Jakarta (Antaranews Bali) - Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengungkapkan dampak penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) pada 2018 sebanyak 150 kabupaten/kota di 11 pemerintah provinsi dalam wilayah II berhasil menghemat anggaran sebesar Rp22,3 triliun. 

"Sedangkan secara nasional berhasil dihemat pemborosan anggaran Rp65,1 triliun," kata Menteri PANRB Syafruddin dalam keterangannya pada acara penyerahan hasil evaluasi akuntabilitas pemda wilayah II di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu.

Sedangkan secara nasional, katanya , SAKIP 2018 telah berhasil menghemat pemborosan anggaran sebesar Rp65,1 triliun.

Wilayah II meliputi DKI Jakarta, Kalimantan, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timu (NTT).  

“Melalui SAKIP, paradigma kinerja pemerintah berubah, bukan lagi sekadar melaksanakan program kegiatan yang dianggarkan, namun bagaimana melakukan cara yang paling efektif dan efisien untuk mencapai sasaran tersebut,” ujarnya.

Ditegaskan, penerapan SAKIP memastikan anggaran hanya dipergunakan untuk membiayai program ataupun kegiatan prioritas yang mendukung pencapaian tujuan pembangunan. Penghematan anggaran terjadi dengan dihapusnya sejumlah kegiatan yang tidak penting dan tidak mendukung kinerja instansi.

Menteri Syafruddin juga menyatakan, evaluasi SAKIP bukan sebagai ajang kompetisi tentang keberhasilan mencapi indikator penilaian, melainkan lebih kepada bagaimana mendampingi dan memberi saran perbaikan untuk masalah yang dialami. 

Pihaknya akan membantu daerah dalam menyusun perencanaan, mengevaluasi pelaksanaan program, memberikan masukan, serta mengawasi target capaian program tersebut.

Mantan Wakapolri ini menjelaskan, saat ini bukan saatnya lagi bekerja hanya untuk membuat laporan, atau hanya untuk menyerap anggaran, namun sekarang waktunya bekerja fokus dari hilir ke hulu program. 

Efisiensi, kata MenPANRB, bukan hanya tentang cara memotong anggaran, tetapi juga penerapan manajemen berbasis kinerja, misalnya penerapan e-government melalui e-budgeting untuk menghindari "'program siluman" yang berpotensi penyimpangan. 

“Namun realitanya, e-budgeting juga tidak terintegrasi utuh dengan hasil kinerja, sehingga belum mampu mencegah pemborosan. Untuk itu, dibentuklah e-performance based budgeting sebagai program quick win yang harus selesai dalam periode dua tahun mendatang,” jelasnya.

Permasalahan yang banyak terjadi  adalah banyaknya program yang tidak tepat sasaran sehingga anggaran banyak yang terbuang dia-sia. Paradigmanya di hampir seluruh instansi adalah bagaimana menghabiskan anggaran, namun belum tentu anggaran yang dihabiskan bermanfaat.

Menteri mengapresiasi upaya dan perjuangan seluruh Gubernur, Bupati, dan Wali kota dalam mewujudkan akuntabilitas kinerja di lingkungan pemerintahannya karena mengubah cara berpikir seluruh pegawai tidaklah mudah, mengajak untuk berubah tidaklah mudah.

Efisiensi sistemik

Senada dengan Menteri, Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan (RB Kunwas) Kementerian PANRB M. Yusuf Ateh mengatakan, untuk mewujudkan efisiensi dalam birokrasi, tidak cukup hanya dengan memotong anggaran pada pertengahan tahun anggaran berjalan saja, sebagaimana praktek yang selama ini terjadi. 

Menurutnya, efisiensi harus dibangun secara sistemik, bukan melalui kebijakan-kebijakan temporal yang mengakibatkan efisiensi tidak dilaksanakan secara berkelanjutan. Efisiensi harus dimulai dengan memperbaiki pola pemanfaatan anggaran sejak pertama kali birokrasi merencanakan hasil/kinerjanya, sebagaimana prinsip akuntabilitas berorientasi hasil yang menjadi amanat Undang-Undang.

Ada lima peraturan perundangan yang perlu dipahami bersama, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang SAKIP, serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional.

Kelima peraturan perundangan tersebut mengamanatkan birokrasi untuk menciptakan akuntabilitas kinerja melalui SAKIP yang tidak lain merupakan pengejawantahan manajemen kinerja sektor publik di Indonesia. 

“SAKIP mengarahkan birokrasi kita untuk menetapkan program dan kegiatan berdasarkan pada prioritas dan kebutuhan masyarakat,” tegasnya.

Baca juga: SAKIP 2018 mampu mencegah pemborosan Rp64,8 triliun

Baca juga: Asman harap Syafruddin pertahankan rekrutmen ASN bersih

(AL)

Pewarta: Edy Sujatmiko

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019