Mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali, A.A Alit Wiraputra melalui kuasa hukumnya melaporkan tiga saksi yakni Putu Pasek Sandoz, Made Jayantara dan Candrawijaya yang diduga menerima aliran dana terkait penipuan izin pelebaran kawasan Pelabuhan Pelindo Benoa, Bali, yang merugikan korban Sutrisno Lukito Disastro selaku investor mencapai Rp16 miliar lebih.
"Kami mengadukan orang-orang yang diduga menerima aliran dana dari klien kami A.A Alit Wiraputra. Kalau klien kami ini dikatakan melakukan penipuan penggelapan terhadap uang sebesar Rp16 miliar, maka kami dapat buktikan bahwa uang tersebut sebagian besar telah diterima oleh tiga orang ini, sehingga kami mengadukan ketiganya dengan dugaan tindak pidanan penipuan, penggelapan, dan penadahan," ujar Gusti Randa selaku Penasehat Hukum Alit Wiraputra di Denpasar, Senin.
Ia menegaskan, dalam kasus ini kliennya sebagai pihak yang dirugikan dan dikorbankan dalam konteks proyek revitalisasi perluasan Pelabuhan Benoa, sehingga apabila kliennya ditetapkan sebagai tersangka sepatutnya tiga orang saksi yang dilaporkan harus kena Pasal 55 KUHP.
"Ketiga orang ini kalau direkap dari hasil rekap bank uang yang dialirkan ke mereka adalah Rp13 miliar," ujarnya.
Kalau diruntut secara umum sebetulnya diawali dengan adanya kerja sama (MoU) antara Sutrisno Lukito sebagai yang dalam perkara ini sebagau pelapor dan sebagai pengembang dalam perusahaan dengan Sandoz, dimana MoU itu adalah untuk mendapatkan proyek revitalisasi itu.
"Draf kerja sama itu ditindak lanjuti dengan sebuah kerja sama. Kerja sama itu antara Sutrisno, Abdul Satar, dan Alit Ketek. Kerja sama dengan Alit Ketek ini untuk mendapatkan izin prinsip dari Gubernur Bali," katanya.
Untuk mendapatkan izin itu dibutuhkan langkah-langkah, seperti melakukan audiensi dengan Pemprov Bali, mendapatkan rekomendasi dari DPRD, hingga keluar izin prinsip.
Ia menuturkan, dalam kerja sama itu dibagi dua, yaitu mendapatkan rekomendasi DPRD Provinsi Bali biayanya Rp16 miliar dan mendapatkan izin prinsip Gubernur Rp14 miliar. Sehingga total biaya semuanya membutuhkan biaya sebesar Rp30 miliar. Memang Alit Wiraputra sudah mendapatkan aliran dana Rp16 miliar dan sudah berhasil mendapatkan rekomendasi.
Dalam proses izin prinsip gubernur justru yang keluar izinnya bukan atas nama perusaan BSM tetapi ke PT Nusa Mega Penida. Sehingga uang Rp24 miliar itu tidak pernah dapat. "Sekarang kenapa bisa klien kami ini dikatakan melakukan penipuan dan penggelapan terhadap angka Rp16 miliar itu. Pada hal sudah sesuai. Kalaupun itu dipersangkakan kepada klien kami faktanya uang sebesar Rp16 miliar itu tidak ada di klien kami saja, tapi dibagi kepad ketiga orang yang kami adukan ini," katanya.
Setelah dicari tahu ternyata PT BSM belum terdaftar sebagai perusahaan dan yang menjadi pertanyaan, bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang belum ada lembaran negaranya bisa mengurus revitalisasi Pelabuhan Benoa sampai keluar rekomendasi?.
"Lebih janggal lagi setelah rekomendasi keluar justru yang keluar izin prinsipnya malam perusahaan Nusa Mega Penida. Ada permainan apa di sini ? "Saya tak menyebutkan siapa yang punya perusahaan itu. Silahkan dicari tahu siapa yang punya perusahaan itu," katanya.
Terkait adanya kerja sama antara kliennya dengan pelapor, Gusti Randa mengaku benar adanya perjanjian itu. Namun, perjanjian kerja sama itu, kata dia, adalah tindak lanjut dari MoU yang dilakukan sebelumnya. Sehingga dalam MoU itu kliennya sebagai saksi. Sehingga, dalam kesepakatan itu dikatakan bahwa dengan adanya kesepakatan ini maka harus dibuat sebuah perusahaan yang bernama BSM.
"Dalam PT BSM yang dibentuk itu Alit Ketek menjadi direktur. Dia mendaptkan saleri 15 persen. Artinya apa? Ketika surat-surat kepengurusan ini dimulai dan dilakukan yang bertandatangan adalah presiden direktur bukan klien kami sebagai direktur. Presiden direktur dari PT BSM ini adalah Candra Wijaya. Kami punya bukti surat menyuratnya," kata Gusti.
Kalau dikatakan perjanjian itu atas nama diri Alit Wiraputr itu adalah bohong. Karena proses pengurusan ini sudah memakai bendera bernama PT BSM. Meskipun PT BSM belum ada lembaran negaranya di Menkum HAM.
Berdasarkan Undang-Undang Korporasi bahwa direktur adalah pihak kedua. Tapi ketika dikatakan ada penipuan dan penggelapan Alit Wiraputra hanya sebatas direktur. Sehingga ini yang harus dibongkar. "Keadilan harus ditegakan. Aduan kami hari ini untuk membuat masalah ini menjadi lebih terang," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Kami mengadukan orang-orang yang diduga menerima aliran dana dari klien kami A.A Alit Wiraputra. Kalau klien kami ini dikatakan melakukan penipuan penggelapan terhadap uang sebesar Rp16 miliar, maka kami dapat buktikan bahwa uang tersebut sebagian besar telah diterima oleh tiga orang ini, sehingga kami mengadukan ketiganya dengan dugaan tindak pidanan penipuan, penggelapan, dan penadahan," ujar Gusti Randa selaku Penasehat Hukum Alit Wiraputra di Denpasar, Senin.
Ia menegaskan, dalam kasus ini kliennya sebagai pihak yang dirugikan dan dikorbankan dalam konteks proyek revitalisasi perluasan Pelabuhan Benoa, sehingga apabila kliennya ditetapkan sebagai tersangka sepatutnya tiga orang saksi yang dilaporkan harus kena Pasal 55 KUHP.
"Ketiga orang ini kalau direkap dari hasil rekap bank uang yang dialirkan ke mereka adalah Rp13 miliar," ujarnya.
Kalau diruntut secara umum sebetulnya diawali dengan adanya kerja sama (MoU) antara Sutrisno Lukito sebagai yang dalam perkara ini sebagau pelapor dan sebagai pengembang dalam perusahaan dengan Sandoz, dimana MoU itu adalah untuk mendapatkan proyek revitalisasi itu.
"Draf kerja sama itu ditindak lanjuti dengan sebuah kerja sama. Kerja sama itu antara Sutrisno, Abdul Satar, dan Alit Ketek. Kerja sama dengan Alit Ketek ini untuk mendapatkan izin prinsip dari Gubernur Bali," katanya.
Untuk mendapatkan izin itu dibutuhkan langkah-langkah, seperti melakukan audiensi dengan Pemprov Bali, mendapatkan rekomendasi dari DPRD, hingga keluar izin prinsip.
Ia menuturkan, dalam kerja sama itu dibagi dua, yaitu mendapatkan rekomendasi DPRD Provinsi Bali biayanya Rp16 miliar dan mendapatkan izin prinsip Gubernur Rp14 miliar. Sehingga total biaya semuanya membutuhkan biaya sebesar Rp30 miliar. Memang Alit Wiraputra sudah mendapatkan aliran dana Rp16 miliar dan sudah berhasil mendapatkan rekomendasi.
Dalam proses izin prinsip gubernur justru yang keluar izinnya bukan atas nama perusaan BSM tetapi ke PT Nusa Mega Penida. Sehingga uang Rp24 miliar itu tidak pernah dapat. "Sekarang kenapa bisa klien kami ini dikatakan melakukan penipuan dan penggelapan terhadap angka Rp16 miliar itu. Pada hal sudah sesuai. Kalaupun itu dipersangkakan kepada klien kami faktanya uang sebesar Rp16 miliar itu tidak ada di klien kami saja, tapi dibagi kepad ketiga orang yang kami adukan ini," katanya.
Setelah dicari tahu ternyata PT BSM belum terdaftar sebagai perusahaan dan yang menjadi pertanyaan, bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang belum ada lembaran negaranya bisa mengurus revitalisasi Pelabuhan Benoa sampai keluar rekomendasi?.
"Lebih janggal lagi setelah rekomendasi keluar justru yang keluar izin prinsipnya malam perusahaan Nusa Mega Penida. Ada permainan apa di sini ? "Saya tak menyebutkan siapa yang punya perusahaan itu. Silahkan dicari tahu siapa yang punya perusahaan itu," katanya.
Terkait adanya kerja sama antara kliennya dengan pelapor, Gusti Randa mengaku benar adanya perjanjian itu. Namun, perjanjian kerja sama itu, kata dia, adalah tindak lanjut dari MoU yang dilakukan sebelumnya. Sehingga dalam MoU itu kliennya sebagai saksi. Sehingga, dalam kesepakatan itu dikatakan bahwa dengan adanya kesepakatan ini maka harus dibuat sebuah perusahaan yang bernama BSM.
"Dalam PT BSM yang dibentuk itu Alit Ketek menjadi direktur. Dia mendaptkan saleri 15 persen. Artinya apa? Ketika surat-surat kepengurusan ini dimulai dan dilakukan yang bertandatangan adalah presiden direktur bukan klien kami sebagai direktur. Presiden direktur dari PT BSM ini adalah Candra Wijaya. Kami punya bukti surat menyuratnya," kata Gusti.
Kalau dikatakan perjanjian itu atas nama diri Alit Wiraputr itu adalah bohong. Karena proses pengurusan ini sudah memakai bendera bernama PT BSM. Meskipun PT BSM belum ada lembaran negaranya di Menkum HAM.
Berdasarkan Undang-Undang Korporasi bahwa direktur adalah pihak kedua. Tapi ketika dikatakan ada penipuan dan penggelapan Alit Wiraputra hanya sebatas direktur. Sehingga ini yang harus dibongkar. "Keadilan harus ditegakan. Aduan kami hari ini untuk membuat masalah ini menjadi lebih terang," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019