Denpasar (Antaranews Bali) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tuntutan sepuluh tahun penjara terhadap terdakwa Tissa Agustin Sanger (19), karena tega membunuh bayi yang baru dilahirkannya, sehingga membuatnya pingsan setelah mendengar tuntutan tersebut.
JPU Ni Wayan Erawati Susina di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin, dalam amar tuntutannya menyatakan terdakwa melanggar Pasal 80 a
Ayat 4 Undang-Umdang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
"Selain hukuman sepuluh tahun, terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp20 juta subsidair empat bulan penjara," kata jaksa dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Dewa Budi Watsara.
Hal memberatkan yang memberatkan tuntutan terdakwa, karena perbuatan terdakwa menyebabkan bayi yang dilahirkannya (terdakwa) meninggal dunia, perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan tidak berprikemanusiaan.
Penasehat hukum terdakwa, Ni Made Ari Astuti dan G.A Agung Yuli Marhaeningsih dari LBH Apik mengatakan, tuntutan JPU itu mengabaikan beberapa poin dari keterangan saksi ahli forensik maupun saksi ahli psikiater dari RSUP Sanglah.
"Kami akan mengajukan pembelaan tertulis. salah satu pertimbangannya terdakwa mengalami ngangguan jiwa. Dia (terdakwa) IQ rendah, selama sekolah sering dibantu. Makanya ketika kejadian ini dia kebinggungan," kata Ari Astuti seusai sidang.
Kasus ini berawal ditemukannya mayat orok di sebuah perumahan di Jalan Tukad, Perum Gunung Sari Tahap IV Nomor 16, Padangsambian, Denpasar Barat pada 13 September 2018 oleh Ida Ayu Putu Murtini yang tak lain ibu kandung terdakwa.
Setelah dilakukan penyidikan, tim buser dari Polsek Denpasar Barat berhasil mengungkap pelaku pembunuhan orok bayi berjenis kelamin perempuan tersebut yang lain adalah ibu kandungnya.
Sesuai pengakuan terdakwa ke penyidik, setelah dua jam di kamar mandi rumahnya, jabang bayi yang dikandungnya selama 10 bulan, itu akhirnya lahir. Bayi itu awalnya dilahirkan sehat dengan bobot tiga kilogram lebih dan panjang mencapai 50,5 cm.
Sayang, sesaat setelah lahir di kamar mandi, Tissa tanpa rasa manusiawi langsung membekap mulut dan hidung darah dagingnya sendiri hingga tewas.
Sebelum dibunuh, pada 9 September 2018, Pukul 17.00 WITA, terdakwa mengeluhkan sakit perut dan meminta obat sakit perut kepada ibunya.
Keesokan harinya, pada 10 September 2018, terdakwa tidak bekerja karena alasan sakit perut dan terdakwa bersama ibunya memang bekerja di satu tempat yang sama.
Selama di rumah, terdakwa bolak-balik ke kamar mandi. Akhirnya diketahui air ketubannya pecah dan menyusul lahirlahnya si bayi.
Saat keluar banyinya sempat menangis dan terdakwa menutup mulut bayi dengan tangan kanan sekitar setengah jam dan bayi tersebut tidak bergerak lagi (meninggal) dan terdakwa bangun mengangkat bayi ituy.
Kemudian dimandikan dan setelah itu dibungkus dengan kaosnya dengan kain pantai warna ungu. Setelah bayi tersebut sudah dibungkus, terdakwa membawanya ke kamar tidurnya dan meletakan di sofa.
Keesokan harinya, pada 11 September 2018, terdakwa pergi bekerja mengendarai sepeda motor berbonceng dengan ibunya dan jazad bayi yang terbungkus itu dimasukan ke tas ranselnya. Selama bekerja mayat bayi ini ditaruh di kursi belakang rumah makan, tempatnya bekerja.
Namun, Pukul 21.00, terdakwa pulang kerja dan sempat menunggu orangtuanya tertidur dulu lalu dia bergegas menguburkan jazad anaknya dengan memakai cetong (menggali) dan ditutup dengan bumbungan genteng yang tidak jauh dari rumahnya.
Motifnya terdakwa mengubur bayinya karena takut dan malu jika diketahui orang banyak. Apalagi saat itu dia masih sekolah dan kekasihnya baru lulus sekolah.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
JPU Ni Wayan Erawati Susina di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin, dalam amar tuntutannya menyatakan terdakwa melanggar Pasal 80 a
Ayat 4 Undang-Umdang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
"Selain hukuman sepuluh tahun, terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp20 juta subsidair empat bulan penjara," kata jaksa dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Dewa Budi Watsara.
Hal memberatkan yang memberatkan tuntutan terdakwa, karena perbuatan terdakwa menyebabkan bayi yang dilahirkannya (terdakwa) meninggal dunia, perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan tidak berprikemanusiaan.
Penasehat hukum terdakwa, Ni Made Ari Astuti dan G.A Agung Yuli Marhaeningsih dari LBH Apik mengatakan, tuntutan JPU itu mengabaikan beberapa poin dari keterangan saksi ahli forensik maupun saksi ahli psikiater dari RSUP Sanglah.
"Kami akan mengajukan pembelaan tertulis. salah satu pertimbangannya terdakwa mengalami ngangguan jiwa. Dia (terdakwa) IQ rendah, selama sekolah sering dibantu. Makanya ketika kejadian ini dia kebinggungan," kata Ari Astuti seusai sidang.
Kasus ini berawal ditemukannya mayat orok di sebuah perumahan di Jalan Tukad, Perum Gunung Sari Tahap IV Nomor 16, Padangsambian, Denpasar Barat pada 13 September 2018 oleh Ida Ayu Putu Murtini yang tak lain ibu kandung terdakwa.
Setelah dilakukan penyidikan, tim buser dari Polsek Denpasar Barat berhasil mengungkap pelaku pembunuhan orok bayi berjenis kelamin perempuan tersebut yang lain adalah ibu kandungnya.
Sesuai pengakuan terdakwa ke penyidik, setelah dua jam di kamar mandi rumahnya, jabang bayi yang dikandungnya selama 10 bulan, itu akhirnya lahir. Bayi itu awalnya dilahirkan sehat dengan bobot tiga kilogram lebih dan panjang mencapai 50,5 cm.
Sayang, sesaat setelah lahir di kamar mandi, Tissa tanpa rasa manusiawi langsung membekap mulut dan hidung darah dagingnya sendiri hingga tewas.
Sebelum dibunuh, pada 9 September 2018, Pukul 17.00 WITA, terdakwa mengeluhkan sakit perut dan meminta obat sakit perut kepada ibunya.
Keesokan harinya, pada 10 September 2018, terdakwa tidak bekerja karena alasan sakit perut dan terdakwa bersama ibunya memang bekerja di satu tempat yang sama.
Selama di rumah, terdakwa bolak-balik ke kamar mandi. Akhirnya diketahui air ketubannya pecah dan menyusul lahirlahnya si bayi.
Saat keluar banyinya sempat menangis dan terdakwa menutup mulut bayi dengan tangan kanan sekitar setengah jam dan bayi tersebut tidak bergerak lagi (meninggal) dan terdakwa bangun mengangkat bayi ituy.
Kemudian dimandikan dan setelah itu dibungkus dengan kaosnya dengan kain pantai warna ungu. Setelah bayi tersebut sudah dibungkus, terdakwa membawanya ke kamar tidurnya dan meletakan di sofa.
Keesokan harinya, pada 11 September 2018, terdakwa pergi bekerja mengendarai sepeda motor berbonceng dengan ibunya dan jazad bayi yang terbungkus itu dimasukan ke tas ranselnya. Selama bekerja mayat bayi ini ditaruh di kursi belakang rumah makan, tempatnya bekerja.
Namun, Pukul 21.00, terdakwa pulang kerja dan sempat menunggu orangtuanya tertidur dulu lalu dia bergegas menguburkan jazad anaknya dengan memakai cetong (menggali) dan ditutup dengan bumbungan genteng yang tidak jauh dari rumahnya.
Motifnya terdakwa mengubur bayinya karena takut dan malu jika diketahui orang banyak. Apalagi saat itu dia masih sekolah dan kekasihnya baru lulus sekolah.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019