Negara (Antaranews Bali) - Nelayan Kabupaten Jembrana, Bali, belum memaksimalkan budidaya udang lobster sebagai pengganti pembatasan bobot hasil laut tersebut.

"Masih sangat jarang nelayan di Jembrana yang melakukan budidaya lobster. Banyak faktor penyebabnya, seperti biaya operasional hingga pemasaran yang sulit," kata anggota Fraksi PDI P DPRD Jembrana H. Adrimin, di Negara, Rabu.

Wakil rakyat yang tinggal di desa pesisir ini mengatakan, sejak Menteri Kelautan Dan Perikanan Susi Pudjiastuti melarang penangkapan dan penjualan udang lobster dengan berat di bawah 2 ons, maka pemerintah sebenarnya sudah mengarahkan nelayan untuk melakukan budidaya.

Namun, menurutnya, upaya nelayan untuk membudidayakan udang lobster agar memiliki berat dua ons atau lebih baru dijual, menemui banyak kendala seperti biaya operasional yang cukup besar.

"Untuk mencapai berat dua ons dari sebelumnya satu ons, dibutuhkan waktu sekitar enam bulan. Selama rentang waktu tersebut, dibutuhkan biaya operasional seperti pakan serta pengawasan keramba budidaya yang ditaruh di laut. Saat lobster dipanen, sering harga jualnya dibawah biaya yang sudah dikeluarkan," katanya.

Selain harga jual yang tidak sesuai dengan modal, wakil rakyat dari Desa Tegalbadeng Barat yang merupakan salah satu desa pesisir di Kabupaten Jembrana ini mengatakan, pembeli udang lobster di Denpasar sering menolak hasil budidaya, apalagi jika bertujuan untuk diekspor.

Ia mengungkapkan, pembeli lobster di Denpasar lebih memilih atau minta udang lobster yang berkembangbiak secara alami di laut, sementara di perairan Jembrana sulit mendapatkan lobster dengan berat dua ons ke atas.

"Kalau tangkapan lobster sedang langka, baru mereka mau membeli hasil budidaya. Kondisi ini menyulitkan nelayan, karena di beberapa wilayah Kabupaten Jembrana lobster menjadi sumber pendapatan yang lumayan besar bagi nelayan," katanya.

Terkait indikasi nelayan nekat menangkap dan menjual lobster dengan berat di bawah dua ons, ia menyerahkannya kepada institusi terkait dengan rajin melakukan patroli dan pengawasan.

Sementara itu, Ketua Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jembrana Made Widanayasa mengatakan, aturan pembatasan berat udang lobster yang boleh ditangkap dan dijual nelayan kurang efektif di daerah ini.

Menurutnya, masih banyak nelayan yang tidak melepas kembali udang lobster yang tertangkap jaringnya, meskipun beratnya masih dibawah dua ons.

"Alasan mereka udang lobster yang tertangkap jaringnya beratnya memang dibawa dua ons, sehingga tetap mereka bawa ke darat untuk dijual," katanya.

Sebagai wadah nelayan, ia mengatakan, peraturan tersebut banyak dikeluhkan nelayan tidak hanya di Kabupaten Jembrana tapi juga nelayan daerah lainnya.

Khusus Kabupaten Jembrana, ia mengatakan, nelayan memang sulit untuk mendapatkan hasil tangkap lobster dengan berat di atas dua ons.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan, Perikanan Dan Perhubungan Jembrana Made Dwi Maharimbawa saat dikonfirmasi mengatakan, pengawasan terhadap penangkapan dan penjualan udang lobster dilakukan langsung petugas dari Kementerian Kelautan Dan Perikanan.

Namun, katanya, dari penelusuran yang pihaknya lakukan, sangat jarang nelayan menangkap udang lobster dengan berat dibawah ketentuan, karena tidak ada pengepul yang mau membelinya. (WDY)

Pewarta: Gembong Ismadi

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018