Konsultasi Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR) tentang implementasi Pasal 22 Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat, melaporkan bahwa intoleransi dan kekerasan berbasis agama di kawasan ASEAN meningkat dalam beberapa dekade terakhir khususnya terhadap minoritas agama, sekte, atau agama lokal, kepercayaan, dan gerakan keagamaan baru.
"Gejala intoleransi terjadi dengan pelanggaran terhadap hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, baik oleh Negara, atau oleh masyarakat ketika Negara tidak dapat memberikan perlindungan bagi korban atau mencegah intoleransi dan kekerasan," ujar Wakil Indonesia untuk AICHR Yuyun Wahyuningrum dalam keterangan tertulis yang diterima Antara.
Pasal 22 Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN memberikan jaminan bahwa "Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Segala bentuk intoleransi, diskriminasi, dan penyulutan kebencian atas dasar agama dan kepercayaan harus dihapuskan. Kebebasan beragama dan berkeyakinan juga dilindungi oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Yuyun mengatakan kebebasan beragama dan berkeyakinan melindungi hak setiap manusia untuk percaya dan mengubah agama atau kepercayaan. Itu tidak melindungi agama atau kepercayaan seperti itu.
Baca juga: Gubernur : mari jaga Bali sebagai pulau yang penuh toleransi
Kebebasan beragama dan berkeyakinan berlaku untuk individu, sebagai pemegang hak, yang dapat menggunakan hak ini baik secara individu atau dalam komunitas dengan orang lain dan di depan umum atau pribadi.
Praktik kebebasan beragama karenanya dapat juga memiliki aspek kolektif. "Semua orang memiliki hak untuk memanifestasikan agama atau kepercayaan mereka baik secara individu atau dalam komunitas dengan orang lain dan secara publik atau pribadi dalam ibadah, ketaatan, praktik dan pengajaran, tanpa takut akan intimidasi, diskriminasi, kekerasan atau serangan," ujar Yuyun.
Kebebasan beragama atau berkeyakinan pada hakekatnya terkait dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi, kebebasan berserikat dan berkumpul, serta hak asasi manusia dan kebebasan fundamental lainnya yang semuanya berkontribusi terhadap pembangunan masyarakat yang pluralistik, toleran, dan demokratis.
"Ekspresi keyakinan agama atau non-agama, atau pendapat tentang agama atau kepercayaan, juga dilindungi oleh hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang diabadikan dalam Pasal 23 Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN dan Pasal 19 ICCPR," ujar Yuyun.
Baca juga: Wagub Bali ajak warga tingkatkan toleransi
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Gejala intoleransi terjadi dengan pelanggaran terhadap hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, baik oleh Negara, atau oleh masyarakat ketika Negara tidak dapat memberikan perlindungan bagi korban atau mencegah intoleransi dan kekerasan," ujar Wakil Indonesia untuk AICHR Yuyun Wahyuningrum dalam keterangan tertulis yang diterima Antara.
Pasal 22 Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN memberikan jaminan bahwa "Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Segala bentuk intoleransi, diskriminasi, dan penyulutan kebencian atas dasar agama dan kepercayaan harus dihapuskan. Kebebasan beragama dan berkeyakinan juga dilindungi oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Yuyun mengatakan kebebasan beragama dan berkeyakinan melindungi hak setiap manusia untuk percaya dan mengubah agama atau kepercayaan. Itu tidak melindungi agama atau kepercayaan seperti itu.
Baca juga: Gubernur : mari jaga Bali sebagai pulau yang penuh toleransi
Kebebasan beragama dan berkeyakinan berlaku untuk individu, sebagai pemegang hak, yang dapat menggunakan hak ini baik secara individu atau dalam komunitas dengan orang lain dan di depan umum atau pribadi.
Praktik kebebasan beragama karenanya dapat juga memiliki aspek kolektif. "Semua orang memiliki hak untuk memanifestasikan agama atau kepercayaan mereka baik secara individu atau dalam komunitas dengan orang lain dan secara publik atau pribadi dalam ibadah, ketaatan, praktik dan pengajaran, tanpa takut akan intimidasi, diskriminasi, kekerasan atau serangan," ujar Yuyun.
Kebebasan beragama atau berkeyakinan pada hakekatnya terkait dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi, kebebasan berserikat dan berkumpul, serta hak asasi manusia dan kebebasan fundamental lainnya yang semuanya berkontribusi terhadap pembangunan masyarakat yang pluralistik, toleran, dan demokratis.
"Ekspresi keyakinan agama atau non-agama, atau pendapat tentang agama atau kepercayaan, juga dilindungi oleh hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang diabadikan dalam Pasal 23 Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN dan Pasal 19 ICCPR," ujar Yuyun.
Baca juga: Wagub Bali ajak warga tingkatkan toleransi
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019