Denpasar (Antaranews Bali) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perbankan di Bali mengoptimalkan penyaluran kredit menyasar sektor potensial karena pertumbuhan pembiayaan masih rendah jika dibandingkan dengan penghimpunan dana pihak ketiga selama periode Januari-September 2018.

"Kalau di Bali, sektor yang berpeluang besar salah satunya adalah pariwisata seperti perdagangan, hotel dan restoran," kata Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Rochman Pamungkas di Denpasar, Rabu. 

Menurut dia, berdasarkan pengawasan OJK terhadap perbankan di Bali selama Januari-September 2018, pertumbuhan penyaluran kredit di Pulau Dewata hanya mencapai 1,9 persen jika dibandingkan periode sama tahun lalu mencapai Rp84,2 triliun. 

Ia merinci untuk bank umum konvensional realisasi kredit mencapai Rp72,4 triliun atau tumbuh 1,54 persen, bank umum syariah mencapai Rp1,6 triliun atau menurun 0,76 persen dan BPR mencapai Rp10,1 triliun atau tumbuh 5 persen. 

Pertumbuhan penyaluran kredit yang tergolong kecil itu berbanding terbalik dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan di Bali yang malah tumbuh lebih tinggi mencapai 9,46 persen.

OJK mencatat DPK selama sembilan bulan tahun ini di Bali mencapai Rp105,2 triliun, meningkat jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya mencapai Rp96,8 triliun. 

Rendahnya pertumbuhan penyaluran kredit namun pertumbuhan DPK yang dikoleksi bank lebih tinggi mengakibatkan rasio simpanan terhadap kredit atau LDR perbankan di Bali menurun dari 84 persen pada September 2017 menjadi 80 persen pada September 2018.

Rochman menyebutkan penurunan LDR itu disebabkan karena bank mengeluarkan dana untuk membayar bunga untuk dana yang disimpan masyarakat atau DPK, sehingga jika penyaluran kredit menurun maka pendapatan bank dari bunga juga menyusut.

Rochman mengakui rendahnya penyaluran kredit salah satunya diperkirakan karena bank masih menerapkan prinsip hati-hati sebelum mereka mencairkan pembiayaan. 

Hal tersebut, kata dia, dilakukan bank menyikapi kondisi ekonomi makro secara eksternal yang dinilai masih belum kondusif sehingga mempengaruhi permintaan kredit. 

Selain itu secara internal, lanjut dia, perbankan diperkirakan juga masih melakukan konsolidasi seperti menyelesaikan kredit bermasalah atau "nonperforming loan" (NPL), memperkuat kebijakan internal dan memperkuat standar prosedur. 

Saat ini NPL perbankan di Bali hingga September 2018 mencapai 3,78 persen atau naik 0,36 persen jika dibandingkan periode sama tahun lalu.

NPL tertinggi dialami BPR mencapai 9,24 persen, bank umum syariah mencapau 8,20 persen dan bank umum konvensional mencapai 2,91 persen. 

Hanya bank umum konvensional yang mencatatakan penurunan NPL sebesar 0,04 persen, sedangkan BPR dan bank umum syariah masing-masing naik 4,33 persen dan 2,47 persen. 

Terlepas dari prinsip kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit serta kondisi eksternal dan internal perbankan, Rochman mengakui pihaknya tidak memaksa perbankan untuk menyalurkan kredit. 

Meski demikian, kata dia, OJK mendorong perbankan mengoptimalkan penyaluran kredit untuk sektor potensial yang dinilai kuat menghadapi benturan kondisi eksternal untuk dibiayai seperti sektor produktif di antaranya pariwisata sesuai dengan perkembangan di Bali. 

"Kondisi seperti ini perbankan mesti tahu segmen mana yang selama ini dianggap masih kuat menahan benturan kondisi eksternal," katanya. (ed)

Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018