Sidang Umum Ke-17 Organisasi Kantor Berita Asia Pasifik (OANA) di Seoul, Korsel, 6-9 November 2019 antara lain menghadirkan pakar media dari AS, Dr Troy Douglas McGrath, sebagai pembicara yang membahas perlunya kolaborasi antarkantor berita dalam memerangi kabar bohong (hoaks) dan berita palsu (fake news).
"Ya, hoaks dan berita palsu memang menyebar sangat cepat, suatu kebohongan telah menyebar ke seluruh dunia, bahkan saat kebenaran belum berdiri," kata Dekan Future Generations Graduate School, AS, dalam percakapan dengan ANTARA di Seoul, Kamis.
Grath yang berpengalaman mengajar di Russian State University dan menjadi Direktur Pusat Studi Rusia-AS menegaskan bahwa wartawan dan pekerja media massa menghadapi tantangan dari publik dari mana saja yang bisa membuat dan menyebarkan kabar apa saja yang mereka inginkan melalui media sosial, meskipun tanpa konfirmasi dan verifikasi.
Baca juga: Sidang Umum OANA, nama kantor berita yang jadi anggota OANA
Doktor Ilmu Politik dari Universitas Columbia itu mengatakan prinsip kewartawanan yang mengatur secara baik dan benar dalam membuat konten, memberikan sudut pandang, melakukan konfirmasi dan memverifikasi informasi, kalah cepat dengan publik yang bebas menyebarkan kabar apa saja.
"Apalagi publik cenderung repost bukan membaca konten," kata Grath yang menjadi pembicara sesi Trust and Accountability pada Sidang Umum Ke-17 OANA itu.
Grath dengan pengalaman mengajar di berbagai universitas di berbagai negara, seperti di Malaysia (Albukhari International University), Bahrain (New York Institute of Technology), Nigeria (American University of Nigeria), Ceko dan Hongaria (Central Eutopean University), dan Albania (Shkoder University), menyatakan, media massa termasuk kantor-kantor berita harus bergerak lebih cepat secara bersama-sama dalam memerangi kabar bohong dan berita palsu.
Menurut dia, selain harus lebih cepat dalam menyampaikan informasi, termasuk melalui berbagai media sosial, juga harus tetap melakukan cek fakta dan konfirmasi.
Baca juga: Sidang OANA, Presiden Korsel terima Direktur Pemberitaan ANTARA
Grath menyatakan kantor berita harus bisa menjawab apa yang perlu publik tahu (need to know), apa yang penting, apa yang ingin publik tahu, dan apa yang seharusnya publik ketahui.
"Itu yang menjadi model bisnis media saat ini dan kita memang menghadapi masa-masa sulit, harus ditemukan jalan bagaimana kita mengkombinasikan dan mengemas berita dan informasi secara kr dibel dan terverifikasi," tuturnya.
Sementara itu Direktur Pemberitaan Kantor Berita ANTARA Akhmad Munir sependapat dengan pandangan Grath bahwa pers dan media massa, termasuk kantor berita, wajib menyebarluaskan berita yang terverifikasi.
"Apalagi untuk kantor berita yang dilanggani oleh berbagai media massa lain," ucapnya di Seoul.
Baca juga: ANTARA Terpilih Jadi Komite Teknik OANA
Munir menyatakan sangat perlu antarkantor berita, apalagi bagi seluruh anggota OANA, untuk berkolaborasi lebih terpadu lagi dalam memerangi kabar bohong dan berita palsu.
Menurut dia, kerja sama tersebut tidak hanya dalam pertukaran berita antaranggota OANA melainkan secara bersama-sama menyebarluaskan kebenaran.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Ya, hoaks dan berita palsu memang menyebar sangat cepat, suatu kebohongan telah menyebar ke seluruh dunia, bahkan saat kebenaran belum berdiri," kata Dekan Future Generations Graduate School, AS, dalam percakapan dengan ANTARA di Seoul, Kamis.
Grath yang berpengalaman mengajar di Russian State University dan menjadi Direktur Pusat Studi Rusia-AS menegaskan bahwa wartawan dan pekerja media massa menghadapi tantangan dari publik dari mana saja yang bisa membuat dan menyebarkan kabar apa saja yang mereka inginkan melalui media sosial, meskipun tanpa konfirmasi dan verifikasi.
Baca juga: Sidang Umum OANA, nama kantor berita yang jadi anggota OANA
Doktor Ilmu Politik dari Universitas Columbia itu mengatakan prinsip kewartawanan yang mengatur secara baik dan benar dalam membuat konten, memberikan sudut pandang, melakukan konfirmasi dan memverifikasi informasi, kalah cepat dengan publik yang bebas menyebarkan kabar apa saja.
"Apalagi publik cenderung repost bukan membaca konten," kata Grath yang menjadi pembicara sesi Trust and Accountability pada Sidang Umum Ke-17 OANA itu.
Grath dengan pengalaman mengajar di berbagai universitas di berbagai negara, seperti di Malaysia (Albukhari International University), Bahrain (New York Institute of Technology), Nigeria (American University of Nigeria), Ceko dan Hongaria (Central Eutopean University), dan Albania (Shkoder University), menyatakan, media massa termasuk kantor-kantor berita harus bergerak lebih cepat secara bersama-sama dalam memerangi kabar bohong dan berita palsu.
Menurut dia, selain harus lebih cepat dalam menyampaikan informasi, termasuk melalui berbagai media sosial, juga harus tetap melakukan cek fakta dan konfirmasi.
Baca juga: Sidang OANA, Presiden Korsel terima Direktur Pemberitaan ANTARA
Grath menyatakan kantor berita harus bisa menjawab apa yang perlu publik tahu (need to know), apa yang penting, apa yang ingin publik tahu, dan apa yang seharusnya publik ketahui.
"Itu yang menjadi model bisnis media saat ini dan kita memang menghadapi masa-masa sulit, harus ditemukan jalan bagaimana kita mengkombinasikan dan mengemas berita dan informasi secara kr dibel dan terverifikasi," tuturnya.
Sementara itu Direktur Pemberitaan Kantor Berita ANTARA Akhmad Munir sependapat dengan pandangan Grath bahwa pers dan media massa, termasuk kantor berita, wajib menyebarluaskan berita yang terverifikasi.
"Apalagi untuk kantor berita yang dilanggani oleh berbagai media massa lain," ucapnya di Seoul.
Baca juga: ANTARA Terpilih Jadi Komite Teknik OANA
Munir menyatakan sangat perlu antarkantor berita, apalagi bagi seluruh anggota OANA, untuk berkolaborasi lebih terpadu lagi dalam memerangi kabar bohong dan berita palsu.
Menurut dia, kerja sama tersebut tidak hanya dalam pertukaran berita antaranggota OANA melainkan secara bersama-sama menyebarluaskan kebenaran.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019