Batik "print" memiliki nilai ekspor tinggi dibandingkan dengan batik tulis dan batik cap baik lokal hingga ke mancanegara, karena proses pembuatan batik tulis membutuhkan waktu cukup lama.
"Untuk batik jenis print kita memang tidak jual di art shop melainkan khusus untuk project atau pemesanan ekspor atau pemesanan lokal yang membutuhkan jumlah besar, sampai ribuan," kata pemilik toko Phalam Batik, Arya P Purwa Wungsu, di sentra kerajinan batik, di Desa Tohpati, Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan untuk jumlah pemesanan berkisar 3.000 hingga 8.000 meter. Ekspor batik print ini menyasar tropical country atau negara yang banyak pantainya, seperti Pulau Fiji.
Secara keseluruhan, untuk ketiga jenis batik beserta pernak perniknya dibanderol harga dari Rp200 ribu sampai Rp16 Juta. Tinggi rendahnya harga dilihat dari besarnya media yang digunakan dan banyak warna yang ditampilkan.
Baca juga: Hari Batik, sentra batik di Bali dikunjungi wisatawan asing
Ia menegaskan bahwa batik print digunakan hanya untuk keperluan tertentu. Bertepatan dengan Hari Batik Nasional ini, ia ingin mengedukasi bahwa batik merupakan warisan leluhur yang antik dan harus dijaga keberadaannya.
"Kalau batik print ini memiliki kesan yang berbeda, makanya digunakan saat - saat tertentu, kalau batik tulis ada yang berupa gambar pola, kemudian pola itu dikirim ke pembatik untuk diberikan malam - malam dengan lilin, kemudian dicelup berulang-ulang," jelasnya.
Untuk batik tulis asli bisa dilihat dari jumlah warnanya yang bervariasi, beragam dan tidak terbatas. Selain itu juga, pengerjaannya yang teliti sehingga membutuhkan waktu lama.
"Jadi semakin banyak warna pada batik tulis, maka semakin lama proses pengerjaannya dan harga yang dibanderol juga lebih mahal," katanya.
Waktu pengerjaan kain batik tulis per 2 meter kain tergantung banyak warnanya, sekitar satu bulan atau lebih. Untuk batik cap memiliki kemiripan dengan batik print sekitar satu minggu untuk pengerjaannya.
Munculnya motif kain batik juga terinspirasi dari lingkungan misalnya batik Megamendung yang menjadi ikon nya Cirebon. Dibandingkan dengan Bali sendiri, misalnya terinspirasi dari Barong, Tanah Lot, Pura yang ada di Bali.
Baca juga: Presiden: rawat batik
Menurutnya, kalau batik Jawa mengedepankan pesan - pesan tersirat yang tergambar dari batik itu, seperti batik parang dan sebagainya.
Wungsu menambahkan apabila dilihat dari segi kekuatan kainnya, temperatur tempat kain disimpan itu harus dijaga. Selain itu, kondisi suhu yang tidak lembab dan tidak kering, kemudian harus dirawat agar tidak ada binatang - binatang pengerat yang dapat merusak kain.
"Di satu sisi juga semakin kunonya batik itu, semakin lama juga usianya, menjadi sisi lebih dari batik itu, yang penting tidak robek, nah nilai jualnya tetap tinggi," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019