Wakil Rektor (WR) II Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, Bali, Prof Dr I Wayan Lasmawan, M.Pd, mengatakan lompatan alokasi anggaran pendidikan yang disampaikan Presiden Jokowi dalam sidang DPD dan DPR RI dengan mematok angka sebesar Rp505,8 triliun mesti diimbangi dengan peningkatan mutu kinerja aparatur pendidikan dari hulu sampai hilir.
"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kemenristekdikti harus mampu menerjemahkan visi Indonesia maju yang dikedepankan oleh Pak Jokowi dengan cara membenahi regulasi tata kelola dan mutu kinerja aparatur pendidikan dari hulu sampai hilir," ujar I Wayan Lasmawan yang juga dosen PPKn itu di Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, Sabtu.
Kemendikbud dan Kemenristekdikti harus memikirkan juga bagaimana menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, memperbaiki kompetensi tenaga pendidik seperti guru dan dosen, selain juga memperbaiki kualitas pembelajaran, pembenahan sistem rekruitmen, pemberdayaan, pengawasan, dan penilaian kinerja para pelaku sektor pendidikan secara transparan dan akuntabel.
Baca juga: Pidato Kenegaraan - Jubir: KPK peduli pada pendekatan hukum berimbang seperti Pidato Jokowi
Menurut dosen yang juga pengamat social dan politik ini, pengalokasian anggaran yang lompatan anggaran sebagaimana yang disampaikan Presiden Jokowi merupakan sebuah bukti kepedulian dari pemerintrah terhadap betapa strategis dan mendesaknya pembenahan sektor pendidikan dalam mencetak SDM unggul di masa depan.
"Persoalannya adalah bagaimana peningkatan alokasi anggaran tersebut mampu dijawab dengan benar dan melalui kegiatan atau program yang tepat sasaran oleh kementerian yang diberi mandat mengurusi bidang pendidikan," jelasnya.
Ketersediaan alokasi anggaran tersebut, tambahnya mestinya mampu menjawab persoalan dasar pendidikan nasional saat ini, yaitu peningkatan jiwa dan keterampilan inovasi, keterampilan berpikir, dan penciptaan lapangan kerja inovatif oleh para lulusan lembaga pendidikan.
Dalam pandangannya, pengalokasian anggaran yang bertambah tersebut, mestinya mampu "menciptakan mutu" pendidikan yang sejalan dengan tagihan zaman revolusi 4.0 dan konstruksi SDM masa depan yang dibutuhkan oleh pangsa pasar dunia.
Lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi, bukan saatnya lagi berdiam dan terpaku pada regulasi administrasi dengan tanpa mau "jemput bola" pada "mutu harapan" yang dibutuhkan oleh dunia global saat ini.
Baca juga: Pidato kenegaraan Jokowi disebar ke media sosial
"Selain itu, peningkatan dan pembenahan pendidikan vokasi adalah jawaban jangka pendek yang harus diberikan oleh lembaga pendidikan untuk melahirkan tenaga-tenaga kerja yang terampil, inovatif, dan siap pakai serta sesuai dengan kebutuhan pasar kerja global," terangnya.
Ia menilai, penambahan alokasi anggaran pendidikan akan tanpa makna, manakala mental dan moral "skill" para pelakunya belum berubah. Untuk itu, penting dikembangkan sebuah mekanisme pengukuran kinerja para pelaksana pendidikan yang mampu mengukur capaian kinerja personal maupun institusional yang transparan dan akuntabel "by systems".
"Jadi, pembenahan bidang pendidikan tidak tersentralisasi hanya pada 'praktek pembelajaran dan pembenahan kurikulum yang tiada henti', namun mutu capaian pendidikan lambat pergerakannya atau capaian mutunya tidak sesuai dengan harapan," tambahnya.
Baginya, pos regulasi dan administrasi pengelolaan pendidikan harus diisi oleh orang-orang yang tepat dan memiliki visi yang sama dengan visi Indonesia maju, yaitu mencerdaskan segenap anak bangsa dalam balutan nilai-nilai dan karakter ke-Indonesiaan menuju persaingan global.
Baca juga: Rektor Undiksha minta mahasiswa siap hadapi revolusi industri 4.0
Yang tak kalah penting, menuru dia pembenahan sektor pendidikan dengan alokasi anggaran yang memadai tersebut, mestinya diarahkan juga pada upaya penguatan nilai-nilai lokal dan budaya bangsa dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri, sehingga jangan sampai, praktek pendidikan kita, justru mengarahkan pada rapuhnya akar nilai-nilai bangsa pada kehadiran anak-anak bangsa di masa depan.
"Untuk itu, harus dikembangkan sebuah model pendidikan karakter, termasuk pendidikan anti korupsi sebagai sebuah mata pelajaran yang berdiri sendiri dari tingkat SD sampai Pendidikan Tinggi," katanya.
Jika semua itu terpenuhi, sebut Lasmawan tidak akan ada lagi sentralisasi mutu pendidikan hanya di Pulau Jawa, namun tersebar secara merata dan terstandarisasi dari Sabang sampai Merauke, menuju Indonesia maju.
"Ini sejalan dengan tema peringatan Proklamasi kemerdekaan 2019, yaitu SDM berkualitas Bangsa Maju," ujarnya.
Baca juga: Undiksha Singaraja siapkan revisi Kurikulum 2016
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kemenristekdikti harus mampu menerjemahkan visi Indonesia maju yang dikedepankan oleh Pak Jokowi dengan cara membenahi regulasi tata kelola dan mutu kinerja aparatur pendidikan dari hulu sampai hilir," ujar I Wayan Lasmawan yang juga dosen PPKn itu di Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, Sabtu.
Kemendikbud dan Kemenristekdikti harus memikirkan juga bagaimana menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, memperbaiki kompetensi tenaga pendidik seperti guru dan dosen, selain juga memperbaiki kualitas pembelajaran, pembenahan sistem rekruitmen, pemberdayaan, pengawasan, dan penilaian kinerja para pelaku sektor pendidikan secara transparan dan akuntabel.
Baca juga: Pidato Kenegaraan - Jubir: KPK peduli pada pendekatan hukum berimbang seperti Pidato Jokowi
Menurut dosen yang juga pengamat social dan politik ini, pengalokasian anggaran yang lompatan anggaran sebagaimana yang disampaikan Presiden Jokowi merupakan sebuah bukti kepedulian dari pemerintrah terhadap betapa strategis dan mendesaknya pembenahan sektor pendidikan dalam mencetak SDM unggul di masa depan.
"Persoalannya adalah bagaimana peningkatan alokasi anggaran tersebut mampu dijawab dengan benar dan melalui kegiatan atau program yang tepat sasaran oleh kementerian yang diberi mandat mengurusi bidang pendidikan," jelasnya.
Ketersediaan alokasi anggaran tersebut, tambahnya mestinya mampu menjawab persoalan dasar pendidikan nasional saat ini, yaitu peningkatan jiwa dan keterampilan inovasi, keterampilan berpikir, dan penciptaan lapangan kerja inovatif oleh para lulusan lembaga pendidikan.
Dalam pandangannya, pengalokasian anggaran yang bertambah tersebut, mestinya mampu "menciptakan mutu" pendidikan yang sejalan dengan tagihan zaman revolusi 4.0 dan konstruksi SDM masa depan yang dibutuhkan oleh pangsa pasar dunia.
Lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi, bukan saatnya lagi berdiam dan terpaku pada regulasi administrasi dengan tanpa mau "jemput bola" pada "mutu harapan" yang dibutuhkan oleh dunia global saat ini.
Baca juga: Pidato kenegaraan Jokowi disebar ke media sosial
"Selain itu, peningkatan dan pembenahan pendidikan vokasi adalah jawaban jangka pendek yang harus diberikan oleh lembaga pendidikan untuk melahirkan tenaga-tenaga kerja yang terampil, inovatif, dan siap pakai serta sesuai dengan kebutuhan pasar kerja global," terangnya.
Ia menilai, penambahan alokasi anggaran pendidikan akan tanpa makna, manakala mental dan moral "skill" para pelakunya belum berubah. Untuk itu, penting dikembangkan sebuah mekanisme pengukuran kinerja para pelaksana pendidikan yang mampu mengukur capaian kinerja personal maupun institusional yang transparan dan akuntabel "by systems".
"Jadi, pembenahan bidang pendidikan tidak tersentralisasi hanya pada 'praktek pembelajaran dan pembenahan kurikulum yang tiada henti', namun mutu capaian pendidikan lambat pergerakannya atau capaian mutunya tidak sesuai dengan harapan," tambahnya.
Baginya, pos regulasi dan administrasi pengelolaan pendidikan harus diisi oleh orang-orang yang tepat dan memiliki visi yang sama dengan visi Indonesia maju, yaitu mencerdaskan segenap anak bangsa dalam balutan nilai-nilai dan karakter ke-Indonesiaan menuju persaingan global.
Baca juga: Rektor Undiksha minta mahasiswa siap hadapi revolusi industri 4.0
Yang tak kalah penting, menuru dia pembenahan sektor pendidikan dengan alokasi anggaran yang memadai tersebut, mestinya diarahkan juga pada upaya penguatan nilai-nilai lokal dan budaya bangsa dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri, sehingga jangan sampai, praktek pendidikan kita, justru mengarahkan pada rapuhnya akar nilai-nilai bangsa pada kehadiran anak-anak bangsa di masa depan.
"Untuk itu, harus dikembangkan sebuah model pendidikan karakter, termasuk pendidikan anti korupsi sebagai sebuah mata pelajaran yang berdiri sendiri dari tingkat SD sampai Pendidikan Tinggi," katanya.
Jika semua itu terpenuhi, sebut Lasmawan tidak akan ada lagi sentralisasi mutu pendidikan hanya di Pulau Jawa, namun tersebar secara merata dan terstandarisasi dari Sabang sampai Merauke, menuju Indonesia maju.
"Ini sejalan dengan tema peringatan Proklamasi kemerdekaan 2019, yaitu SDM berkualitas Bangsa Maju," ujarnya.
Baca juga: Undiksha Singaraja siapkan revisi Kurikulum 2016
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019