"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer).
Jika kita mendengar kata Bali, yang terlintas pertama kali di pikiran kita tentunya tempat dengan keindahan alamnya yang begitu memikat seperti Sanur, Nusa Dua, Ubud dan tidak akan lengkap rasanya jika wisatawan yang datang ke Bali belum mengunjungi Kuta.
Selain dikenal dengan keindahan alamnya, Bali juga dikenal dengan budayanya yang sangat beragam dan unik. Siapa yang tidak mengetahui Tari Kecak? Hal inilah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Bali tidak pernah sepi akan kunjungan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, bahkan Bali jauh lebih dikenal daripada Indonesia.
Bali sebenarnya tidak hanya seputar keindahan alam dan tari-tariannya. Jika digali lebih dalam, Bali juga mempunyai kekayaan intelektual yang begitu melimpah. Sayangnya, kekayaan intelektual tersebut belum begitu dikembangkan oleh masyarakat Bali. Kekayaan intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk intellectual property right (IPR) yakni hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia (penelitian.ugm.ac.id).
Pengobatan tradisional dan kuliner Bali adalah kekayaan intelektual yang menjadi warisan leluhur masyarakat Bali yang sangat berharga. Obat tradisional merupakan obat- obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat- istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional (wikipedia.org).
Salah satu contoh obat tradisional dari daerah Bangli yang sudah terbukti khasiatnya adalah buah Kecemcem. Kecemcem atau lebih dikenal dengan Cemcem ini kerap digunakan karena sudah terbukti bisa melancarkan system pencernaan dan menurunkan tekanan darah tinggi. Kecemcem ini sering diolah menjadi minuman tradisional atau lebih dikenal dengan nama "Loloh Cemcem" yang banyak dijual oleh masyarakat di daerah Penglipuran (bobo.grid.id), lalu ada Loloh Sembung yang terbukti berkhasiat sebagai obat maag, rematik dan juga nyeri haid.
Kekayaan intelektual yang dimiliki Bali selama ini berkembang dan dikenal oleh masyarakat melalui penuturan lisan secara turun temurun dari mulut ke mulut. Kekayaan intelektual yang kita miliki masih sangat sedikit yang dipatentkan bahkan ada yang belum dipatenkan sama sekali.
Kekayaan intelektual Bali yang belum dipatenkan ini sangat rentan dibajak atau diklaim oleh daerah lain. Umumnya kerap kali kita mengabaikan kekayaan intelektual yang ada, sehingga pada saat sudah terjadi kasus penjiplakan atau pengklaiman salah satu budaya kita oleh orang lain, saat itulah kita baru melakukan protes. Sebelum loloh cemcem yang sangat diminati oleh masyarakat Bali ini diklaim oleh daerah lain, perlu usaha nyata untuk mempatenkannya.
Menindaklanjuti masalah tersebut, Gubernur Bali rupanya sudah bergerak cepat dengan mengeluarkan Perda tentang Perlindungan dan Pengaturan Hasil Karya Budaya Bali. Dengan adanya perda ini nantinya tidak akan ada kasus penjiplakan ataupun pembajakan hasil karya Bali oleh pihak lain seperti contoh tari pendet yang dulu pernah diklaim oleh negara tetangga.
Peraturan ini dirancang sebagai payung hukum dan langkah antisipasi pembajakan atau klaim pihak tertentu atas Karya Budaya Bali yang adi luhung. Karya yang akan memperoleh perlindungan seperti hasil karya tradisi Bali, ekspresi tradisional budaya termasuk kuliner khas Bali, seperti hasil karya tradisi Bali, ekspresi tradisional budaya, termasuk kuliner khas Bali seperti Lawar juga akan dipatenkan (Wartabali, 5 April 2019). Segala kekayaan intelektual komunal, kekayaan intelektual industri, hak cipta akan diinventarisasi dan selanjutnya akan diajukan untuk dicatatkan dalam pusat data Kementrian Hukum dan HAM sebagai kekayaan intelektual.
Strategi Perlindungan Kekayaan lntelektual Bali
Yang dimaksud dengan inventarisasi itu adalah pencatatan atau pengumpulan data (tentang kegiatan, hasil yang dicapai, pendapat umum, persuratkabaran, kebudayaan, dan sebagainya) (jagokata.com). Jika sudah diinventarisasi, maka semuanya akan terdata, selain itu data inventarisasi juga bisa diakses masyarakat sebagai bahan dalam mempromosikan kebudayaan asli Indonesia ke dunia internasional. Dengan apa kita bisa menginventarisasikan kekayaan intelektual ini?.
Di zaman digital sekarang, hal yang paling efektif digunakan menginventarisasi kekayaan intelektual adalah dengan membukukannya, baik dalam buku digital maupun buku yang dicetak. Mengutip kata bijak Pramoedya Ananta Toer bahwa orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah dan menulis adalah bekerja untuk keabadian. Dari pernyataan itu menandakan bahwa kegiatan menulis buku bisa mengabadikan suatu ilmu, karya intelektual, dan gagasan.
Hampir segala bidang ilmu pengetahuan membutuhkan buku sebagai sumber ilmu, wawasan, dan informasi untuk dipahami dan disebarluaskan. Pengobatan dan kuliner tradisional sebagai kekayaan intelektual yang sangat berharga juga begitu diharapkan bisa dibukukan. Dengan dibukukan, warisan leluhur itu bisa dibaca dan dijadikan refrensi oleh generasi muda dalam memanfaatkan pengobatan dan kuliner tradisional.
Sebenarnya, nenek moyang kita sudah menggunakan cara menulis, lebih tepatnya menulis lontar, untuk menyimpan kekayaan intelektual seperti pengobatan tradisional. Hal ini bertujuan agar budaya kita tetap tersimpan serta tercatat dalam sejarah dan bisa diturun- temurunkan kepada generasi selanjutnya, namun sekarang beberapa lontar sudah mulai rusak dimakan usia.
Dalam proses penyusunan buku, pemerintah bisa melibatkan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pemikiran salah satu tokoh Dinas Kebudayaan Bali, I Nyoman Minta, yang berharap agar pemerintah dan masyarakat ikut terlibat dalam menginventarisasi, membuat deskripsi dan mempublikasikan kekayaan intelektual baik secara verbal maupun visual ke khayalak luas.
Lalu bagaimana cara melibatkan masyarakat dalam menginvetarisasi kekayaan intelektual Bali melalui menulis buku? Salah satu cara yang bisa digunakan oleh pemerintah adalah dengan mengadakan sayembara atau perlombaan menulis buku tentang obat dan kuliner tradisional Bali.
Sistem sayembara atau perlombaan menulis buku tentang pengobatan dan kuliner tradisional ini bisa dibuka untuk pelajar maupun masyarakat umum sehingga seluruh masyarakat Bali bisa berpatisipasi.
Sayembara menulis buku pengobatan dan kuliner tradisional ini bisa menjadi kampanye menulis dan mematik kepedulian masyarakat, khususnya generasi muda untuk menyelamatkan warisan kekayaan intelektual leluhur yang tidak ternilai. Secara tidak langsung pemerintah juga telah mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga, melestarikan, dan mengeksplorasikan kekayaan intelektual Bali berupa pengobatan dan kuliner tradisional.
"Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui" mungkin itu pepatah yang bisa menggambarkan jika program ini bisa dilaksanakan. Dengan melibatkan masyarakat dalam menulis buku kekayaan intelektual, akan dihasilkan banyak buku yang mendokumentasi kekayaan intelektual masing-masing daerah di Bali.
Pemerintah bisa mengadakan perlombaan ini dengan kategori pelajar dan masyarakat umum. Untuk merangsang peserta sayembara menulis buku ini, pemerintah perlu memberikan penghargaan dan hadiah kepada pemenang. Selanjutnya, karya yang dianggap memenuhi kriteria lomba diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Bali untuk menjadi sebuah buku.
Jika sudah menjadi buku, siapa berani mengklaim warisan kekayaan intelektual Bali? Jawabannya, tentu tidak akan ada yang berani. Alasanya dengan penerbitan buku tersebut, otomotis hak paten atau hak cipta kekayaan-kekayaan intelektual dalam buku tersebut milik masyarakat Bali melalui Pemerintah Provinsi Bali.
Selanjutnya, kekayaan intelektual yang sudah dibukukan tersebut bisa diarsipkan dan disebarkan ke beberapa perpustakaan sekolah, desa, dan perpusatakaan daerah. Hal ini tentu sangat bermanfaat karena di satu sisi masyarakat bisa dengan mudah mengakses buku tersebut, tidak seperti lontar, karena buku ini nantinya akan dibuat dalam bahasa latin dan juga buku ini bisa diedarkan dikalangan masyarakat.
Semoga, kekayaan intelektual yang ada di Bali tetap hidup sepanjang masa dan menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Bali.
*) Penulis adalah siswa SMK Negeri Bali Mandara yang menjadi juara kedua Lomba Esai "Piala Gubernur" dalam rangkaian HUT Ke-82 LKBN ANTARA di Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Jika kita mendengar kata Bali, yang terlintas pertama kali di pikiran kita tentunya tempat dengan keindahan alamnya yang begitu memikat seperti Sanur, Nusa Dua, Ubud dan tidak akan lengkap rasanya jika wisatawan yang datang ke Bali belum mengunjungi Kuta.
Selain dikenal dengan keindahan alamnya, Bali juga dikenal dengan budayanya yang sangat beragam dan unik. Siapa yang tidak mengetahui Tari Kecak? Hal inilah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Bali tidak pernah sepi akan kunjungan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, bahkan Bali jauh lebih dikenal daripada Indonesia.
Bali sebenarnya tidak hanya seputar keindahan alam dan tari-tariannya. Jika digali lebih dalam, Bali juga mempunyai kekayaan intelektual yang begitu melimpah. Sayangnya, kekayaan intelektual tersebut belum begitu dikembangkan oleh masyarakat Bali. Kekayaan intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk intellectual property right (IPR) yakni hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia (penelitian.ugm.ac.id).
Pengobatan tradisional dan kuliner Bali adalah kekayaan intelektual yang menjadi warisan leluhur masyarakat Bali yang sangat berharga. Obat tradisional merupakan obat- obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat- istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional (wikipedia.org).
Salah satu contoh obat tradisional dari daerah Bangli yang sudah terbukti khasiatnya adalah buah Kecemcem. Kecemcem atau lebih dikenal dengan Cemcem ini kerap digunakan karena sudah terbukti bisa melancarkan system pencernaan dan menurunkan tekanan darah tinggi. Kecemcem ini sering diolah menjadi minuman tradisional atau lebih dikenal dengan nama "Loloh Cemcem" yang banyak dijual oleh masyarakat di daerah Penglipuran (bobo.grid.id), lalu ada Loloh Sembung yang terbukti berkhasiat sebagai obat maag, rematik dan juga nyeri haid.
Kekayaan intelektual yang dimiliki Bali selama ini berkembang dan dikenal oleh masyarakat melalui penuturan lisan secara turun temurun dari mulut ke mulut. Kekayaan intelektual yang kita miliki masih sangat sedikit yang dipatentkan bahkan ada yang belum dipatenkan sama sekali.
Kekayaan intelektual Bali yang belum dipatenkan ini sangat rentan dibajak atau diklaim oleh daerah lain. Umumnya kerap kali kita mengabaikan kekayaan intelektual yang ada, sehingga pada saat sudah terjadi kasus penjiplakan atau pengklaiman salah satu budaya kita oleh orang lain, saat itulah kita baru melakukan protes. Sebelum loloh cemcem yang sangat diminati oleh masyarakat Bali ini diklaim oleh daerah lain, perlu usaha nyata untuk mempatenkannya.
Menindaklanjuti masalah tersebut, Gubernur Bali rupanya sudah bergerak cepat dengan mengeluarkan Perda tentang Perlindungan dan Pengaturan Hasil Karya Budaya Bali. Dengan adanya perda ini nantinya tidak akan ada kasus penjiplakan ataupun pembajakan hasil karya Bali oleh pihak lain seperti contoh tari pendet yang dulu pernah diklaim oleh negara tetangga.
Peraturan ini dirancang sebagai payung hukum dan langkah antisipasi pembajakan atau klaim pihak tertentu atas Karya Budaya Bali yang adi luhung. Karya yang akan memperoleh perlindungan seperti hasil karya tradisi Bali, ekspresi tradisional budaya termasuk kuliner khas Bali, seperti hasil karya tradisi Bali, ekspresi tradisional budaya, termasuk kuliner khas Bali seperti Lawar juga akan dipatenkan (Wartabali, 5 April 2019). Segala kekayaan intelektual komunal, kekayaan intelektual industri, hak cipta akan diinventarisasi dan selanjutnya akan diajukan untuk dicatatkan dalam pusat data Kementrian Hukum dan HAM sebagai kekayaan intelektual.
Strategi Perlindungan Kekayaan lntelektual Bali
Yang dimaksud dengan inventarisasi itu adalah pencatatan atau pengumpulan data (tentang kegiatan, hasil yang dicapai, pendapat umum, persuratkabaran, kebudayaan, dan sebagainya) (jagokata.com). Jika sudah diinventarisasi, maka semuanya akan terdata, selain itu data inventarisasi juga bisa diakses masyarakat sebagai bahan dalam mempromosikan kebudayaan asli Indonesia ke dunia internasional. Dengan apa kita bisa menginventarisasikan kekayaan intelektual ini?.
Di zaman digital sekarang, hal yang paling efektif digunakan menginventarisasi kekayaan intelektual adalah dengan membukukannya, baik dalam buku digital maupun buku yang dicetak. Mengutip kata bijak Pramoedya Ananta Toer bahwa orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah dan menulis adalah bekerja untuk keabadian. Dari pernyataan itu menandakan bahwa kegiatan menulis buku bisa mengabadikan suatu ilmu, karya intelektual, dan gagasan.
Hampir segala bidang ilmu pengetahuan membutuhkan buku sebagai sumber ilmu, wawasan, dan informasi untuk dipahami dan disebarluaskan. Pengobatan dan kuliner tradisional sebagai kekayaan intelektual yang sangat berharga juga begitu diharapkan bisa dibukukan. Dengan dibukukan, warisan leluhur itu bisa dibaca dan dijadikan refrensi oleh generasi muda dalam memanfaatkan pengobatan dan kuliner tradisional.
Sebenarnya, nenek moyang kita sudah menggunakan cara menulis, lebih tepatnya menulis lontar, untuk menyimpan kekayaan intelektual seperti pengobatan tradisional. Hal ini bertujuan agar budaya kita tetap tersimpan serta tercatat dalam sejarah dan bisa diturun- temurunkan kepada generasi selanjutnya, namun sekarang beberapa lontar sudah mulai rusak dimakan usia.
Dalam proses penyusunan buku, pemerintah bisa melibatkan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pemikiran salah satu tokoh Dinas Kebudayaan Bali, I Nyoman Minta, yang berharap agar pemerintah dan masyarakat ikut terlibat dalam menginventarisasi, membuat deskripsi dan mempublikasikan kekayaan intelektual baik secara verbal maupun visual ke khayalak luas.
Lalu bagaimana cara melibatkan masyarakat dalam menginvetarisasi kekayaan intelektual Bali melalui menulis buku? Salah satu cara yang bisa digunakan oleh pemerintah adalah dengan mengadakan sayembara atau perlombaan menulis buku tentang obat dan kuliner tradisional Bali.
Sistem sayembara atau perlombaan menulis buku tentang pengobatan dan kuliner tradisional ini bisa dibuka untuk pelajar maupun masyarakat umum sehingga seluruh masyarakat Bali bisa berpatisipasi.
Sayembara menulis buku pengobatan dan kuliner tradisional ini bisa menjadi kampanye menulis dan mematik kepedulian masyarakat, khususnya generasi muda untuk menyelamatkan warisan kekayaan intelektual leluhur yang tidak ternilai. Secara tidak langsung pemerintah juga telah mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga, melestarikan, dan mengeksplorasikan kekayaan intelektual Bali berupa pengobatan dan kuliner tradisional.
"Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui" mungkin itu pepatah yang bisa menggambarkan jika program ini bisa dilaksanakan. Dengan melibatkan masyarakat dalam menulis buku kekayaan intelektual, akan dihasilkan banyak buku yang mendokumentasi kekayaan intelektual masing-masing daerah di Bali.
Pemerintah bisa mengadakan perlombaan ini dengan kategori pelajar dan masyarakat umum. Untuk merangsang peserta sayembara menulis buku ini, pemerintah perlu memberikan penghargaan dan hadiah kepada pemenang. Selanjutnya, karya yang dianggap memenuhi kriteria lomba diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Bali untuk menjadi sebuah buku.
Jika sudah menjadi buku, siapa berani mengklaim warisan kekayaan intelektual Bali? Jawabannya, tentu tidak akan ada yang berani. Alasanya dengan penerbitan buku tersebut, otomotis hak paten atau hak cipta kekayaan-kekayaan intelektual dalam buku tersebut milik masyarakat Bali melalui Pemerintah Provinsi Bali.
Selanjutnya, kekayaan intelektual yang sudah dibukukan tersebut bisa diarsipkan dan disebarkan ke beberapa perpustakaan sekolah, desa, dan perpusatakaan daerah. Hal ini tentu sangat bermanfaat karena di satu sisi masyarakat bisa dengan mudah mengakses buku tersebut, tidak seperti lontar, karena buku ini nantinya akan dibuat dalam bahasa latin dan juga buku ini bisa diedarkan dikalangan masyarakat.
Semoga, kekayaan intelektual yang ada di Bali tetap hidup sepanjang masa dan menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Bali.
*) Penulis adalah siswa SMK Negeri Bali Mandara yang menjadi juara kedua Lomba Esai "Piala Gubernur" dalam rangkaian HUT Ke-82 LKBN ANTARA di Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019