Staf ahli Menteri Kominfo Henri Subiakto, menyatakan hoaks atau kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat jangan sampai dibiarkan tanpa gugatan dan perlawanan.
"Jika dibiarkan tanpa gugatan dan perlawanan, hoaks akan dianggap sebagai kebenaran. Karena itu, penyebarnya harus ditegur, dan di-counter dengan fakta dan kebenaran," katanya dalam acara Pertemuan Nasional Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika se-Indonesia di Gedung Adhiyana, Wisma ANTARA Jakarta, Kamis.
Dalam acara yang dihadiri sekitar 240 Kepala Dinas Kominfo itu, Henri Subiakto yang juga Guru Besar FISIP Universitas Airlangga itu mengajak aparatur sipil negara (ASN) baik di pusat maupun daerah, untuk tidak berpihak dalam politik dan ikut membantu pemerintah melawan hoaks karena hoaks merupakan musuh negara.
Dia mengatakan, hoaks sudah menjadi bagian dari political game, seperti adanya kekuatan asing yang selalu ingin mengambil keuntungan, memanfaatkan kekayaan dan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, ada kekuatan politik di dalam negeri, yang merasa tidak "happy" dengan keberhasilan pemerintah.
Karena itu, katanya, hoaks dipakai untuk mencapai tujuan mempengaruhi pikiran, sikap, dan keyakinan publik. "Sekarang ini, semua orang bisa bikin hoaks dan bisa ikut menyebarkannya. Ini berbahaya sekali," katanya.
Henri mengingatkan, masyarakat mayoritas menjadi target hoaks dan masyarakat yang ada di perkotaan lebih banyak terkena hoaks. "Berdasarkan penelitian, masyarakat yang berpendidikan dan masyarakat beragama yang fanatik, lebih banyak terkena hoaks," katanya.
Hoaks dianggap sebagai musuh negara karena mengeksploitasi keyakinan, dan fanatisme identitas, menyebarkan ketakutan, kecemasan dan kebencian. Masyarakat yang semakin fanatik dan sensitif, semakin mudah dipengaruhi hoaks.
Baca juga: ANTARA dukung Dinas Kominfo satukan NKRI
Oleh karena itu, Kementerian Kominfo kini terus melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian.
Indonesia 2045
Sementara itu, Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Dr Rima Agristina SH SE MM dalam acara yang sama memaparkan mengenai gambaran skenario Indonesia 2045 atau setelah satu abad Indonesia merdeka.
Rima mengatakan, pada 2045 diprediksi bahwa generasi muda saat itu tidak ada lagi yang mengenal romantisme dengan sejarah, dan akan muncul pertanyaan apa manfaatnya menjadi bagian dari suatu bangsa dan menjadi warga negara suatu bangsa.
"Ini yang antara lain akan menjadi tantangan pada zaman itu. Oleh karena itu, kita terus memperkuat komitmen empat konsensus dasar berbangsa dan bernegara, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila dan UUD 1945," katanya.
Revolusi mental, katanya, akan menjadi implementasi dalam melaksanakan empat konsensus dasar tersebut, sehingga persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan, ke depan seharusnya bukan masalah lagi bagi bangsa Indonesia.
Baca juga: Akademisi: bersihkan ruang publik dari hoaks
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Jika dibiarkan tanpa gugatan dan perlawanan, hoaks akan dianggap sebagai kebenaran. Karena itu, penyebarnya harus ditegur, dan di-counter dengan fakta dan kebenaran," katanya dalam acara Pertemuan Nasional Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika se-Indonesia di Gedung Adhiyana, Wisma ANTARA Jakarta, Kamis.
Dalam acara yang dihadiri sekitar 240 Kepala Dinas Kominfo itu, Henri Subiakto yang juga Guru Besar FISIP Universitas Airlangga itu mengajak aparatur sipil negara (ASN) baik di pusat maupun daerah, untuk tidak berpihak dalam politik dan ikut membantu pemerintah melawan hoaks karena hoaks merupakan musuh negara.
Dia mengatakan, hoaks sudah menjadi bagian dari political game, seperti adanya kekuatan asing yang selalu ingin mengambil keuntungan, memanfaatkan kekayaan dan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, ada kekuatan politik di dalam negeri, yang merasa tidak "happy" dengan keberhasilan pemerintah.
Karena itu, katanya, hoaks dipakai untuk mencapai tujuan mempengaruhi pikiran, sikap, dan keyakinan publik. "Sekarang ini, semua orang bisa bikin hoaks dan bisa ikut menyebarkannya. Ini berbahaya sekali," katanya.
Henri mengingatkan, masyarakat mayoritas menjadi target hoaks dan masyarakat yang ada di perkotaan lebih banyak terkena hoaks. "Berdasarkan penelitian, masyarakat yang berpendidikan dan masyarakat beragama yang fanatik, lebih banyak terkena hoaks," katanya.
Hoaks dianggap sebagai musuh negara karena mengeksploitasi keyakinan, dan fanatisme identitas, menyebarkan ketakutan, kecemasan dan kebencian. Masyarakat yang semakin fanatik dan sensitif, semakin mudah dipengaruhi hoaks.
Baca juga: ANTARA dukung Dinas Kominfo satukan NKRI
Oleh karena itu, Kementerian Kominfo kini terus melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian.
Indonesia 2045
Sementara itu, Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Dr Rima Agristina SH SE MM dalam acara yang sama memaparkan mengenai gambaran skenario Indonesia 2045 atau setelah satu abad Indonesia merdeka.
Rima mengatakan, pada 2045 diprediksi bahwa generasi muda saat itu tidak ada lagi yang mengenal romantisme dengan sejarah, dan akan muncul pertanyaan apa manfaatnya menjadi bagian dari suatu bangsa dan menjadi warga negara suatu bangsa.
"Ini yang antara lain akan menjadi tantangan pada zaman itu. Oleh karena itu, kita terus memperkuat komitmen empat konsensus dasar berbangsa dan bernegara, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila dan UUD 1945," katanya.
Revolusi mental, katanya, akan menjadi implementasi dalam melaksanakan empat konsensus dasar tersebut, sehingga persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan, ke depan seharusnya bukan masalah lagi bagi bangsa Indonesia.
Baca juga: Akademisi: bersihkan ruang publik dari hoaks
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019