Denpasar (Antara Bali) - Untuk memberantas sarang atau kompleks wanita tuna susila (WTS) di kawasan Desa Sanur, Kota Denpasar sangat sulit, karena keberadaannya menyatu dengan rumah-rumah penduduk setempat.

"Memang sangat sulit untuk memberantas keberadaan prostitusi di kawasan Sanur, sebab mereka ada di rumah-rumah penduduk. Dan penduduk setempat seakan tutup mata keberadaan tersebut," kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali Ketut Kariyasa Adnyana di Denpasar, Jumat.

Hal itu menanggapi adanya keluhan masyarakat di mana pelajar SMP dan SMA di Denpasar kerap sekali datang  ke tempat prostitusi tersebut.

Ia mengatakan, Satpol Pamong Praja pun sudah sering diterjunkan ke wilayah tersebut, namun sangat sulit menjaring para wanita penghibur hidung belang tersebut.

"Sangat sulit untuk menjaring para WTS itu, karena dibalik keberadaan mereka ada oknum-oknum masyarakat setempat yang 'membekingi'nya," ucap politisi PDIP itu.

Kariyasa Adnyana mengatakan, sebenarnya penyakit masyarakat ini sangat dilematis, di satu sisi juga menjadi tempat bersarangnya penyakit kelamin termasuk juga HIV/AIDS.

"Sebenarnya kalau ingin memberantas WTS harus ada suatu komitmen dari masyarakat setempat, selain juga payung hukum yang jelas," katanya.

Tanpa ada komitmen dari masyarakat setempat, kata dia, keberadaan prostitusi tersebut pasti tetap eksis. Karena itu tokoh-tokoh desa adat harus berani bertindak kalau ingin kawasan wisata Sanur bebas dari kompleks prostitusi.

"Eksis dan tidaknya WTS di Sanur tergantung tokoh-tokoh masyarakat setempat," ucapnya.

Ia juga memberi alternatif, kalau ingin keberadaan WTS ini bisa diawasi harus dilegalkan, dengan demikian dari segi kesehatan para WTS bisa diawasi.

"Kita tidak mesti munafik dengan keberadaan WTS, karena kalau seperti ini keberadaannya atau sembunyi-sembunyi akan menyulitkan pengawasan, termasuk pemantau kesehatannya," kata pria asal Busungbiu, Kabupaten Buleleng itu.(**)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011