Kementerian Kesehatan menyebutkan sekitar lima dari 10 ibu hamil di Indonesia yang mengalami anemia atau kurang darah berpotensi melahirkan anak stunting (pendek/kerdil).
"Ibu hamil 48,6 persen itu anemia. Dari 10 ibu hamil, hampir lima orang anemia. Kalau diasosiasikan kekurangan darah atau anemia, ini berakibat pada stunting, ya stuntingnya juga akan tinggi," kata Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Dhian Probhoyekti di Jakarta, Selasa (14/1).
Stunting merupakan kondisi seorang anak yang tidak mendapatkan asupan gizi yang baik atau masalah kekurangan gizi kronik pada masa awal pertumbuhannya. Umumnya, anak stunting memang berperawakan lebih pendek dari tinggi badan normal untuk anak seusianya.
Baca juga: Putri Koster: wujudkan Bali bebas kekerdilan/stunting
Baca juga: Bidan Praktek Mandiri di Denpasar selenggarakan edukasi "Mencegah Stunting Sejak Kehamilan"
Stunting tentu sangat mengancam masa depan anak. Oleh karena itu, kata Dhian, ibu hamil sangat dianjurkan mengonsumsi tablet tambah darah yang berisi suplemen gizi mikro berupa zat besi dan asam folat.
Tablet tambah darah ini sebenarnya telah disediakan secara gratis oleh pemerintah bagi ibu hamil yang memeriksakan kandungannya ke Puskesmas.
Namun kenyataan di lapangan tidak sedikit ibu hamil yang enggan mengonsumsi tablet tambah darah karena efek yang bisa membuat mual hingga muntah.
Dhian meminta kepada para kader dan tenaga kesehatan di Puskesmas untuk lebih edukatif memberikan penjelasan pada masyarakat agar tablet tambah darahnya benar-benar diminum.
Dia menyebut, ibu hamil disarankan untuk mengecek kadar sel darah merah atau Hb minimal dua kali selama masa kehamilannya. Hal itu dilakukan untuk mencegah melahirkan anak stunting dan juga agar tidak terjadi perdarahan saat persalinan.
Dhian menerangkan pemerintah daerah juga memiliki peran untuk mengajak masyarakatnya agar mengonsumsi makanan bergizi dan juga tablet tambah darah bagi ibu hamil.
"Misalnya keluarkan surat edaran semua ibu hamil harus minum obat tambah darah kalau mau angka stunting kita turun. Belum semua daerah tidak lakukan, harusnya seperti itu. Saat ini mungkin baru 140 dari keseluruhan kabupaten-kota yang punya sistem penanggulangan stunting," kata Dhian.
Jika hampir separuh dari seluruh ibu hamil di Indonesia mengalami anemia, maka hampir separuh dari anak Indonesia yang akan lahir dan menjadi generasi masa depan Indonesia berpotensi menjadi generasi stunting.
"Generasi yang stunting pasti bukan generasi pemimpin, dia generasi pekerja yang harus disuruh dulu baru bekerja. Ekonomi kita akan segitu-segitu saja, negara kita bukan sebagai pemimpin tapi sebagai pekerja," kata Dhian.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Ibu hamil 48,6 persen itu anemia. Dari 10 ibu hamil, hampir lima orang anemia. Kalau diasosiasikan kekurangan darah atau anemia, ini berakibat pada stunting, ya stuntingnya juga akan tinggi," kata Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Dhian Probhoyekti di Jakarta, Selasa (14/1).
Stunting merupakan kondisi seorang anak yang tidak mendapatkan asupan gizi yang baik atau masalah kekurangan gizi kronik pada masa awal pertumbuhannya. Umumnya, anak stunting memang berperawakan lebih pendek dari tinggi badan normal untuk anak seusianya.
Baca juga: Putri Koster: wujudkan Bali bebas kekerdilan/stunting
Baca juga: Bidan Praktek Mandiri di Denpasar selenggarakan edukasi "Mencegah Stunting Sejak Kehamilan"
Stunting tentu sangat mengancam masa depan anak. Oleh karena itu, kata Dhian, ibu hamil sangat dianjurkan mengonsumsi tablet tambah darah yang berisi suplemen gizi mikro berupa zat besi dan asam folat.
Tablet tambah darah ini sebenarnya telah disediakan secara gratis oleh pemerintah bagi ibu hamil yang memeriksakan kandungannya ke Puskesmas.
Namun kenyataan di lapangan tidak sedikit ibu hamil yang enggan mengonsumsi tablet tambah darah karena efek yang bisa membuat mual hingga muntah.
Dhian meminta kepada para kader dan tenaga kesehatan di Puskesmas untuk lebih edukatif memberikan penjelasan pada masyarakat agar tablet tambah darahnya benar-benar diminum.
Dia menyebut, ibu hamil disarankan untuk mengecek kadar sel darah merah atau Hb minimal dua kali selama masa kehamilannya. Hal itu dilakukan untuk mencegah melahirkan anak stunting dan juga agar tidak terjadi perdarahan saat persalinan.
Dhian menerangkan pemerintah daerah juga memiliki peran untuk mengajak masyarakatnya agar mengonsumsi makanan bergizi dan juga tablet tambah darah bagi ibu hamil.
"Misalnya keluarkan surat edaran semua ibu hamil harus minum obat tambah darah kalau mau angka stunting kita turun. Belum semua daerah tidak lakukan, harusnya seperti itu. Saat ini mungkin baru 140 dari keseluruhan kabupaten-kota yang punya sistem penanggulangan stunting," kata Dhian.
Jika hampir separuh dari seluruh ibu hamil di Indonesia mengalami anemia, maka hampir separuh dari anak Indonesia yang akan lahir dan menjadi generasi masa depan Indonesia berpotensi menjadi generasi stunting.
"Generasi yang stunting pasti bukan generasi pemimpin, dia generasi pekerja yang harus disuruh dulu baru bekerja. Ekonomi kita akan segitu-segitu saja, negara kita bukan sebagai pemimpin tapi sebagai pekerja," kata Dhian.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020