Jakarta (Antaranews Bali) - Sebuah studi klinis dari University of Winconsin, Madison menemukan bahwa jangkrik bagus untuk kesehatan usus dan mengurangi peradangan di tubuh.
"Saat ini banyak ketertarikan soal serangga yang bisa dimakan, di Eropa dan Amerika Serikat, karena ini sumber protein ramah lingkungan ketimbang ternak tradisional," kata doktor dari University of Wisconsin–Madison Nelson Institute for Environmental Studies, Valerie Stull.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Scientific Reports, Stull dan tim melibatkan 20 orang dewasa sehat berusia 18-48 tahun. Mereka meneliti efek bubuk jangkrik pada partisipan ini selama enam minggu.
Untuk dua minggu pertama, 10 partisipan mengonsumsi 25 gram bubuk jangkrik yang dibubuhkan dalam muffin dan minuman saat mereka sarapan.
Dua minggu berikutnya mereka makan secara normal. Lalu, di dua minggu terakhir, partisipan bertukar posisi, yang sudah mengonsumsi bubuk jangkrik saat sarapan dan yang belum.
Selama masa ujicoba, peneliti mengumpulkan sampel darah dan feces partisipan, untuk menjawab kuesioner seputar sistem pencernaan.
Hasil studi menemukan, sekalipun partisipan melaporkan tak ada perubahan siginifikan dalam sistem pencernaan mereka.
Namun ada peningkatan enzim metabolik yang berhubungan dengan kesehatan usus, yakni dengan melimpahnya Bifidobacterium animalis, bakteri yang baik untuk usus.
Selain itu, terjadi penurunan TNF-alpha, protein dalam darah yang berhubungan dengan depresi dan kanker.
Walau studi menunjukan manfaat konsumsi jangkrik sebagai sumber protein, namun peneliti masih perlu melakukan studi dalam skala lebih besar untuk mengetahui komponen apa dalam jangkrik yang berkontribusi pada kesehatan usus. Demikian seperti dilansir Fox News. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Saat ini banyak ketertarikan soal serangga yang bisa dimakan, di Eropa dan Amerika Serikat, karena ini sumber protein ramah lingkungan ketimbang ternak tradisional," kata doktor dari University of Wisconsin–Madison Nelson Institute for Environmental Studies, Valerie Stull.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Scientific Reports, Stull dan tim melibatkan 20 orang dewasa sehat berusia 18-48 tahun. Mereka meneliti efek bubuk jangkrik pada partisipan ini selama enam minggu.
Untuk dua minggu pertama, 10 partisipan mengonsumsi 25 gram bubuk jangkrik yang dibubuhkan dalam muffin dan minuman saat mereka sarapan.
Dua minggu berikutnya mereka makan secara normal. Lalu, di dua minggu terakhir, partisipan bertukar posisi, yang sudah mengonsumsi bubuk jangkrik saat sarapan dan yang belum.
Selama masa ujicoba, peneliti mengumpulkan sampel darah dan feces partisipan, untuk menjawab kuesioner seputar sistem pencernaan.
Hasil studi menemukan, sekalipun partisipan melaporkan tak ada perubahan siginifikan dalam sistem pencernaan mereka.
Namun ada peningkatan enzim metabolik yang berhubungan dengan kesehatan usus, yakni dengan melimpahnya Bifidobacterium animalis, bakteri yang baik untuk usus.
Selain itu, terjadi penurunan TNF-alpha, protein dalam darah yang berhubungan dengan depresi dan kanker.
Walau studi menunjukan manfaat konsumsi jangkrik sebagai sumber protein, namun peneliti masih perlu melakukan studi dalam skala lebih besar untuk mengetahui komponen apa dalam jangkrik yang berkontribusi pada kesehatan usus. Demikian seperti dilansir Fox News. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018