedar mengatakan nantinya pihaknya dan pihak Korea Selatan akan bertemu dengan Angkasa Pura I untuk membahas mengenai detail proyek pada Rabu (22/1) sekaligus melakukan penandatangan nota kesepahaman proyek.
Ia menjelaskan nantinya LRT akan dibangun di bawah tanah mengikuti ketentuan budaya di Bali yang tidak mengizinkan adanya bangunan tinggi. Meski diakuinya, pembangunan dengan konstruksi di bawah tanah memang membuat biaya proyek menjadi lebih besar.
Pembangunan LRT yang diharapkan dapat mengurangi kepadatan Bandara Ngurah Rai itu ditargetkan bisa dimulai pertengahan tahun dan selesai dalam kurun waktu 1,5 hingga dua tahun.
"Paling lama tiga bulan setelah tanda tangan MoU dengan Angkasa Pura I, kita mulai FS (studi kelayakan). Tapi kita usahakan tahun ini sudah mulai konstruksi," imbuhnya.
Deputi Perencaan Penanaman Modal BKPM Ikmal Lukman menilai penandatanganan nota kesepahaman itu menjadi momentum penting untuk mendukung realisasi investasi di Indonesia.
Terlebih, BKPM dan KIND telah menandatangani nota kesepahaman pada September 2019 lalu untuk meningkatkan investasi negeri ginseng di Tanah Air.
"Ini implementasi dari MoU antara BKPM dengan KIND September 2019. Jadi ini baru empat bulan sudah ada realisasi. Kita tahu infrastruktur Korea masih sangat baik. Atas dasar itulah kami yakin kerja sama ini bisa membantu mengembangkan infrastruktur di Indonesia yang kini fokus ke kualitas karena pembangunan yang dasar sudah dilakukan," tuturnya.
Sementara itu, Executive Director KRNA Son Byeong Doo menilai penandatanganan nota kesepahaman itu menjadi komitmen bersama kedua negara untuk meningkatkan investasi.
"Kami akan lakukan yang terbaik untuk proyek ini," ujar Son Byeong Doo.
KIND merupakan organisasi yang dibentuk untuk mendorong secara proaktif bisnis dengan skema kerja sama pemerintah dan swasta atau Public-Private Partnership (PPP), terutama investasi Korea Selatan di luar negeri. Sementara KRNA pernah terlibat dalam proyek LRT Jakarta.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Proyek pembangunan LRT dengan nilai investasi sekitar 400 juta dolar AS (sekitar Rp5 triliun) itu merupakan proyek PT Angkasa Pura I yang dibangun atas kerja sama dengan PT Nindya Karya (Persero), Korea Overseas Infrastructure & Urban Development Corporation (KIND) dan Korea Rail Network Authority (KRNA).
Realisasi proyek tersebut dimulai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Nindya Karya dengan KIND dan KRNA yang digelar oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Jakarta, Selasa.
Penandatanganan dilakukan oleh Plt Direktur Utama Nindya Karya Haedar A. Karim, Executive Director KIND Lim Han Gyu, Executive Director KRNA Son Byeong Doo serta disaksikan Deputi Perencanaan Penanaman Modal BKPM Ikmal Lukman.
"Investasi proyeknya kurang lebih Rp5 triliun, tapi ini masih (hitungan) pra-FS (feasibility study/studi kelayakan). Proyek ini murni B to B, jadi tidak ada loan (pinjaman). Artinya, kita pasang duit semua," kata Haedar.
Haedar mengatakan nantinya pihaknya dan pihak Korea Selatan akan bertemu dengan Angkasa Pura I untuk membahas mengenai detail proyek pada Rabu (22/1) sekaligus melakukan penandatangan nota kesepahaman proyek.
Ia menjelaskan nantinya LRT akan dibangun di bawah tanah mengikuti ketentuan budaya di Bali yang tidak mengizinkan adanya bangunan tinggi. Meski diakuinya, pembangunan dengan konstruksi di bawah tanah memang membuat biaya proyek menjadi lebih besar.
Pembangunan LRT yang diharapkan dapat mengurangi kepadatan Bandara Ngurah Rai itu ditargetkan bisa dimulai pertengahan tahun dan selesai dalam kurun waktu 1,5 hingga dua tahun.
"Paling lama tiga bulan setelah tanda tangan MoU dengan Angkasa Pura I, kita mulai FS (studi kelayakan). Tapi kita usahakan tahun ini sudah mulai konstruksi," imbuhnya.
Deputi Perencaan Penanaman Modal BKPM Ikmal Lukman menilai penandatanganan nota kesepahaman itu menjadi momentum penting untuk mendukung realisasi investasi di Indonesia.
Terlebih, BKPM dan KIND telah menandatangani nota kesepahaman pada September 2019 lalu untuk meningkatkan investasi negeri ginseng di Tanah Air.
"Ini implementasi dari MoU antara BKPM dengan KIND September 2019. Jadi ini baru empat bulan sudah ada realisasi. Kita tahu infrastruktur Korea masih sangat baik. Atas dasar itulah kami yakin kerja sama ini bisa membantu mengembangkan infrastruktur di Indonesia yang kini fokus ke kualitas karena pembangunan yang dasar sudah dilakukan," tuturnya.
Sementara itu, Executive Director KRNA Son Byeong Doo menilai penandatanganan nota kesepahaman itu menjadi komitmen bersama kedua negara untuk meningkatkan investasi.
"Kami akan lakukan yang terbaik untuk proyek ini," ujar Son Byeong Doo.
KIND merupakan organisasi yang dibentuk untuk mendorong secara proaktif bisnis dengan skema kerja sama pemerintah dan swasta atau Public-Private Partnership (PPP), terutama investasi Korea Selatan di luar negeri. Sementara KRNA pernah terlibat dalam proyek LRT Jakarta.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020