Kafe "70 persen fahrenheit" Bali berkomitmen mempromosikan kopi terbaik yang dihasilkan petani lokal di Indonesia, yang mana saat ini tempat nongkrong itu juga memperkenalkan kopi angklung asal Bandung, Jawa Barat, kepada wisatawan mancanegara yang berlibur di Pulau Dewata.
"Kopi angklung merupakan kopi memilik cita rasa "rose", artinya kopi yang memiliki kadar kafein di atas 80 persen. Kopi ini memiliki cita rasa bunga yang keluar aromanya saat diseduh dan saat diminum terasa manis gelam, terasa kismis, anggur dan greenapple yang berpadu menjadi satu," kata Suryadi Suryadhamma, selaku pemilik cafe 70 persen fahrenheit di Denpasar, Minggu.
Kopi angklung yang mendapatkan sertifikat "the best 1st arabbica natural" melalui ajang Indonesia Specialty Coffe Contest (KKSI) di Yogyakarta, Oktober 2018 oleh AEKI, AICE dan ICCRI Indonesia ini diharapkan menjadi daya tarik wisatawan mancanegara yang berlibur ke Bali.
Surya yang mengaku sudah mempromosikan biji kopi spesial dari berbagai jenis yang ada Indonesia sejak 15 tahun yang lalu untuk wisatawan mancanegara yang berlibur ke Bali menuturkan, saat ini kopi telah menjadi bagian gaya hidup masyarakat sehingga kebutuhan kopi di Indonesia atau dunia terus meningkat. Berbeda halnya dahulu, kopi identik dengan rutinitas para orang tua, yang sudah bergeser menjadi gaya hidup kaula muda.
Oleh karenanya, 70 persen fahrenheit juga berkomitmen terus memperkenalkan kopi lokal Nusantara (Sabang-Marauke) yang berkualitas agar bisa dinikmati wisatawan yang ke Bali, khususnya kopi angklung ini. "Kami ingin memperkenalkan kopi Indonesia yang berkualitas ini bisa menjadi jendela kopi dunia," katanya.
Keberadaan kopi angklung ini, hanya dijual oleh cafe 70 persen fahrenheit sehingga menjadi kebanggaan tersendiri baginya karena bisa ikut memperkenalkan kopi angklung kepada kepada wisatawan mancanegara.
Untuk kopi angklung yang masih mentah (biji kopi belum disangrai), kata Surya, dihargai Rp1 juta per kilogramnya dan produksinya juga tidak banyak oleh Produsen Kopi dari Prenger Poin yabg memiliki kebun di Kamojang dan Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
"Kami di 70 persen fahrenhait hanya menyediakan 60 kilogram kopi angklung yang sudah dalam dalam bentuk bubuk kopi," ujarnya.
Sementara itu, Setra Yohana, selaku petani dan Produsen Kopi dari Prenger Poin menuturkan, kopi yang dihasilkan dari kebunnya sendiri ini memiliki kualitas bagus, karena bentuk biji kopinya bulat utuh, sehingga saat diminum rasanya nyaman dan setelah kopi ini diminum masih terasa taste kopi dimulut. Sehingga kopi ini diberi nilai di atas 80 persen untuk kadar kafeinnya.
"Kopi angklung ini berbeda dengan kopi yang lain, keunikan rasa kopi tidak nyangkut dileher, memiliki cita rasa bunga yang keluar aromanya saat diseduh dan saat diminum terasa manis gelam, terasa kismis, anggur dan greenapple yang berpadu menjadi satu. Kalau kopi kurang bagus biasa saat diseduh baunya enak, namun saat diminum rasanya tidak karuan dan nyangkut ditenggorokan," katanya.
Kopi angklung ini juga mendapat the best 1st arabbica natural" melalui ajang Indonesia Specialty Coffe Contest (KKSI) di Yogyakarta, Oktober 2018 oleh AEKI, AICE dan ICCRI Indonesia dan beberapa penikmat kopi juga suka dengan kopi angklung ini.
Dengan adanya kopi angklung di cafe 70 persen fahrenheit ini, diharapkan Bali yang menjadi barometer bagi pecinta kopi seluruh dunia, karena Pulau Dewata menjadi tujuan wisatawan asing dari berbagai belahan negara.
"Bali yang ramai didatangi pelancong dari berbagai macam negara, juga dikenal kopi khasnya sehingga dengan adanya kopi angklung ini bisa memberi warna bagi pecinta kopi," katanya.
Untuk itu, pihaknya mempercayakan kopi angklung ini dipromosikan cafe 70 persen fahrenhait untuk memasarkannya. Sehingga segmen pasar kami simpel, karena apapun yang ada di Bali semua Indonesia dan negara lain pasti mengetahuinya, sehingga banyak faktor yang membuat saya kopi ini menjadi daya tarik.
"Banyak faktor positif kenapa lebih tertarik menjualnya di Bali," ujar Setra. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Kopi angklung merupakan kopi memilik cita rasa "rose", artinya kopi yang memiliki kadar kafein di atas 80 persen. Kopi ini memiliki cita rasa bunga yang keluar aromanya saat diseduh dan saat diminum terasa manis gelam, terasa kismis, anggur dan greenapple yang berpadu menjadi satu," kata Suryadi Suryadhamma, selaku pemilik cafe 70 persen fahrenheit di Denpasar, Minggu.
Kopi angklung yang mendapatkan sertifikat "the best 1st arabbica natural" melalui ajang Indonesia Specialty Coffe Contest (KKSI) di Yogyakarta, Oktober 2018 oleh AEKI, AICE dan ICCRI Indonesia ini diharapkan menjadi daya tarik wisatawan mancanegara yang berlibur ke Bali.
Surya yang mengaku sudah mempromosikan biji kopi spesial dari berbagai jenis yang ada Indonesia sejak 15 tahun yang lalu untuk wisatawan mancanegara yang berlibur ke Bali menuturkan, saat ini kopi telah menjadi bagian gaya hidup masyarakat sehingga kebutuhan kopi di Indonesia atau dunia terus meningkat. Berbeda halnya dahulu, kopi identik dengan rutinitas para orang tua, yang sudah bergeser menjadi gaya hidup kaula muda.
Oleh karenanya, 70 persen fahrenheit juga berkomitmen terus memperkenalkan kopi lokal Nusantara (Sabang-Marauke) yang berkualitas agar bisa dinikmati wisatawan yang ke Bali, khususnya kopi angklung ini. "Kami ingin memperkenalkan kopi Indonesia yang berkualitas ini bisa menjadi jendela kopi dunia," katanya.
Keberadaan kopi angklung ini, hanya dijual oleh cafe 70 persen fahrenheit sehingga menjadi kebanggaan tersendiri baginya karena bisa ikut memperkenalkan kopi angklung kepada kepada wisatawan mancanegara.
Untuk kopi angklung yang masih mentah (biji kopi belum disangrai), kata Surya, dihargai Rp1 juta per kilogramnya dan produksinya juga tidak banyak oleh Produsen Kopi dari Prenger Poin yabg memiliki kebun di Kamojang dan Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
"Kami di 70 persen fahrenhait hanya menyediakan 60 kilogram kopi angklung yang sudah dalam dalam bentuk bubuk kopi," ujarnya.
Sementara itu, Setra Yohana, selaku petani dan Produsen Kopi dari Prenger Poin menuturkan, kopi yang dihasilkan dari kebunnya sendiri ini memiliki kualitas bagus, karena bentuk biji kopinya bulat utuh, sehingga saat diminum rasanya nyaman dan setelah kopi ini diminum masih terasa taste kopi dimulut. Sehingga kopi ini diberi nilai di atas 80 persen untuk kadar kafeinnya.
"Kopi angklung ini berbeda dengan kopi yang lain, keunikan rasa kopi tidak nyangkut dileher, memiliki cita rasa bunga yang keluar aromanya saat diseduh dan saat diminum terasa manis gelam, terasa kismis, anggur dan greenapple yang berpadu menjadi satu. Kalau kopi kurang bagus biasa saat diseduh baunya enak, namun saat diminum rasanya tidak karuan dan nyangkut ditenggorokan," katanya.
Kopi angklung ini juga mendapat the best 1st arabbica natural" melalui ajang Indonesia Specialty Coffe Contest (KKSI) di Yogyakarta, Oktober 2018 oleh AEKI, AICE dan ICCRI Indonesia dan beberapa penikmat kopi juga suka dengan kopi angklung ini.
Dengan adanya kopi angklung di cafe 70 persen fahrenheit ini, diharapkan Bali yang menjadi barometer bagi pecinta kopi seluruh dunia, karena Pulau Dewata menjadi tujuan wisatawan asing dari berbagai belahan negara.
"Bali yang ramai didatangi pelancong dari berbagai macam negara, juga dikenal kopi khasnya sehingga dengan adanya kopi angklung ini bisa memberi warna bagi pecinta kopi," katanya.
Untuk itu, pihaknya mempercayakan kopi angklung ini dipromosikan cafe 70 persen fahrenhait untuk memasarkannya. Sehingga segmen pasar kami simpel, karena apapun yang ada di Bali semua Indonesia dan negara lain pasti mengetahuinya, sehingga banyak faktor yang membuat saya kopi ini menjadi daya tarik.
"Banyak faktor positif kenapa lebih tertarik menjualnya di Bali," ujar Setra. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019