Denpasar, (Antaranews Bali) - Keterangan saksi Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Bali I Made Sukadana memberikan keterangan menyudutkan terhadap terdakwa Ketut Putra Ismaya Jaya (40), calon DPD RI bersama dua anak buahnya yakni terdakwa I Ketut Suryana (51) dan I.G.N Edrajaya (28), terkait dugaan ancaman terhadap petugas Satpol Pamong Praja Provinsi Bali saat melakukan tugas penertiban baliho, spanduk tanpa izin.

"Ya, saya menerima laporan dari kabid saya bahwa ada sekelompok orang datang ke kantor meminta informasi siapa yang menurunkan baliho milik Ketut Ismaya," ujar saksi Kepala Satpol PP sebagaimana disampaikan di hadapan Ketua Majelis Hakim Bambang Eka Putra dalam persidangan di PN Denpasar, Selasa.

Menurut keterangan Kepala Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP Bali, I Dewa Nyoman Rai Damai menuturkan saat itu ada sekelompok orang yang datang ke Satpol PP Bali tidak terima baliho terdakwa diturunkan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. "Penurunan baliho itu dilakukan pada 13 Agustus 2018 Pukul 12.00 WITA, dan sekelompok orang ini datang ke kantor sekitad Pukul 18.00 WITA," katanya.

Penertiban baliho kampanye dan spanduk di Jalan Civik Center Renon, Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar, atas dasar keputusan bersama dan menindaklanjuti hasil rapat pada 9 Agustus 2018 di kantor Satpol PP yang juga dihadiri KPU Bali, sehingga pada 13 Agustus 2018 dilakukan penertiban baliho dan spanduk seluruh bali yang juga dalam rangka persiapan pra IMF-WB.

"Informasi dari Kabid kami bahwa ada dua baliho yang diturunkan Pukuk 12.00 WITA, pada 13 Agustus 2018. Kemudian, setelah penurunan baliho dan sepanduk itu Pukul 18.00 Wita ada sekelompok orang yang datang ke Satpol PP dan tidak menjelaskan siapa dia," katanya.

Saat itu petugas sudah memberikan penjelas secara rinci alasan penertiban baliho dan spanduk kepada yang bersangkutan, namun karena tidak terima ada kelompok orang yang melakukan penendangan kepada anggota Satpol PP.

Dalam dakwaan jaksa diuraikan bahwa perbuatan ketiga terdakwa dilakukan pada 13 Agustus 2018, Pukul 15.30 WITA di Kantor Satpol PP Provinsi Bali, Jalan Panjaitan Nomor 10 Renon, Denpasar melakukan kekerasan atau ancaman kepada anggota Satpol PP karena baliho milik terdakwa Ismaya diturunkan.

Padahal penurunan baliho yang diturunkan petugas Satpol PP Bali itu sudah ada Surat Perintah Tugas Kasatpol PP Bali Nomor 800/3094/bid.II/SAT.Pol.PP/2018, tertanggal 13 Agustus 2018 untuk melaksanakan penertiban baliho itu.

Namun, saat petugas Satpol PP hendak menurunkan baliho di Jalan Civik Center Renon, Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar, terdakwa I Ketut Suryana dan I.G.N Edrajaya yang melihat petugas menurunkan baliho milik Ketut Ismaya yang merupakan calon DPD RI itu, kedua terdakwa tidak terima dan melapor kepada Ismaya melalui telepon genggamnya.

Mendapat kabar itu, terdakwa I Ketut Ismaya bersama 12 orang tim suksesnya mendatangi mendatangi Kantor Satpol PP Bali Pukul 15.30 Wita dengan mengendarai mobil Toyota Alpard miliknya dan diikuti satu mobil Nissan yang membawa 12 orang tim suksesnya.

Saat di TKP Kantor Satpol PP Bali, terdakwa Ismaya bertanya kepada saksi Nyoman Karyana (petugas Satpol PP) terkait siapa yang menurunkan baliho miliknya. Karena takut, saksi menghubungi rekannya Suradji dan menemui terdakwa.

Saat itu saksi sudah menjelaskan bahwa penurunan baliho itu atas perintah atasannya. Karena tidak terima, terdakwa Edrajaya menantang salah satu petugas untuk berkelahi. Kemudian terdakwa Ketut Sutama lantas menendang kaki kanan saksi I Made Budiarto (Danki Satpol PP), namun petugas tidak melakukan perlawanan.

Namun, terdakwa Ketut Sutama tetap tidak terima dengan penjelasan I Dewa Nyoman Rai Damai (Kepala Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP Bali) dan terus mengancam petugas dengan kata-kata kasar dan mengancam akan membakar kantor setempat.

Setelah kembali dijelaskan oleh saksi Nyoman Rai secara perlahan akhirnya ketiga terdakwa bersama 12 orang tim suksesnya meninggalkan kantor Satpol PP Bali.

Pengedar sabu-sabu
Dalam waktu yang sama, Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, juga mengadili terdakwa Dwi Irfan Nurrachman (24), karena terlibat dalam peredaran narkoba jenis sabu-sabu yang siap edar sebanyak 13 paket kecil.

"Perbuatan terdakwa melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito narkotika golongan I," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) I.B Putu Swadarma Diputra.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, I.A Adnya Dewi itu, JPU menilai perbuatan terdakwa melanggar Pasal 115 Ayat 1 dan Pasal 112 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika yang dilarang beredar di Indonesia.

Sebelum ditangkap, terdakwa sempat dihubungi temannya untuk mengirim satu paket sabu kepada seseorang yang tidak dikenalnya di pinggir Jalan Letda Tantular, Denpasar.

Terdakwa yang berangkat dari kosnya lantas menuju TKP dan membawa satu paket kecil sabu-sabu yang disimpan di dalam lipatan tisu dan lipat.

Saat sudah tiba di TKP, petugas Polresta Denpasar yang lebih awal mengetahui akan terjadi transaksi narkoba lantas mengintai terdakwa yang telah diketahui ciri-cirinya.

Kemudian, ditangkap petugas sebelum memberikan barang terlarang itu kepada calon pembelinya. Dari tangan terdakwa, petugas mendapati satu paket kecil sabu-sabu.

Kemudian, petugas melakukan interogasi kepada terdakwa yang mengakui masih menyimpan beberapa paket sabu-sabu di dalam kamar kosnya.

Petugas lantas menuju ke kos terdakwa dan menemukan 12 paket kecil sabu-sabu yang disimpan dilokasi berbeda, sehingga barang bukti total yang berhasil diamankan petugas seberat 2,82 gram.

Kepada petugas, terdakwa mengaku jika setiap pengiriman satu paket sabu-sabu kepada pembeli, terdakwa mendapat imbalan Rp50 ribu.

Terdakwa mengaku kepada petugas sudah 15 kali mengedarkan paket sabu-sabu di Wilayah Denpasar.

Pewarta: I Made Surya Wirantara Putra

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018