Denpasar, (Antaranews Bali) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar menolak nota keberatan atau esepsi dari penasehat hukum terdakwa Ketut Putra Ismaya Jaya (40), calon DPD RI bersama dua anak buahnya yakni terdakwa I Ketut Suryana (51) dan I.G.N Edrajaya (28) atas dakwaan jaksa penuntut umun terkait dugaan ancaman terhadap petugas Satpol Pamong Praja Provinsi Bali saat melakukan tugas penertiban baliho, spanduk tanpa izin.
"Kami menilai dakwaan jaksa sah sesuai hukum dan memerintahkan jaksa melanjutkan perkara ini," kata Ketua Majelis Hakim Bambang Eka Putra di PN Denpasar, Senin.
Oleh karena esepsi penasehat hukum terdakwa ditolak, maka sidang terdakwa Ismaya dan dua rekannnya dilanjutkan pada Kamis (29/11) nanti dengan agenda menghadirkan saksi-saksi dari jaksa penuntut umum.
"Esepsi pengacara tidak diterima karena esepsinya sudah masuk ke pokok materi," kata hakim.
Usai persidangan, tim penasehat hukum terdakwa Agus Samijaya mengatakan, pihkanya akan merundingkan dengan tim lainnya apakah melakukan upaya banding atau tidak.
"Saya memiliki keyakinan bahwa semestinya esepsi kita diterima karena melihat kronologis awal kasus ini bermula dari permasalahan pemasangan baliho sehingga ada satu fundamen yang harus dicantumkan dalam dakwaan jaksa yakni Undang-Undang pemilu," katanya.
Pihaknya juga menilai kasus yang dialami kliennya cenderung ke arah Undang-Undang Pemilu, sehingga tim kuasa hukum berkeyakinan kliennya tidak bersalah.
Ditambahkan Wayan Mudita, selaku anggota kuasa hukum terdakwa mengatakan, terkait penilaian hakim bahwa esepsi terdakwa yang dibacakan kuasa hukumnya sudah masuk ke pokok perkara dinilai tidak pas.
"Itu kan dakwaan jaksa yang merumuskan dan mengutip dari segala BAP dari penyidik yang dituangkan dalam bentuk surat dakwaan yang menguraikan jelas dan tegas tentang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan ini harusnya masuk ranah pidana khusus," katanya.
Oleh karena itu, penasehat hukum menilai dakwaan jaksa tidak cermat karena disatu pihak menggunakan Undang-Undang tindak pidana khusus dan dilain pihak membawa keranah Undang-Undang pidana umum.
"Perkara ini tidak layak dibawa ke pidana umum, karena mencermati dari dakwaan jaksa tadi," katanya.
Dalam dakwaan jaksa diuraikan bahwa perbuatan ketiga terdakwa dilakukan pada 13 Agustus 2018, Pukul 15.30 WITA di Kantor Satpol PP Provinsi Bali, Jalan Panjaitan Nomor 10 Renon, Denpasar melakukan kekerasan atau ancaman kepada anggota Satpol PP karena baliho milik terdakwa Ismaya diturunkan.
Padahal penurunan baliho yang diturunkan petugas Satpol PP Bali itu sudah ada Surat Perintah Tugas Kasatpol PP Bali Nomor 800/3094/bid.II/SAT.Pol.PP/2018, tertanggal 13 Agustus 2018 untuk melaksanakan penertiban baliho itu.
Namun, saat petugas Satpol PP hendak menurunkan baliho di Jalan Civik Center Renon, Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar, terdakwa I Ketut Suryana dan I.G.N Edrajaya yang melihat petugas menurunkan baliho milik Ketut Ismaya yang merupakan calon DPD RI itu, kedua terdakwa tidak terima dan melapor kepada Ismaya melalui telepon genggamnya.
Mendapat kabar itu, terdakwa I Ketut Ismaya bersama 12 orang tim suksesnya mendatangi mendatangi Kantor Satpol PP Bali Pukul 15.30 Wita dengan mengendarai mobil Toyota Alpard miliknya dan diikuti satu mobil Nissan yang membawa 12 orang tim suksesnya.
Saat di TKP Kantor Satpol PP Bali, terdakwa Ismaya bertanya kepada saksi Nyoman Karyana (petugas Satpol PP) terkait siapa yang menurunkan baliho miliknya. Karena takut, saksi menghubungi rekannya Suradji dan menemui terdakwa.
Saat itu saksi sudah menjelaskan bahwa penurunan baliho itu atas perintah atasannya. Karena tidak terima, terdakwa Edrajaya menantang salah satu petugas untuk berkelahi. Kemudian terdakwa Ketut Sutama lantas menendang kaki kanan saksi I Made Budiarto (Danki Satpol PP), namun petugas tidak melakukan perlawanan.
Namun, terdakwa Ketut Sutama tetap tidak terima dengan penjelasan I Dewa Nyoman Rai Damai (Kepala Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP Bali) dan terus mengancam petugas dengan kata-kata kasar dan mengancam akan membakar kantor setempat.
Setelah kembali dijelaskan oleh saksi Nyoman Rai secara perlahan akhirnya ketiga terdakwa bersama 12 orang tim suksesnya meninggalkan kantor Satpol PP Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Kami menilai dakwaan jaksa sah sesuai hukum dan memerintahkan jaksa melanjutkan perkara ini," kata Ketua Majelis Hakim Bambang Eka Putra di PN Denpasar, Senin.
Oleh karena esepsi penasehat hukum terdakwa ditolak, maka sidang terdakwa Ismaya dan dua rekannnya dilanjutkan pada Kamis (29/11) nanti dengan agenda menghadirkan saksi-saksi dari jaksa penuntut umum.
"Esepsi pengacara tidak diterima karena esepsinya sudah masuk ke pokok materi," kata hakim.
Usai persidangan, tim penasehat hukum terdakwa Agus Samijaya mengatakan, pihkanya akan merundingkan dengan tim lainnya apakah melakukan upaya banding atau tidak.
"Saya memiliki keyakinan bahwa semestinya esepsi kita diterima karena melihat kronologis awal kasus ini bermula dari permasalahan pemasangan baliho sehingga ada satu fundamen yang harus dicantumkan dalam dakwaan jaksa yakni Undang-Undang pemilu," katanya.
Pihaknya juga menilai kasus yang dialami kliennya cenderung ke arah Undang-Undang Pemilu, sehingga tim kuasa hukum berkeyakinan kliennya tidak bersalah.
Ditambahkan Wayan Mudita, selaku anggota kuasa hukum terdakwa mengatakan, terkait penilaian hakim bahwa esepsi terdakwa yang dibacakan kuasa hukumnya sudah masuk ke pokok perkara dinilai tidak pas.
"Itu kan dakwaan jaksa yang merumuskan dan mengutip dari segala BAP dari penyidik yang dituangkan dalam bentuk surat dakwaan yang menguraikan jelas dan tegas tentang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan ini harusnya masuk ranah pidana khusus," katanya.
Oleh karena itu, penasehat hukum menilai dakwaan jaksa tidak cermat karena disatu pihak menggunakan Undang-Undang tindak pidana khusus dan dilain pihak membawa keranah Undang-Undang pidana umum.
"Perkara ini tidak layak dibawa ke pidana umum, karena mencermati dari dakwaan jaksa tadi," katanya.
Dalam dakwaan jaksa diuraikan bahwa perbuatan ketiga terdakwa dilakukan pada 13 Agustus 2018, Pukul 15.30 WITA di Kantor Satpol PP Provinsi Bali, Jalan Panjaitan Nomor 10 Renon, Denpasar melakukan kekerasan atau ancaman kepada anggota Satpol PP karena baliho milik terdakwa Ismaya diturunkan.
Padahal penurunan baliho yang diturunkan petugas Satpol PP Bali itu sudah ada Surat Perintah Tugas Kasatpol PP Bali Nomor 800/3094/bid.II/SAT.Pol.PP/2018, tertanggal 13 Agustus 2018 untuk melaksanakan penertiban baliho itu.
Namun, saat petugas Satpol PP hendak menurunkan baliho di Jalan Civik Center Renon, Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar, terdakwa I Ketut Suryana dan I.G.N Edrajaya yang melihat petugas menurunkan baliho milik Ketut Ismaya yang merupakan calon DPD RI itu, kedua terdakwa tidak terima dan melapor kepada Ismaya melalui telepon genggamnya.
Mendapat kabar itu, terdakwa I Ketut Ismaya bersama 12 orang tim suksesnya mendatangi mendatangi Kantor Satpol PP Bali Pukul 15.30 Wita dengan mengendarai mobil Toyota Alpard miliknya dan diikuti satu mobil Nissan yang membawa 12 orang tim suksesnya.
Saat di TKP Kantor Satpol PP Bali, terdakwa Ismaya bertanya kepada saksi Nyoman Karyana (petugas Satpol PP) terkait siapa yang menurunkan baliho miliknya. Karena takut, saksi menghubungi rekannya Suradji dan menemui terdakwa.
Saat itu saksi sudah menjelaskan bahwa penurunan baliho itu atas perintah atasannya. Karena tidak terima, terdakwa Edrajaya menantang salah satu petugas untuk berkelahi. Kemudian terdakwa Ketut Sutama lantas menendang kaki kanan saksi I Made Budiarto (Danki Satpol PP), namun petugas tidak melakukan perlawanan.
Namun, terdakwa Ketut Sutama tetap tidak terima dengan penjelasan I Dewa Nyoman Rai Damai (Kepala Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP Bali) dan terus mengancam petugas dengan kata-kata kasar dan mengancam akan membakar kantor setempat.
Setelah kembali dijelaskan oleh saksi Nyoman Rai secara perlahan akhirnya ketiga terdakwa bersama 12 orang tim suksesnya meninggalkan kantor Satpol PP Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018