Denpasar (Antara Bali) - Warga Muslim di Kampung Islam Kepaon, Kota Denpasar, masih melestarikan tradisi "megibung", yakni berbuka puasa bersama menyantap makanan dalam satu wadah di masjid setiap memasuki hari ke-10 bulan suci Ramadhan.
"Dalam bahasa Bali 'megibung' berarti makan bersama atau makan dalam satu wadah. Maka dari itu kami menyebut tradisi ini megibung, yang merupakan warisan leluhur untuk mempererat tali persaudaraan di sini," kata H Ishak Ibrahim, Takmir Masjid Al Muhajirin, Kampung Islam Kepaon, Denpasar, Rabu malam.
Ishak menjelaskan, tradisi "megibung" sejatinya dilakukan sebagai upacara selamatan warga dan jamaah Masjid Al Muhajirin Kepaon Denpasar yang telah lancar melakukan pembacaan 30 juz Al Quran atau khataman.
"Tradisi ini ada sejak umat Muslim masuk ke daerah Kepaon yang diperkirakan tahun 1362 Masehi. Di sini umat Muslim sudah berbaur baik orang Muslim asal Melayu, Bugis, Palembang, dan Bali," katanya.
Dalam tradisi ini, para jamaah terlebih dahulu mengawalinya dengan membatalkan puasa atau berbuka puasa dengan takjil yang telah disiapkan, kemudian sebelum melakukan shalat magrib secara berjamaah, kaum pria langsung menyerbu makanan yang sudah disediakan secara bersama-sama.
Umumnya dalam satu wadah yang beralaskan daun pisang tersebut terdapat makanan yang disantap oleh empat hingga enam orang.
Jenis makanannya pun beragam, namun biasanya yang menjadi makanan pokok adalah nasi tumpeng yang dihidangkan dengan berbagai lauk pauk seperti ayam goreng, sayur, telur dan buah-buahan dan berbagai jenis minuman.
Sidik Abas (11) misalnya, salah seorang anak yang mengaku sudah sebanyak 10 kali mengikuti tradisi "megibung" di masjid ini. Menurutnya meskipun hanya dengan lauk seadanya jika dimakan bersama-sama akan tetap terasa menyenangkan.
"Saya sudah 10 kali ikut. Rasanya seru bisa bareng dengan teman-teman," ungkap bocah yang duduk di kelas 6 SD ini.
Ia mengemukakan bahwa puasanya tahun ini sudah bisa sehari penuh tapi kalau tahun lalu masih belum bisa.
Di Kampung Islam Kepaon ini sendiri tercatat ada sekitar 600 kepala keluarga yang hidup rukun dan damai meskipun berada di sekeliling umat beragama lain yang berbeda budaya pula.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Dalam bahasa Bali 'megibung' berarti makan bersama atau makan dalam satu wadah. Maka dari itu kami menyebut tradisi ini megibung, yang merupakan warisan leluhur untuk mempererat tali persaudaraan di sini," kata H Ishak Ibrahim, Takmir Masjid Al Muhajirin, Kampung Islam Kepaon, Denpasar, Rabu malam.
Ishak menjelaskan, tradisi "megibung" sejatinya dilakukan sebagai upacara selamatan warga dan jamaah Masjid Al Muhajirin Kepaon Denpasar yang telah lancar melakukan pembacaan 30 juz Al Quran atau khataman.
"Tradisi ini ada sejak umat Muslim masuk ke daerah Kepaon yang diperkirakan tahun 1362 Masehi. Di sini umat Muslim sudah berbaur baik orang Muslim asal Melayu, Bugis, Palembang, dan Bali," katanya.
Dalam tradisi ini, para jamaah terlebih dahulu mengawalinya dengan membatalkan puasa atau berbuka puasa dengan takjil yang telah disiapkan, kemudian sebelum melakukan shalat magrib secara berjamaah, kaum pria langsung menyerbu makanan yang sudah disediakan secara bersama-sama.
Umumnya dalam satu wadah yang beralaskan daun pisang tersebut terdapat makanan yang disantap oleh empat hingga enam orang.
Jenis makanannya pun beragam, namun biasanya yang menjadi makanan pokok adalah nasi tumpeng yang dihidangkan dengan berbagai lauk pauk seperti ayam goreng, sayur, telur dan buah-buahan dan berbagai jenis minuman.
Sidik Abas (11) misalnya, salah seorang anak yang mengaku sudah sebanyak 10 kali mengikuti tradisi "megibung" di masjid ini. Menurutnya meskipun hanya dengan lauk seadanya jika dimakan bersama-sama akan tetap terasa menyenangkan.
"Saya sudah 10 kali ikut. Rasanya seru bisa bareng dengan teman-teman," ungkap bocah yang duduk di kelas 6 SD ini.
Ia mengemukakan bahwa puasanya tahun ini sudah bisa sehari penuh tapi kalau tahun lalu masih belum bisa.
Di Kampung Islam Kepaon ini sendiri tercatat ada sekitar 600 kepala keluarga yang hidup rukun dan damai meskipun berada di sekeliling umat beragama lain yang berbeda budaya pula.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011