Belakangan ini media daring/online dan televisi sedang gencar-gencarnya memberikan informasi ter-update tentang demonstrasi yang berujung kericuhan yang dapat menyebabkan seseorang menjadi cemas dan tegang.
"Kericuhan itu merupakan keadaan yang penuh ketegangan, emosional, suara teriakan, tembakan dan situasi mencekam, serta tidak jarang juga beredar foto-foto dan video orang penuh darah yang mungkin dengan sengaja ataupun tidak sengaja," kata Psikolog Klinis & Hipnoterapis di RSUD Wangaya Kota Denpasar dan RS Balimed Denpasar, Nena Mawar Sari,S.Psi.,Psikolog Cht, di Denpasar, Kamis, .
Untuk seseorang yang telah didiagnosis gangguan cemas atau gangguan panik, tentu hal ini dapat memicu dan bahkan dapat memperburuk kondisi psikisnya, bahkan kecemasan setelah menonton tayangan kericuhan dapat terjadi pada siapapun.
Berita yang ada memang akan tayang 24 jam dan terus-menerus, belum lagi konten-konten yang beredar di media sosial yang belum tentu kebenarannya alias hoaks, tetapi kita bisa mengatur diri untuk tidak menonton tayangan tersebut secara terus-menerus dan tidak dengan mudah bereaksi dengan begitu saja memercayai semua berita yang ditonton hingga terbawa emosi.
"Pertanyaannya, mengapa ketika seseorang terlalu fokus dan mudah terbawa emosi dengan menonton tayangan kericuhan atau terlalu sering mendapat foto dan video yang berisi unsur provokasi melalui media sosial menjadi cemas berlebih dan gangguan panik," katanya.
Hal itu, karena ketika seseorang melihat tayangan yang berisi kekerasan, teriakan, suara tembakan, sirene, dan semacamnya, maka persepsinya secara visual adalah hal tersebut bisa terjadi pada dirinya atau keluarganya. Ini dapat dialami pada mereka dengan gangguan kecemasan menyeluruh, atau trauma, karena dulu penyebab gangguan panik dan kecemasannya adalah hal yang sama persis seperti yang telah ditonton.
Kebanyakan orang dengan serangan panik mengalami beberapa gejala berikut:.
- Jantung berdetak cepat.
- Merasa lemah, pingsan, atau pusing.
- Kesemutan atau mati rasa di tangan dan jari-jari.
- Rasa teror, atau takut akan datang kematian.
- Merasa menggigil berkeringat atau memiliki nyeri dada.
- Kesulitan bernapas dan merasa kehilangan kontrol.
Berikut hal hal yang dapat dilakukan jika kita mengalami gangguan cemas atau gangguan panik, akibat berita kericuhan:.
1. Batasi durasi menonton televisi/media sosial.
2. Jangan terlalu mudah percaya dengan konten konten yang belum tentu kebenarannya.
3. Yakinkan diri jika situasi akan segera kondusif dan aman kembali.
4. Lakukan teknik relaksasi dengan mengatur napas jika mengalami kepanikan dan kesemasan berlebih.
5. Lakukan aktifitas seperti biasanya.
6. Hubungi tenaga kesehatan dibidang kesehatan mental jika gangguan cemas dan panik belum juga dapat diatasi sendiri.
Untuk itu semua, Nena Mawar Sari menyatakan bersedia membantu masyarakat menghadapi persoalan cemas dan tegang bersamaan dengan aksi massa dan suasana yang berbuntut tindak kericuhan.
Baca juga: Tanggapi aksi 22 Mei, Facebook lakukan pembatasan medsos di Indonesia
Baca juga: Polri: hoaks, personel Brimob dari China
Baca juga: Pemerintah batasi Medsos, SMS dan telepon tetap jalan
Baca juga: Perebutan "saklar" media sosial pada kericuhan 21-22 Mei
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Kericuhan itu merupakan keadaan yang penuh ketegangan, emosional, suara teriakan, tembakan dan situasi mencekam, serta tidak jarang juga beredar foto-foto dan video orang penuh darah yang mungkin dengan sengaja ataupun tidak sengaja," kata Psikolog Klinis & Hipnoterapis di RSUD Wangaya Kota Denpasar dan RS Balimed Denpasar, Nena Mawar Sari,S.Psi.,Psikolog Cht, di Denpasar, Kamis, .
Untuk seseorang yang telah didiagnosis gangguan cemas atau gangguan panik, tentu hal ini dapat memicu dan bahkan dapat memperburuk kondisi psikisnya, bahkan kecemasan setelah menonton tayangan kericuhan dapat terjadi pada siapapun.
Berita yang ada memang akan tayang 24 jam dan terus-menerus, belum lagi konten-konten yang beredar di media sosial yang belum tentu kebenarannya alias hoaks, tetapi kita bisa mengatur diri untuk tidak menonton tayangan tersebut secara terus-menerus dan tidak dengan mudah bereaksi dengan begitu saja memercayai semua berita yang ditonton hingga terbawa emosi.
"Pertanyaannya, mengapa ketika seseorang terlalu fokus dan mudah terbawa emosi dengan menonton tayangan kericuhan atau terlalu sering mendapat foto dan video yang berisi unsur provokasi melalui media sosial menjadi cemas berlebih dan gangguan panik," katanya.
Hal itu, karena ketika seseorang melihat tayangan yang berisi kekerasan, teriakan, suara tembakan, sirene, dan semacamnya, maka persepsinya secara visual adalah hal tersebut bisa terjadi pada dirinya atau keluarganya. Ini dapat dialami pada mereka dengan gangguan kecemasan menyeluruh, atau trauma, karena dulu penyebab gangguan panik dan kecemasannya adalah hal yang sama persis seperti yang telah ditonton.
Kebanyakan orang dengan serangan panik mengalami beberapa gejala berikut:.
- Jantung berdetak cepat.
- Merasa lemah, pingsan, atau pusing.
- Kesemutan atau mati rasa di tangan dan jari-jari.
- Rasa teror, atau takut akan datang kematian.
- Merasa menggigil berkeringat atau memiliki nyeri dada.
- Kesulitan bernapas dan merasa kehilangan kontrol.
Berikut hal hal yang dapat dilakukan jika kita mengalami gangguan cemas atau gangguan panik, akibat berita kericuhan:.
1. Batasi durasi menonton televisi/media sosial.
2. Jangan terlalu mudah percaya dengan konten konten yang belum tentu kebenarannya.
3. Yakinkan diri jika situasi akan segera kondusif dan aman kembali.
4. Lakukan teknik relaksasi dengan mengatur napas jika mengalami kepanikan dan kesemasan berlebih.
5. Lakukan aktifitas seperti biasanya.
6. Hubungi tenaga kesehatan dibidang kesehatan mental jika gangguan cemas dan panik belum juga dapat diatasi sendiri.
Untuk itu semua, Nena Mawar Sari menyatakan bersedia membantu masyarakat menghadapi persoalan cemas dan tegang bersamaan dengan aksi massa dan suasana yang berbuntut tindak kericuhan.
Baca juga: Tanggapi aksi 22 Mei, Facebook lakukan pembatasan medsos di Indonesia
Baca juga: Polri: hoaks, personel Brimob dari China
Baca juga: Pemerintah batasi Medsos, SMS dan telepon tetap jalan
Baca juga: Perebutan "saklar" media sosial pada kericuhan 21-22 Mei
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019