Pengamat politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan penetapan tersangka dugaan makar "people power" terhadap sejumlah tokoh termasuk Eggi Sudjana perlu disikapi secara bijak.
Menurut Karyono, masyarakat perlu memahami dengan jernih alasan tokoh tersebut ditetapkan sebagai tersangka.
"Publik harus bisa membedakan mana penegakan hukum, mana kriminalisasi dan mana pembungkaman demokrasi," ujar Karyono dihubungi di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan publik seharusnya memahami tentang hakekat demokrasi dan hukum. Demokrasi harus berjalan di atas relnya yaitu hukum agar demokrasi bisa berjalan.
"Mengapa hal ini penting untuk disampaikan ke masyarakat, agar masyarakat mengetahui mana kebebasan berpendapat dan mana tindakan penegakan hukum," jelas dia.
Dia menekankan masyarakat perlu memahami, bahwa sudah menjadi tren ketika seseorang dijerat dengan kasus makar, maka orang itu selalu berlindung di balik jubah agama dan menggunakan isu demokrasi dan kebebasan berpendapat sebagai tameng.
"Sejumlah orang yang ditetapkan sebagai tersangka selama ini berusaha membangun opini tentang kriminalisasi ulama dan isu pemerintah otoriter dan anti-demokrasi. Bahkan sejumlah orang yang ditetapkan sebagai tersangka berusaha menyeret agama dan umat agar ikut membela kasus mereka," ujar Karyono.
Dia menyontohkan sejumlah tokoh alumni 212 yang menjadi tersangka dalam sejumlah kasus, kerap berusaha untuk menarik simpati masyarakat dengan membentuk opini bahwa pihak aparat dan pemerintah melakukan kriminalisasi ulama, pemerintah menganiaya umat islam, pemerintah anti-demokrasi, dan lain sebagainya.
Berbagai trik yang dilakukan tersebut, kata dia, dalam pratiknya cukup efektif dalam memengaruhi opini masyarakat dan juga memengaruhi proses hukum menjadi agak gamang dan ragu karena tersangka kerap berlindung di balik agama dan kebebasan berpendapat.
Dia menilai kasus dugaan makar atas pernyataan people power yang menimpa Eggi Sudjana bisa jadi ada kecenderungan akan menggunakan taktik dan strategi yang sama dengan para tersangka sebelumnya yang menggunakan agama dan demokrasi sebagai tameng.
Oleh karena itu, hal tersebut menurut dia, bisa menjadi evaluasi bagi aparat dalam menegakkan hukum.
"Di satu sisi, saya setuju hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu atau tanpa diskriminasi. Tapi di sisi lain penegakan hukum harus dilakukan dengan adil," kata dia.
Oleh karena itu, dalam kasus Eggi Sudjana dan sejumlah tokoh yang diduga melakukan makar maka aparat penegak hukum juga perlu mengedepankan aspek prudential atau prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka terutama kasus makar.
"Namun, jika buktinya cukup dan memenuhi unsur pelanggaran hukum maka saya setuju harus ada tindakan tegas sejauh didukung alat bukti yang kuat," jelasnya.
Namun demikian dia mengingatkan, agar demokrasi berjalan dalam jalur yang benar diperlukan aturan hukum, namun jangan sampai penegakan hukum melampaui batas sehingga membunuh demokrasi.
Lantas terkait apakah penetapan Eggi dan sejumlah tokoh atas dugaan makar people power akan menggagalkan terjadinya aksi massa people power atau tidak, Karyono mengatakan hal itu tergantung seberapa besar pengaruh Eggi dalam masyarakat.
"Seberapa besar magnet politik Eggi Sudjana. Kalau dilihat dari magnet politik Eggi secara pribadi, jelas tidak terlalu besar tapi yang perlu dilihat adalah aspek kedua, yaitu bagaimana respon kolega politik Eggi dalam menanggapi kasus ini," tuturnya.
Dia menilai kuatnya respon akan menentukan besar kecilnya potensi aksi massa.
"Menurut saya dalam konteks ini juga tidak terlalu kuat, karena dukungan terhadap people power semakin melemah," ucapnya.
Selain itu, dia menekankan waktu terjadinya people power tidak bisa ditentukan oleh siapapun. People power yang sesungguhnya akan berjalan sesuai natural, alamiah.
People power akan terjadi bila bertemu antara kondisi obyektif dan subyektif.
"Jadi people power itu tidak seperti demonstrasi atau aksi massa yang waktunya bisa ditentukan oleh koordinator lapangan atau korlap," kata dia.
Namun demikian, Karyono mengingatkan, jika terjadi penangkapan dan penetapan tersangka kepada banyak tokoh dan dilakukan secara serentak, meskipun hal itu dilakukan sesuai hukum yang berlaku, tetapi tindakan tersebut berpotensi menjadi pemicu massa aksi yang lebih besar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Menurut Karyono, masyarakat perlu memahami dengan jernih alasan tokoh tersebut ditetapkan sebagai tersangka.
"Publik harus bisa membedakan mana penegakan hukum, mana kriminalisasi dan mana pembungkaman demokrasi," ujar Karyono dihubungi di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan publik seharusnya memahami tentang hakekat demokrasi dan hukum. Demokrasi harus berjalan di atas relnya yaitu hukum agar demokrasi bisa berjalan.
"Mengapa hal ini penting untuk disampaikan ke masyarakat, agar masyarakat mengetahui mana kebebasan berpendapat dan mana tindakan penegakan hukum," jelas dia.
Dia menekankan masyarakat perlu memahami, bahwa sudah menjadi tren ketika seseorang dijerat dengan kasus makar, maka orang itu selalu berlindung di balik jubah agama dan menggunakan isu demokrasi dan kebebasan berpendapat sebagai tameng.
"Sejumlah orang yang ditetapkan sebagai tersangka selama ini berusaha membangun opini tentang kriminalisasi ulama dan isu pemerintah otoriter dan anti-demokrasi. Bahkan sejumlah orang yang ditetapkan sebagai tersangka berusaha menyeret agama dan umat agar ikut membela kasus mereka," ujar Karyono.
Dia menyontohkan sejumlah tokoh alumni 212 yang menjadi tersangka dalam sejumlah kasus, kerap berusaha untuk menarik simpati masyarakat dengan membentuk opini bahwa pihak aparat dan pemerintah melakukan kriminalisasi ulama, pemerintah menganiaya umat islam, pemerintah anti-demokrasi, dan lain sebagainya.
Berbagai trik yang dilakukan tersebut, kata dia, dalam pratiknya cukup efektif dalam memengaruhi opini masyarakat dan juga memengaruhi proses hukum menjadi agak gamang dan ragu karena tersangka kerap berlindung di balik agama dan kebebasan berpendapat.
Dia menilai kasus dugaan makar atas pernyataan people power yang menimpa Eggi Sudjana bisa jadi ada kecenderungan akan menggunakan taktik dan strategi yang sama dengan para tersangka sebelumnya yang menggunakan agama dan demokrasi sebagai tameng.
Oleh karena itu, hal tersebut menurut dia, bisa menjadi evaluasi bagi aparat dalam menegakkan hukum.
"Di satu sisi, saya setuju hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu atau tanpa diskriminasi. Tapi di sisi lain penegakan hukum harus dilakukan dengan adil," kata dia.
Oleh karena itu, dalam kasus Eggi Sudjana dan sejumlah tokoh yang diduga melakukan makar maka aparat penegak hukum juga perlu mengedepankan aspek prudential atau prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka terutama kasus makar.
"Namun, jika buktinya cukup dan memenuhi unsur pelanggaran hukum maka saya setuju harus ada tindakan tegas sejauh didukung alat bukti yang kuat," jelasnya.
Namun demikian dia mengingatkan, agar demokrasi berjalan dalam jalur yang benar diperlukan aturan hukum, namun jangan sampai penegakan hukum melampaui batas sehingga membunuh demokrasi.
Lantas terkait apakah penetapan Eggi dan sejumlah tokoh atas dugaan makar people power akan menggagalkan terjadinya aksi massa people power atau tidak, Karyono mengatakan hal itu tergantung seberapa besar pengaruh Eggi dalam masyarakat.
"Seberapa besar magnet politik Eggi Sudjana. Kalau dilihat dari magnet politik Eggi secara pribadi, jelas tidak terlalu besar tapi yang perlu dilihat adalah aspek kedua, yaitu bagaimana respon kolega politik Eggi dalam menanggapi kasus ini," tuturnya.
Dia menilai kuatnya respon akan menentukan besar kecilnya potensi aksi massa.
"Menurut saya dalam konteks ini juga tidak terlalu kuat, karena dukungan terhadap people power semakin melemah," ucapnya.
Selain itu, dia menekankan waktu terjadinya people power tidak bisa ditentukan oleh siapapun. People power yang sesungguhnya akan berjalan sesuai natural, alamiah.
People power akan terjadi bila bertemu antara kondisi obyektif dan subyektif.
"Jadi people power itu tidak seperti demonstrasi atau aksi massa yang waktunya bisa ditentukan oleh koordinator lapangan atau korlap," kata dia.
Namun demikian, Karyono mengingatkan, jika terjadi penangkapan dan penetapan tersangka kepada banyak tokoh dan dilakukan secara serentak, meskipun hal itu dilakukan sesuai hukum yang berlaku, tetapi tindakan tersebut berpotensi menjadi pemicu massa aksi yang lebih besar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019