Situs tua Beji Langon, salah satu sumber air di Desa Kapal, Kabupaten Badung, Bali menjadi inspirasi AA Gede Agung Rahma Putra, mahasiswa Pascasarjana ISI Surakarta dalam menggarap tari untuk ujian promosi doktor penciptaan karya seni.

"Dalam perspektif budaya, Beji Langon merupakan salah satu tinggalan situs tua yang merekam jejak peradaban air di wilayah Badung. Konon sebelum bernama Beji Langon, tempat ini bernama Pancoran Dedari," kata Agung Rahma di sela-sela geladi bersih karya seni tari itu di Beji Langon, Badung, Minggu malam.

Selain memiliki keindahan alam, Beji Langon juga memiliki ritus air yang masih eksis dilaksanakan hingga saat ini. 

Menurut dia, sumber air di Beji Langon hingga kini masih dijaga kesucian dan kelestarianya oleh masyarakat setempat. 

Namun, di balik peranan beji masih perlu ada upaya pemahaman konsep air sesuai fungsinya.

"Ada tiga konsep pemanfaatan air yang kami angkat dalam karya seni serangkaian ujian yang saya jalani kali ini, yakni di tempat ini terdapat sumber mata air atau disebut 'yeh' yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat, sedangkan air di sini juga disebut 'toya' fungsinya untuk berbagai keperluan upacara ritual agama Hindu sementara air di sini sebagai 'tirta' fungsinya untuk penyucian spiritual," ujarnya.

Dari tiga fungsi penggunaan air di Beji Langon itu, ia tuangkan dalam wujud karya seni pertunjukan, dengan memanfaatkan alam sekitar Beji Langon yang masih asri sebagai pemanggungan karya seni bertajuk "We Beji Langon : Air Dalam Budaya dan Religi".

Garapan We Beji Langon itu dihasilkan berdasarkan "practice-base research", yakni bertujuan mengangkat nilai-nilai kearifan lokal Bali, yaitu sentral dan esensialnya peran air dalam kehidupan sosial kultural dan religius masyarakat Hindu di Bali.

"Pesan yang ingin kami bawa adalah mengingatkan kembali pemahaman masyarakat sekitar, mereka senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian air di Beji Langon beserta alam sekitarnya," ucap Rahma yang juga pemilik Sanggar Pancer Langiit itu.

Baca juga: ISI Denpasar wadahi akademisi Nusantara diskusikan kreativitas seni era 4.0

Karya seni Beji Langon dibagi tiga babak, berlokasi di Beji Langon, yakni suguhan tentang kehidupan masyarakat yang memanfaatkan "yeh" di lingkungan Sungai Penet yang di dalamnya mengangkat isu lingkungan, tentang masalah sampah plastik, dan rusaknya ekosistem sungai. 

Selain itu, katanya, permasalahan air menjadi isu sentral di Bali akibat kepungan industri, dengan antara lain pemanfaatan air bawah tanah.

Babak kedua, garapan tari yang menceritakan konsep "toya" sebagai sumber air yang dikeramatkan dan juga menghadirkan mitos pancoran dedari, yang menggunakan jaba tengah Pura Beji Langon. Respons ruang Jaba Beji itu, menyajikan garapan tari dedari , didukung dinding pancoran Beji yang memiliki lima patung dedari. 

Babak ketiga, tentang bagaimana menggambarkan proses pembuatan "tirta" yang menggunakan area tegalan Puri Muncan.

Karya seni We Beji Langon yang melibatkan 120 seniman dengan durasi satu  jam dan akan diujikan di hadapan enam profesor dan tiga doktor seni.

Baca juga: Puluhan peserta ikuti workshop "Ubud Village Jazz Festival"

Dalam garapan ujian pomosi doktor kali ini, Gung De Rahma didukung oleh Desa Adat Kapal, Sanggar Seni Pancer Langiit, Sanggar Seni taksu Agung, BTS, Sanggar Dhananjaya, Sanggar Brahma Diva Kencana, Langowangi, Geoks, Karang Taruna Kapal, Jegeg Bagus Kapal, Jegeg Bagus Badung, Sama Kaki Art, dan Yayasan Batur Kalawasan.
 
Penampilan para seniman dalam geladi bersih karya seni "We Beji Langon : Air Dalam Budaya dan Religi". ANTARA/Ni Luh Rhisma

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019