Facebook dan media sosial lainnya telah membatasi akses terhadap video lagu-lagu rap bernada menyindir di Singapura setelah negara pulau tersebut mengajukan permintaan agar   konten video yang dikhawatirkan bisa memicu ketegangan rasial itu dihapus.

Video yang sarat sindiran oleh duo komedi etnis India itu dibuat sebagai tanggapan terhadap iklan di mana seorang aktor keturunan China yang digambarkan dalam berbagai ras dengan menggelapkan kulitnya dan mengenakan jilbab dan hiasan kepala yang biasa dikenakan oleh wanita Muslim.

Kisah tersebut memicu kembali perdebatan tentang sikap rasial di negara dengan mayoritas etnis China itu, serta kemampuan pemerintah untuk membatasi konten melalui undang-undang baru tentang berita palsu yang kontroversial dan mulai diberlakukan.

"Kami harus membatasi akses ke konten karena melanggar undang-undang di sebuah negara tertentu, meskipun itu tidak melanggar standar komunitas kami," kata juru bicara Facebook menanggapi pertanyaan dari Reuters.

Namun Reuters tidak dapat mengakses salinan video di Facebook yang sebelumnya sudah sempat beredar.

Salinan video di Youtube yang telah disaksikan lebih 40.000 orang tersebut tertulis keterangan "Konten ini tidak tersedia di domain negara ini karena atas permintaan dari pemerintah".

Sebuah pemberitahuan terpisah di Twitter mengatakan, konten telah ditahan di Singapura sebagai tanggapan atas permintaan berdasarkan aturan hukum. Tapi Google Alphabet, pemilik Youtube, dan Twitter, menolak berkomentar.

Video itu dibuat untuk membuat kaum minoritas marah kepada mayoritas etnis China di Singapura, kata Menteri Dalam Negeri dan Hukum K Shanmugam beberapa waktu lalu. Ia menambahkan, polisi sedang menyelidiki kedua orang itu dan pemerintah telah meminta Facebook untuk menghapus konten tersebut.

Regulator media IMDA mengatakan bahwa penerbit video telah setuju untuk menghapus tayangan video asli dan berusaha untuk menghapus video lain yang ditayangkan kembali secara online.

"IMDA telah mengeluarkan pemberitahuan kepada individu dan platform internet atas kerja sama mereka untuk menghapus video itu," katanya dalam sebuah pernyataan.

Baca juga: Perebutan "saklar" media sosial pada kericuhan 21-22 Mei

Tanggapan pemerintah telah memicu tuduhan penerapan standar ganda oleh beberapa pengguna online yang mengatakan tindakan serupa tidak dilakukan terhadap mereka yang berada di belakang pembuatan iklan, yang telah meminta maaf atas segala pelanggaran dan menghapusnya.

Etnis China merupakan 76 persen dari populasi domestik Singapura, sedangkan Melayu dan India masing-masing 15 persen dan 8 persen.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah lama mengkritik Pemerintah Singapura karena masalah kebebasan berbicara dan kritik tersebut semakin intensif setelah mengadopsi undang-undang berita palsu untuk mewajibkan platform media untuk melakukan koreksi atau menghapus konten yang dianggap palsu oleh pemerintah.

Baca juga: Hipnoterapis: nonton berita kericuhan sebabkan cemas/panik

Pewarta: Atman Ahdiat

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019