Denpasar (Antaranews Bali) - Kapolda Bali Irjen Pol. Petrus Reinhard Golose membicarakan masalah pendanaan terorisme melalui kerja sama yang baik antarnegara untuk pencegahannya pada kegiatan 10th International Conference on Financial Crime and Terrorism Financing 2018 di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu.
Kabid Humas Polda Bali, Pol Hengky Widjaja di Denpasar menjelaskan Kapolda Bali diundang sebagai pembicara dan menyampaikan bahwa saat ini Indonesia sedang menangani kasus pendanaan terorisme yaitu, kasus kerusuhan di Rutan Mako Brimob dan juga pengeboman di Surabaya.
"Dalam rangka mencegah pendanaan terorisme di Indonesia, telah menggunakan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013, dimana Undang-Undang ini digunakan secara berkolaborasi oleh seluruh badan terkait di Indonesia," kata Hengky mengutip keterangan jenderal bintang dua itu.
Terkait pendanaan terorisme, Polda Bali setiap tahunnya menemukan modus operandi yang berbeda. Dimana, dalam pendanaan tersebut ada perbedaan karakteristik antara Jemaah Islamiyah (JI) dan JAD yaitu dalam hal sumber dana, metode dan penggunaan dana tersebut.
"Bapak Kapolda berharap, pertemuan itu dapat digunakan sebagai antisipasi dan pencegahan dalam pendanaan terorisme melalui kerjasama yang baik antar negara, mengingat uang adalah darah dari terorisme," katanya
Dalam kunjungannya, kata Henky, Bapak Kapolda Bali didampingi Dir Reskrimsus Polda Bali Kombes Pol. Anom Wibowo dan Kasat Brimob Polda Bali Kombes Pol. Yopi Indra Prasetya Sepang, dimana dalam pertemuan itu menyampaikan bahwa aksi terorisme bukan hanya masalah dari sebuah negara, namun merupakan masalah semua negara.
Hal ini dibuktikan, selama Tahun 2018 ada 21 serangan teror oleh Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dengan sebagian besar targetnya adalah Polri dan Gereja.
"Polri diserang karena sejak Tahun 2002 saat terjadinya Bom Bali I, telah menangkap lebih dari 1500 teroris," katanya.
Jenderal lulusan Akpol Tahun 1988 ini mengungkapkan, secara umum jaringan terorisme di Indonesia dibagi menjadi dua afiliasi yaitu, afiliasi dengan ISIS dan juga afiliasi dengan Al Qaeda. Namun saat ini, Indonesia sedang menghadapi efek dari Negara Islam yaitu "Frustated Traveler".
Kegiatan dengan tema "The Rising Voice of Compliance: Towards Greater Governace and Transparancy" itu juga dihadiri Direktur Badan Intelijen dan Penegakan Keuangan Bank Negara Malaysia, Ketua Pengorganisasian Compliance Officers Networking Group (CONG) Malaysia, Pejabat Senior dan Teknis Lembaga Keuangan Malaysia maupun Internasional serta Pejabat Publik Senior terkait lainnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Kabid Humas Polda Bali, Pol Hengky Widjaja di Denpasar menjelaskan Kapolda Bali diundang sebagai pembicara dan menyampaikan bahwa saat ini Indonesia sedang menangani kasus pendanaan terorisme yaitu, kasus kerusuhan di Rutan Mako Brimob dan juga pengeboman di Surabaya.
"Dalam rangka mencegah pendanaan terorisme di Indonesia, telah menggunakan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013, dimana Undang-Undang ini digunakan secara berkolaborasi oleh seluruh badan terkait di Indonesia," kata Hengky mengutip keterangan jenderal bintang dua itu.
Terkait pendanaan terorisme, Polda Bali setiap tahunnya menemukan modus operandi yang berbeda. Dimana, dalam pendanaan tersebut ada perbedaan karakteristik antara Jemaah Islamiyah (JI) dan JAD yaitu dalam hal sumber dana, metode dan penggunaan dana tersebut.
"Bapak Kapolda berharap, pertemuan itu dapat digunakan sebagai antisipasi dan pencegahan dalam pendanaan terorisme melalui kerjasama yang baik antar negara, mengingat uang adalah darah dari terorisme," katanya
Dalam kunjungannya, kata Henky, Bapak Kapolda Bali didampingi Dir Reskrimsus Polda Bali Kombes Pol. Anom Wibowo dan Kasat Brimob Polda Bali Kombes Pol. Yopi Indra Prasetya Sepang, dimana dalam pertemuan itu menyampaikan bahwa aksi terorisme bukan hanya masalah dari sebuah negara, namun merupakan masalah semua negara.
Hal ini dibuktikan, selama Tahun 2018 ada 21 serangan teror oleh Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dengan sebagian besar targetnya adalah Polri dan Gereja.
"Polri diserang karena sejak Tahun 2002 saat terjadinya Bom Bali I, telah menangkap lebih dari 1500 teroris," katanya.
Jenderal lulusan Akpol Tahun 1988 ini mengungkapkan, secara umum jaringan terorisme di Indonesia dibagi menjadi dua afiliasi yaitu, afiliasi dengan ISIS dan juga afiliasi dengan Al Qaeda. Namun saat ini, Indonesia sedang menghadapi efek dari Negara Islam yaitu "Frustated Traveler".
Kegiatan dengan tema "The Rising Voice of Compliance: Towards Greater Governace and Transparancy" itu juga dihadiri Direktur Badan Intelijen dan Penegakan Keuangan Bank Negara Malaysia, Ketua Pengorganisasian Compliance Officers Networking Group (CONG) Malaysia, Pejabat Senior dan Teknis Lembaga Keuangan Malaysia maupun Internasional serta Pejabat Publik Senior terkait lainnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018