Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali mengusulkan segera ada kajian mengenai posisi dan pengaturan desa adat, setelah nanti terbentuk Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (DPMA) Provinsi Bali yang beririsan dengan tahapan pelaksanaan Pilkada 2020.

"Dinas Pemajuan Masyarakat Adat akan didanai dengan anggaran pemerintah daerah. Selain Dinas itu sendiri, tentu akan memfasilitasi desa adat yang ada di Bali. Oleh karena tahapan ini beririsan dengan Pilkada Serentak 2020, kita perlu melakukan kajian sebagai langkah pencegahan apakah desa adat menjadi bagian atau dapat dimaknai sebagai perangkat desa atau tidak," kata anggota Bawaslu Bali Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, di Sanur, Denpasar, Kamis malam.

Persoalannya, tambah dia, ketika nanti Dinas PMA menyalurkan bantuan ke desa adat bukan sebagai hibah, tetapi kewajiban fasilitasi. "Apakah nanti itu akan dimaknai sebagai perangkat pemerintah daerah atau sebutan lainnnya, atau kepala desa/lurah atau sebutan lainnya. Ini harus 'clear' di awal sebelum tahapan kampanye pilkada," ucapnya disela-sela menjadi pemateri dalam kegiatan bertajuk "Pembinaan SDM Bawaslu melalui Sinergi dengan Stakeholder" itu.

Baca juga: Bawaslu Bali gencarkan pengawasan pilkada lewat medsos

Selain itu, jangan sampai ada dana dari kegiatan tertentu yang diduga mengandung unsur-unsur kampanye dari suatu desa adat tertentu. "Potensi itu ada, jangan sampai karena kami tidak 'aware' lalu terjadi masalah yang tidak disadari. Oleh karena itu, kami menekankan aspek koordinasi dengan 'stakeholder' terkait dan upaya pencegahan. Kalau tidak, nanti dampaknya bisa luas," katanya yang juga Koordinator Divisi Hukum, Data dan Informasi Bawaslu Bali itu.

Menurut Raka Sandi, jika posisi desa adat nantinya dapat dimaknai sebagai perangkat desa, atau sebutan lainnya, juga akan timbul pertanyaan apakah boleh ikut kampanye, boleh mendukung pasangan calon peserta pilkada ataukah tidak.

"Peran desa adat di Bali ini sangat strategis. Desa adat memang harus mendapat perhatian dan juga harus dijaga. Kalau tidak, jangan sampai nanti karena kesimpangsiuran aturan bisa timbul masalah dalam pelaksanaannya, misalnya terkait bendesa (pimpinan desa adat) yang ikut berkampanye atau mendukung pasangan calon tertentu," ucapnya.

Terkait dengan kajian posisi desa adat itu, lanjut dia, tentunya tidak bisa dilakukan Bawaslu sendiri. Tetapi yang penting Pemprov Bali selaku pemerintah daerah yang membentuk dinas tersebut, yang akan berlaku efektif mulai awal 2020.

Baca juga: Bawaslu Bali ingatkan wakil rakyat untuk penuhi janji kampanye

"Kemudian ditambah kajian dari Majelis Desa Adat. Kami juga sudah menyampaikan permasalahan ini kepada Divisi Hukum Bawaslu RI agar ini dipikirkan. Nanti bagaimana pengaturannya tentu akan ditindaklanjuti," ujar mantan Ketua KPU Bali itu.

Pihak Bawaslu Bali merencanakan akan berkoordinasi dengan Majelis Desa Adat Provinsi Bali untuk mendapat masukan terkait posisi desa adat itu dan sekaligus menentukan langkah-langkah menghadapi Pilkada 2020 di enam kabupaten/kota di Bali yakni di Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Bangli, Karangasem dan Kota Denpasar.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019