Dua terdakwa, Ni Made Sudiani Putri dan Listiana yang terlibat kasus penelantaran anak hingga meninggal dunia, kini diadili dalam persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar.
"Terdakwa dalam hal ini telah menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh dan melibatkan anak dalam situasi perlakukan salah dan pelantaran," kata Jaksa Penuntut Umum, Heppy Maulia Ardani, di Denpasar, Bali, Senin.
Terhadap perbuatan terdakwa Made Sudiani sebagaimana diatur dan diancam pidana, pada dakwaan ke-Satu, yaitu pasal 76D Jo Pasal 77B UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindugan anak dan Pasal 359 KUHP. Sedangkan untuk terdakwa Listiani, dijerat dengan dua Pasal yakni Pasal 76B jo Pasal 77 B UU RI No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dan Pasal 359 KUHP.
Dalam kasus ini, terdakwa Ni Made Sudiani Putri merupakan pengelola dari TPA Princess House Childcare, dan bertanggung jawab serta mengawasi kinerja karyawannya. Sedangkan terdakwa Listiana merupakan salah satu karyawan yang memberikan perawatan terhadap bayi yang berujung kematian.
Sesuai dengan uraian Jaksa Penuntut Umum, bahwa terdakwa Made Sudiani, sebagai pengelola TPA tersebut bertugas untuk mengelola, mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap 10 karyawan.
Dari 10 karyawan yang bekerja di TPA tersebut, 9 di antaranya perempuan yang bertugas sebagai pengasuh dan 1 orang karyawan laki-laki bertugas dibagian keuangan.
Tempat Penitipan Anak yang sudah beroperasi sejak tahun 2011 ini, menyediakan layanan berupa menitipkan anak dari 0 bulan sampai 7 tahun, baik dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki.
TPA tersebut menerima kurang lebih 50 anak setiap harinya yang terdiri dari usia 0 bulan sampai 2 tahun, 2 tahun sampai 3 tahun dan 3 tahun sampai 7 tahun. Sedangkan untuk rasio pengasuh, terdiri dari 5 bayi diasuh 1 pengasuh, 8 anak usia sedang diasuh 1 pengasuh dan 10 anak usia besar diasuh 1 pengasuh.
Keberadaan pengasuh dicari oleh Made Sudiani dengan cara mengiklankan melalui salah satu aplikasi, tanpa mencantumkan persyaratan, di antaranya dari pendidikan, pengalaman bekerja dalam hal pengasuhan anak dan batasan usia.
Adapun penerimaan karyawan baru akan diberikan pelatihan oleh karyawan senior tanpa pelatihan oleh pihak yang ahli dalam bidang pengasuhan dan perawatan anak. Selain itu, biaya penitipan anak yaitu Rp100 ribu per hari untuk 1 anak dan Rp900 ribu per bulan untuk 1 anak.
Sebelumnya di bulan Mei, Saksi Andika Anggara datang ke TPA tersebut, untuk menitipkan dua anaknya, dengan inisial K dan Korban ENA. Saat menitipkan, korban Elora diserahkan oleh pengasuh bernama saksi Evi Juni ke terdakwa Listiani.
Lalu Listiani memberikan perawatan terhadap korban Elora yang berusia tiga bulan, dan setelah korban ENA tertidur, lalu terdakwa Listiana pergi untuk memberikan perawatan pada anak lainnya.
Lalu terdakwa Made Sudiani mendatangi tempat tersebut, namun hanya memeriksa jalannya operasional dari karyawan yang menjadi kepercayaannya. Dalam hal ini, terdakwa Made Sudiani menganggap tidak ada masalah, kemudian terdakwa meninggalkan tempat tersebut.
Sekitar pukul 15.00 WITA, terdakwa Listiana berada diruangan tersebut untuk menenangkan korban ENA yang menangis dengan melilit badannya dengan kain (membedong) dan memberikan susu.
Kemudian, terdakwa Listiana menengkurapkan korban ENA di kasur dengan posisi wajah ke samping dan meninggakan korban dengan kondisi pintu tertutup.
Setelah itu terdakwa Listiani melihat korban ENA yang akan dijemput oleh neneknya saksi Wayan Sumiati. Namun, saat Listiani membuka lilitan kain bedong pada korban ENA, kondisinya sudah dalam keadaan lemas.
Hingga akhirnya, melalui perintah terdakwa Made Sudiani, korban ENA dilarikan ke Rumah Sakit Bros untuk mendapatkan penanganan medis, namun setelah tanda vital korban ENA diperiksa, tidak lama setelahnya korban ENA dinyatakan meninggal.
Dari hasil visum, pada korban ENA ditemukan luka-luka memar akibat kekerasan benda tumpul, perbendungan pada organ dalam, sembab otak dan paru-paru, dan cairan putih dalam saluran napas dan paru.
Ditemukan sebab kematian korban ENA dikarenakan terhalangnya jalan napas dan penyakit infeksi paru yang mengakibatkan korban sulit bernapas sehingga menimbulkan lemas.
Dalam hal ini kedua terdakwa terbukti bersalah, dikarenakan TPA yang dikelola oleh terdakwa Made Sudiani, telah melanggar berbagai ketentuan, di antaranya keberadaan karyawan yang tidak memiliki keahlian di bidang perawatan anak.
Peraturan tersebut sebagaimana disyaratkan dalam peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.137/2014 tentang standar Nasional pendidikan anak usia dini.
Selain itu, TPA yang dikelola terdakwa belum mendapat izin untuk dapat beroperasi dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Kota Denpasar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019