Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama (Dirjen Bimmas Hindu Kemenag) I Ketut Widnya mengatakan Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar telah diusulkan "naik kelas" dan berubah namanya menjadi Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa.
"Rancangan Peraturan Presiden tentang Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa dan Institut Hindu Dharma Negeri Gede Puja Mataram itu sudah selesai kami buat dengan Menpan dan dari Kemenpan-RB sudah diteruskan ke Presiden," kata Ketut Widnya disela-sela membuka seminar bertajuk I Gusti Bagus Sugriwa dalam Lintasan Sejarah Pembangunan Negara dan Agama Hindu', di Kampus ISI Denpasar, Jumat.
Oleh karena itu, lanjut Widnya, saat ini tinggal menunggu tanda tangan dari Presiden terkait persetujuan perubahan nama kampus IHDN Denpasar tersebut.
"Nama I Gusti Bagus Sugriwa (almarhum) sebagai nama kampus, sebelumnya memang diusulkan oleh tokoh-tokoh di IHDN Denpasar, karena IGB Sugriwa relatif dekat dengan sejarah lahirnya kampus setempat. Di samping itu, pemikiran Beliau jelas kita warisi sampai sekarang, pemikiran keagamaannya maupun kebangsaan. Pemikiran itu sangat relevan dengan kondisi keagamaan sekarang," ucapnya.
Perjuangan untuk "menaikkan kelas" IHDN Denpasar, tambah dia, merupakan kerja bersama, tidak saja dari internal kampus juga melibatkan unsur Kementerian Agama, PHDI Pusat, PHDI Bali, Pemprov Bali, anggota DPR RI dari Bali, jajaran panitia, dan berbagai tokoh. "Jadi ini bukan hanya kerja Dirjen Bimas Hindu, kami memang sebagai 'leading', tetapi ini kerja bersama," ucapnya.
Widnya melihat pemikiran-pemikiran IGB Sugriwa yang telah berpulang pada 22 November 1977 itu (dalam usia 77 tahun) masih sangat relevan untuk direalisasikan dalam era Revolusi Industri 4.0.
"Penting kita warisi dan bagikan kepada generasi milenial khususnya terkait agama Hindu. Salah satunya beliau mengajarkan agar jangan sampai kita kehilangan unsur ke-Baliannya. IGB Sugriwa bukan saja sosok pendidik, tetapi sekaligus politikus, seniman, budayawan dan tokoh agama. Sebagai seniman, Beliau pun sangat fasih menembangkan kidung dan kekawih," ucapnya.
Baca juga: Rektor minta Kemenag jadikan IHDN Denpasar sebagai universitas
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Yayasan I Gusti Bagus Sugriwa, Ida Rsi Agung Wayabya Suprabhu Sogata Karang, mengatakan melalui kegiatan seminar tersebut bekerja sama dengan Institut Seni Indonesia Denpasar, pihaknya ingin menggugah semangat generasi muda untuk lebih menguatkan pemahaman tentang agama, tradisi, adat, seni dan budaya Bali untuk menghadapi tantangan era global.
"IGB Sugriwa juga dipandang sebagai cendekiawan Bali karena telah merumuskan banyak hal tentang Agama Hindu di Bali. Beliau juga sangat intens memperjuangkan agar Agama Hindu Bali diakui negara. Berkat kedekatannya dengan Bung Karno dan perjuangannya bersama teman-teman berdiskusi dengan Menteri Agama kala itu, sehingga akhirnya pada 5 September 1958 terbitlah Surat Keputusan Menteri Agama RI yang mengakui keberadaan Agama Hindu Bali," ucap Ida Rsi Agung yang juga salah satu putra dari IGB Sugriwa.
Sebagai cendekiawan, lanjut dia, IGB Sugriwa juga banyak dilibatkan dalam pendirian berbagai lembaga pendidikan diantaranya Yayasan Dwijendra, STAHN yang kini bernama Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, Kokar Bali kemudian ASTI yang kini menjadi ISI Denpasar, IHD atau yang kini dikenal Unhi Denpasar.
Baca juga: IHDN Denpasar deklarasikan diri sebagai kampus kerukunan
IGB Sugriwa semasa hidupnya merupakan sosok penulis yang produktif, tercatat ada 68 judul buku yang ditulis di 115 publikasi dan diterjemahkan dalam 10 bahasa serta disimpan oleh 351 perpustakaan di seluruh dunia.
Di bidang pemerintahan, dan organisasi IGB Sugriwa pernah menjabat anggota Dewan Pemerintah Daerah (DPD) Bali bidang agama, kebudayaan, kehakiman, keuangan, pertanahan dan balai kemasyarakatan, anggota Dewan Nasional, anggota DPA, Front Nasional dan Kwarnas Pramuka.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Rancangan Peraturan Presiden tentang Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa dan Institut Hindu Dharma Negeri Gede Puja Mataram itu sudah selesai kami buat dengan Menpan dan dari Kemenpan-RB sudah diteruskan ke Presiden," kata Ketut Widnya disela-sela membuka seminar bertajuk I Gusti Bagus Sugriwa dalam Lintasan Sejarah Pembangunan Negara dan Agama Hindu', di Kampus ISI Denpasar, Jumat.
Oleh karena itu, lanjut Widnya, saat ini tinggal menunggu tanda tangan dari Presiden terkait persetujuan perubahan nama kampus IHDN Denpasar tersebut.
"Nama I Gusti Bagus Sugriwa (almarhum) sebagai nama kampus, sebelumnya memang diusulkan oleh tokoh-tokoh di IHDN Denpasar, karena IGB Sugriwa relatif dekat dengan sejarah lahirnya kampus setempat. Di samping itu, pemikiran Beliau jelas kita warisi sampai sekarang, pemikiran keagamaannya maupun kebangsaan. Pemikiran itu sangat relevan dengan kondisi keagamaan sekarang," ucapnya.
Perjuangan untuk "menaikkan kelas" IHDN Denpasar, tambah dia, merupakan kerja bersama, tidak saja dari internal kampus juga melibatkan unsur Kementerian Agama, PHDI Pusat, PHDI Bali, Pemprov Bali, anggota DPR RI dari Bali, jajaran panitia, dan berbagai tokoh. "Jadi ini bukan hanya kerja Dirjen Bimas Hindu, kami memang sebagai 'leading', tetapi ini kerja bersama," ucapnya.
Widnya melihat pemikiran-pemikiran IGB Sugriwa yang telah berpulang pada 22 November 1977 itu (dalam usia 77 tahun) masih sangat relevan untuk direalisasikan dalam era Revolusi Industri 4.0.
"Penting kita warisi dan bagikan kepada generasi milenial khususnya terkait agama Hindu. Salah satunya beliau mengajarkan agar jangan sampai kita kehilangan unsur ke-Baliannya. IGB Sugriwa bukan saja sosok pendidik, tetapi sekaligus politikus, seniman, budayawan dan tokoh agama. Sebagai seniman, Beliau pun sangat fasih menembangkan kidung dan kekawih," ucapnya.
Baca juga: Rektor minta Kemenag jadikan IHDN Denpasar sebagai universitas
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Yayasan I Gusti Bagus Sugriwa, Ida Rsi Agung Wayabya Suprabhu Sogata Karang, mengatakan melalui kegiatan seminar tersebut bekerja sama dengan Institut Seni Indonesia Denpasar, pihaknya ingin menggugah semangat generasi muda untuk lebih menguatkan pemahaman tentang agama, tradisi, adat, seni dan budaya Bali untuk menghadapi tantangan era global.
"IGB Sugriwa juga dipandang sebagai cendekiawan Bali karena telah merumuskan banyak hal tentang Agama Hindu di Bali. Beliau juga sangat intens memperjuangkan agar Agama Hindu Bali diakui negara. Berkat kedekatannya dengan Bung Karno dan perjuangannya bersama teman-teman berdiskusi dengan Menteri Agama kala itu, sehingga akhirnya pada 5 September 1958 terbitlah Surat Keputusan Menteri Agama RI yang mengakui keberadaan Agama Hindu Bali," ucap Ida Rsi Agung yang juga salah satu putra dari IGB Sugriwa.
Sebagai cendekiawan, lanjut dia, IGB Sugriwa juga banyak dilibatkan dalam pendirian berbagai lembaga pendidikan diantaranya Yayasan Dwijendra, STAHN yang kini bernama Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, Kokar Bali kemudian ASTI yang kini menjadi ISI Denpasar, IHD atau yang kini dikenal Unhi Denpasar.
Baca juga: IHDN Denpasar deklarasikan diri sebagai kampus kerukunan
IGB Sugriwa semasa hidupnya merupakan sosok penulis yang produktif, tercatat ada 68 judul buku yang ditulis di 115 publikasi dan diterjemahkan dalam 10 bahasa serta disimpan oleh 351 perpustakaan di seluruh dunia.
Di bidang pemerintahan, dan organisasi IGB Sugriwa pernah menjabat anggota Dewan Pemerintah Daerah (DPD) Bali bidang agama, kebudayaan, kehakiman, keuangan, pertanahan dan balai kemasyarakatan, anggota Dewan Nasional, anggota DPA, Front Nasional dan Kwarnas Pramuka.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019