Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan proyek penataan parkir dan "Margi Agung" akan mengawali rangkaian tahapan program Perlindungan Kawasan Suci Besakih, di kaki Gunung Agung, Kabupaten Karangasem, yang pembangunan dimulai pada 2020.

"Untuk penataan palemahan (lingkungan) di Besakih ini, sudah sangat mendesak karena sudah sangat krodit, kotor, semrawut, mengganggu kesucian dan keagungan Besakih," kata Koster saat menggelar acara Konsultasi Publik Rencana Pembangunan Infrastruktur Kawasan Suci Besakih, di Wantilan Pura Besakih, Amlapura, Karangasem, Kamis.

Dia mengemukakan, proyek penataan "palemahan" yang meliputi pembangunan parkir empat lantai dan "Margi Agung" dengan penataan jaringan jalan, ruang pejalan kaki, dan kios-kios pedagang akan dimulai pada 2020 dan ditargetkan rampung pada 2022.

"Astungkara sharing dari APBN dan APBD Bali," ucapnya pada acara yang dihadiri warga pemilik lahan yang akan terdampak proyek penataan Besakih tersebut. Setelah proyek penataan "palemahan" selesai, barulah nanti akan dilanjutkan dengan penataan bagian parahyangan (tempat suci).

"Besakih itu hulunya spiritual Bali. Kita telah mewarisi karya adiluhung milik leluhur. Leluhur telah menempatkan pura dengan tatanan yang luar biasa. Kalau diberikan warisan, tetapi kita tidak bisa menjaga, kita dosa besar," ujar Koster.

Parkir empat lantai yang dibuat menyesuaikan dengan kontur tanah di kawasan Besakih itu, lanjut Koster, semua biaya pembangunannya didanai APBN. Nantinya tempat parkir ini mampu menampung 2.045 mobil dan 4.470 sepeda motor.

Sedangkan untuk penataan "Margi Agung" dan pembebasan lahan warga di kawasan Bencingah dan Manik Mas, Besakih yang selama ini sudah dimanfaatkan membuka 471 kios dagang, akan didanai melalui APBD. Setelah ditata, warga pemilik kios selain mendapatkan pengganti biaya lahan dari Pemprov Bali juga dibuatkan kios baru yang lebih bagus dengan kapasitas 501 kios, lengkap dengan meja, kursi, dan rak dagangnya.

Untuk penataan parkir dan Margi Agung dibutuhkan lahan seluas 4,1 hektare di kawasan Bencingah, dan 5,2 hektare di Manik Mas. Tetapi tidak semuanya lahan milik masyarakat, di sana ada lahan milik Pemprov Bali dan desa adat. Yang dibebaskan itu hanya lahan milik warga, seperti halnya di kawasan Manik Mas, dari 5,2 hektare lahan yang diperlukan, ada dua 2 hektare lebih miliki pemerintah provinsi, sisanya 3 hektare yang milik warga.

"Kami sengaja mengundang masyarakat yang memiliki lahan untuk diajak berdiskusi terkait rencana ini. Secara umum setuju semua, hanya beberapa orang yang menyatakan setuju dengan catatan tetapi sesuai maunya dia," ucapnya.

Diantaranya dalam acara konsultasi itu, ada warga yang mengatakan bahwa harga 1 are tanah di kawasan Bencingah senilai Rp1,2 miliar dan ada juga yang meminta agar diberikan DP dulu karena untuk kebutuhan biaya pernikahan anak.

Terkait dengan harga pembebasan lahan milik warga, Koster mengatakan akan ditentukan oleh tim independen. "Nanti kami sinkronkan, prinsipnya harus diselesaikan jangan sampai program ini menyusahkan dan merugikan masyarakat," kata gubernur asal Desa Sembiran, Kabupaten Buleleng itu.

Anggaran yang dibutuhkan untuk penataan selama tiga tahun tersebut diperkirakan menelan biaya sebesar Rp1,6 triliun, tetapi masih memungkinkan ada penyesuaian karena ada yang harus didalami lagi. Pemprov Bali dalam APBD Bali 2020 menganggarkan sebesar Rp60 miliar untuk biaya pembebasan lahan warga dan Rp120 miliar untuk proyek Margi Agung.***3***
Wisatawan asing dengan didampingi pemandu saat berwisata ke Pura Besakih, Amlapura, Karangasem (Antaranews Bali/Ni Luh Rhisma/2019)





 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019