Denpasar (Antaranews Bali) - Aparat penegak hukum di Pulau Bali tidak main-main dalam memberantas segala jenis peredaran narkoba, apalagi kawasan wisata seperti Pulau Dewata memang rentan terhadap kasus narkoba, terutama generasi muda.

Upaya serius demi menyelamatkan generasi muda dan anak bangsa itu dimulai dengan peresmian patung "Padarakan Rumeksa Gardapati" sebagai lambang perlawanan masyarakat Bali dalam memerangi narkoba dan premanisme.

Patung yang diresmikan oleh Kapolda Bali, Irjen Pol. Petrus R. Golose, pada 10 November 2018. Patung itu terlihat berdiri kokoh di sebelah barat Lapangan Niti Mandala, Renon, Denpasar. Itulah tonggak keseriusan jajaran kepolisian bersama BNN dalam menumpas segala penyalahgunaan narkoba hingga keakar-akarnya.

Data  jajaran kepolisian di Bali mencatat setiap tahunnya, penyalahgunaan narkoba yang dapat diringkus terus mengalami peningkatan, karena Tahun 2016 tercatat sebanyak 925 kasus yang ditangani, Tahun 2017 mencapai 872 kasus dan Tahun 2018 mencapai 1.123 kasus.

"Direktorat Narkoba dan Polres hingga Polsek sudah berkomitmen dalam memberantas segala jenis peredaran narkoba. Kita akan habisi hingga keakar-akarnya. Melalui upaya preemtif dan represif, sehingga tidak ada ampun lagi bagi pengedar narkoba di Bali," ujar Wakil Direktur Resnarkoba Polda Bali, AKBP Sudjarwoko.

Pada Januari 2019, jajaran Ditres Narkoba Polda Bali telah mengungkap 83 kasus narkoba yang meresahkan masyarakat di Pulau Dewata, yang pengungkapannya juga turut dibantu jajaran Polres hingga Polsek yang ada di Bali.

"Dari jumlah kasus penyalahgunaan narkoba yang diungkap jajaran Polda Bali itu rata-rata setiap tahunnya meningkat 2-3 persen," kata Sudjarwoko.

Hal ini menunjukkan bahwa para pengguna narkoba di Bali cukup banyak, sehingga jumlah tangkapan jajaran kepolisian di Pulau Dewata terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Demikian juga data yang disampaikan Kabid Berantas Badan Narkotika Nasional Provinsi Bali, AKBP I Ketut Arta yang merinci jumlah tangkapan narkoba di Pulau Dewata pada Tahun 2017 mencapai 45 kasus, meningkat pada Tahun 2018 dengan mengungkap 48 kasus narkoba.

Dari jumlah kasus tersebut, jumlah tersangka penyalahgunaan narkoba selama Tahun 2017 mencapai 48 orang tersangka dengan barang bukti sabu-sabu mencapai 880 gram, pil ekstasi 9.710 butir, 26 kilogram ganja, 3,49 kokain maupun sabu-sabu cair sebanyak 7.010 gram.

Keseriusan jajaran BNN Bali ini patut diancungi jempol, mengingat Tahun 2018 mampu menyelamatkan ribuan generasi muda di Bali dengan menyita narkoba jenis sabu-sabu sebanyak 871 gram, 461 butir pil ekstasi dan 8,23 kilogram ganja kering, dengan tersangka mencapai 52 orang.

Modus yang digunakan para mafia narkoba ini ada yang berusaha memasukkan barang terlarang itu ke Bali dengan berbagai cara, baik itu penyelundupan narkoba melalui jalur udara atau jasa kargo, pelabuhan dan darat, maupun dengan menggunakan jasa paket pengiriman barang.

"Mereka banyak cara agar bisa menyelundupkan narkoba ke Bali dengan menggunakan jalur tikus atau yang tidak terpantau petugas," ujar Arta.
     
"Segitigas emas"
Peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Bali ini, perlu mendapat dukungan seluruh pemangku kepentingan ("stakeholder"), baik itu dari kepolisian dan masyarakat, mengingat narkoba adalah musuh bersama, karena dapat merusak generasi muda, sehingga harapan bangsa pun.

Sudjarwoko menyebut peredaran narkoba di kawasan wisata menjadi "segitiga emas" pelaku peredaran narkoba, sehingga pihaknya tidak memungkiri bahwa di Bali menjadi target penjualan barang terlarang ini.

Hal ini tidak menutup kemungkinan para pengedar narkoba makin tergiur untuk menjual barang terlarang itu di Bali, khususnya di tempat hiburan malam di Wilayah Hukum Polresta Denpasar dan Polres Badung yang paling ramai dikunjungi para pelancong, baik dalam maupun luar negeri

"Para pengedar yang setelah ditangkap petugas, mengaku menjadi penjual narkoba karena tekanan ekonomi sehingga untuk mendapat uang secara cepat mereka rela menjual barang terlarang ini," ujarnya.

Para pengedar narkoba yang berhasil diringkus jajaran Polda Bali mengaku bahwa jika berhasil menempel atau menjual narkoba bisa mendapat upah hingga jutaan per kilogram, karena para pengedar ini nekad melakukan transaksi barang setan ini.

Oleh karena itu, Polda Bali menggalakkan pencegahan penyalahgunaan narkoba melalui langkah preemtif dengan melakukan sosialisasi bahaya narkoba ke sekolah-sekolah, misalnya anggota polisi menjadi pemimpin upacara di sekolah-sekolah, sehingga dapat memberikan edukasi siswa yang hadir dalam upacara bendera tersebut.

Namun, langkah represif atau penangkapan pengedar narkoba juga terus dilakukan jajaran Polda Bali, yang bekerja sama dengan BNN Provinsi Bali maupun melakukan rehabilitasi.

Kepolisian juga menggandeng komunitas Gerakan Nasional Anti Narkoba (Ganas) Bali dalam upaya sosialisasi di masyarakat terkait bahaya narkoba ini, mengingat narkoba ini menjadi musuh  bersama.

Demikian juga upaya pencegahan yang dilakukan BNN Bali dengan melibatkan desa adat yang ada di seluruh Pulau Dewata agar membuat "perarem" (hukum adat) untuk menangkal masuknya barang terlarang ini.

Dengan mengajak seluruh masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan narkoba ini diharapkan, Bali bisa terbebas dari peredaran gelap narkoba.

Apabila upaya ini tidak bisa dilakukan, kata Arta, BNN Bali akan melakukan penangkapan para pengedar hingga pengguna narkoba dengan proses lidik dan sidik.

"Upaya penangkapan atau jemput paksa pasti kami lakukan, jika pencegahan tidak dapat dilakukan, hingga proses hukum akan dilakukan," katanya.

Rehabilitasi
BNN Bali juga memastikan mana seorang sebagai pengguna narkoba dan pengedar narkoba yang harus diklasifikasikan. Seseorang bisa dikatakan sebagai pecandu narkoba, jika saat digeledah tidak ditemukan barang bukti, namun saat diperiksa tes urinenya positif.

Para pecandu narkoba sudah pasti diserahkan ke bidang rehabilitasi yang ada di BNN Bali agar mendapat perawatan dan pengobatan. Apabila dia ditangkap membawa narkoba dan sebagai pengedar, sudah dipastikan dilakukan proses hukum yang berlaku dan tidak ada tawar menawar.

Arta mengatakan, Pemerintah Indonesia sangat peduli untuk mengobati para korban pengguna narkoba, karena dia kita anggap orang sakit. Melalui anggaran DIPA yang dianggarkan ini, para korban pecandu narkoba diobati.

Untuk bisa dikatakan seseorang itu sebagai korban pecandu narkoba, jika mau melaporkan diri ke petugas BNN Bali dan dilakukan penangkapan saat tugas melakukan razia di tempat hiburan malam.

"Proses rehabilitasi ini harus melalui tahap wawancara untuk mencari tahu seberapa jauh tingkat kecanduannya, baik itu ringan sedang dan berat. Kalau dia pencandu narkoba sedang masih bisa dirawat jalan," ujarnya.

Jika tingkat kecanduannya sedang, maka korban ini bisa dilakukan rawat inap di rumah rehabilitasi milik pemerintah yang ada di Bangli atau dapat direhabilitas dirumah tinggal swasta. Bali banyak memiliki rumah rehabilitasi seperti yang ada di Kawasan Sanur.

Demikian juga disampaikan, Wakil Direktur Resnarkoba Polda Bali, AKBP Sudjarwoko yang menyebutkan proses seseorang bisa mendapat rehabilitasi, apabila korban melapor kepada kepolisian dan BNN Bali bahwa menjadi pecandu narkoba sehingga bisa dilakukan upaya ini dan tidak menunggu ditangkap petugas.

Sudjarwoko menyebut, efek yang ditimbulkan jika seseorang menggunakan narkoba sangat banyak, seperti dapat menyebabkan halusinasi mengingat narkoba ini merupakan zat adiktif yang dapat merusak saraf manusia.

Secara klinis, penggunaan narkoba dapat menekan otak sadar manusia akan ditekan dan otak di bawah sadar yang mengalami naik atau mengalami halusinasi.

"Ini sangat berbahaya jika terus dikonsumsi. Kalau tidak cepat diobati, pengguna narkoba ini akan tergangu jiwanya dan bisa gila hingga meninggal dunia," ujarnya.

Agaknya, perang narkoba harus menggunakan berbagai cara untuk menyelamatkan generasi muda, apalagi di Pulau Dewa yang merupakan kawasan wisata, mengingat kawasan wisata memang kawasan yang rentan terhadap penyalahgunaan narkoba. (ed)

Pewarta: Made Surya

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019